Suaramuslim.net – Never ending process is education. Proses yang tidak pernah berhenti adalah belajar, pendidikan. Sebagai motivasi kita bahwa proses belajar itu sangat penting, Rasulullah SAW bersabda yang artinya, “Tuntutlah ilmu dari sejak buaian hingga liang lahat.”
Allah meniupkan ruh hamba sejak dalam kandungan ibunda, dan ruh itu tidak akan pernah mati. Ia akan mempertanggungjawabkan seluruh aktivitasnya kepada Sang Khaliq nanti di akhirat.
Manusia sebagai makhluk yang dibekali akal, maka rasa syukur terbaik adalah dengan tidak membiarkan daya pikir mandeg. Setiap peristiwa dan persoalan yang datang kepada kita adalah ilmu dan proses belajar.
Jadi, pandangan saya pribadi dalam menghadapi perubahan di dunia pendidikan itu sesuatu yang pasti. Ada pandemi atau tidak, ya memang semestinya berubah. Karena setiap generasi itu memiliki keistimewaan masing-masing, maka menghadapi perubahan itu tidak perlu kagetan.
Belajar sepanjang hayat, itu yang harus kita lakukan. Menyesuaikan diri adalah sikap bijaksana daripada memelihara keluhan.
“Bukankah semua yang terjadi dalam kehidupan hanya akan terjadi atas kehendak-Nya? Maka, yang seharusnya kita datangi dan kita hadirkan adalah DIA. Belajar bersama-Nya akan lebih indah dan penuh makna.”
Smart family for smart generation
Kita sudah melaksanakan proses pembelajaran dari rumah selama dua bulan. Observasi yang dilakukan orang tua pasti sudah lebih detail dan menyeluruh. Mengenal potensi anak, mengenal sudut pandang anak pada sebuah peritiwa, serta memahami tipe dan cara belajar yang nyaman buat anak.
Dalam dunia psikologi, waktu dua bulan cukup standar untuk melihat konsistensi perilaku seseorang. Jika pada masa anak-anak lebih banyak waktu belajar berada di sekolah, hal-hal kecil dari anak kadang belum terobservasi sepenuhnya. Maka dua bulan kemarin, saat orang tua kembali menerima amanah proses pendidikan sepenuhnya di rumah, pasti sudah memiliki sudut pandang yang berbeda atas diri anak-anaknya.
Berbekal hasil observasi selama dua bulan, bisa saja terjadi desain model pembelajaran antara rumah dan sekolah berbeda bahkan sangat berbeda.
“Jangan khawatir!” Yang terpenting target pembelajaran sama-sama terpenuhi, “sesuai dengan kemampuan anak.”
Yang perlu kita perhatikan adalah, jangan sampai kita meminta anak melakukan sesuai dengan persepsi kita. Hal ini akan menyiksa dua pihak, anak dan orang tua. Akhirnya, bukan suasana menyenangkan yang akan terjadi selama belajar di rumah. Bahkan, bisa jadi orang tua akan merasa anak melakukan “pembangkangan.” Naudzubillah.
Tips yang bisa kita coba dalam menghadapi pendidikan pasca pandemi di rumah adalah;
- Pastikan kurikulum keluarga masih berlanjut, meski anak nanti “harus” sekolah, konsep pendidikan selama dua bulan lalu tetap dijalankan dengan modifikasi tentunya.
- Tetap mengutamakan kegiatan yang memandirikan dan melatih tanggung jawab (sesuai usia). Misalnya, cuci baju khusus hari Senin, menyapu halaman sesuai jadwal kesepakatan, dan lainnya.
- Mendukung perkembangan potensi anak dengan sarana yang ada di rumah. Selama dua bulan belajar di rumah, anak akan terlihat memilih kegiatan sesuai dengan kecenderungan hobby atau kecerdasan yang ia miliki. Orang tua perlu menjadi partner dan fasilitator agar anak bisa mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya.
- Menjalankan protokol kesehatan itu tentu menjadi utama.
Applied curriculum design
Fase adaptif sudah sama-sama dilalui sekolah dan orang tua, desain pembelajaran yang tidak biasa sudah dirasakan. Maka untuk menghadapi era pendidikan gaya baru, orang tua dan guru harus ramah dengan perkembangan teknologi saat ini. Minimal bisa menggunakan platform media yang sesuai kebutuhan prose pembelajaran.
Untuk apa mendesain kurikulum yang kita rasa terbaik, tapi tidak berdampak pada kebutuhan hidup generasi?
Ragam profesi saat ini tidak pernah kita pikirkan sebelumnya. Mempromosikan produk kita, juga dilakukan dengan cara yang sekian tahun lalu tidak pernah terlintas dalam pikiran kita. Dengan satu jari, tekan kata upload dalam hitungan detik promosi produk kita sudah bisa dilihat sekian ratus orang.
Nah, apa yang salah dengan perubahan? Yang perlu berubah adalah pola pikir kita. Yang perlu diperkaya adalah pengetahuan kita. Dan yang perlu diubah adalah cara kita menjalankan kurikulum yang saat ini tidak bisa dibatasi ruang dan waktu.
Maka, mari kita berpikir cerdas untuk mengubah kurikulum teoritik menjadi kurikulum terapan. Jadikan rumah dan sekolah sebagai area kehidupan nyata.
Pelajari matematika melalui pengeluaran uang belanja, pelajari kandungan gizi pada menu yang di rumah, lakukan kepedulian di lingkungan terdekat, gunakan seluruh media untuk membuka ruang literasi yang lebih lebar. Dan yang terpenting, bagaimana anak-anak menikmati pembelajaran spiritual melalui seluruh yang tersaji di sekitarnya. Karena itulah puncak ilmu yang bersanding dengan ketauhidan pada Tuhan YME.