Suaramuslim.net – Berbagai kerusakan tatanan di tengah masyarakat tidak lepas dari peran para elite atau pemegang kekuasaan. Al-Qur’an memandang bahwa para penolak kebenaran, yang menguat di masyarakat, berakar dari kalangan elite atau pembesar.
Para pembesar dan pemuka masyarakat itu melakukan gerakan tipu daya dengan berbagai cara untuk menghadang tegaknya kebenaran agama ini. Berbagai siasat dilakukan untuk memadamkan tersebarnya cahaya kebenaran, dengan menggandeng orang-orang yang memiliki kecondongan dan kecenderungan yang sama. Namun Allah memiliki tipu daya yang lebih bagus untuk meruntuhkan tipu daya mereka, dengan mengungkap dan membongkar tipu daya mereka.
Musibah dan fitnah yang muncul di tengah masyarakat, tidak lain sebagai cara Allah untuk mengajak kembali ke jalan yang benar. Tumbuhnya generasi kritis yang mampu mengingatkan adanya penyimpangan dan mengajak kembali ke jalan benar merupakan cara Allah menghilangkan musibah ini.
Tipu daya antar elite
Allah mengabadikan pelaku kejahatan yang menolak tegaknya keadilan. Mereka memiliki posisi penting dan strategis, serta bekerja secara terorganisir. Tindakan membenarkan segala cara direproduksi. Menciptakan peraturan yang memberi jalan bagi tindakan koruptif dan penyalahgunaan kekuasaan terus dilakukan.
Allah mengabadikan tipu daya mereka sebagaimana firman-Nya:
وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَا فِي كُلِّ قَرۡيَةٍ أَكَٰبِرَ مُجۡرِمِيهَا لِيَمۡكُرُواْ فِيهَاۖ وَمَا يَمۡكُرُونَ إِلَّا بِأَنفُسِهِمۡ وَمَا يَشۡعُرُونَ
“Dan demikianlah pada setiap negeri Kami jadikan pembesar-pembesar yang jahat agar melakukan tipu daya di negeri itu. Tapi mereka hanya menipu diri sendiri tanpa menyadarinya.” (Al-An’am: 123).
Sebagai pemimpin seharusnya menciptakan kedamaian dan kesejahteraan, tetapi yang sering muncul justru terciptanya kebijakan yang tumpang tindih sehingga meresahkan masyarakat. Memenuhi kebutuhan pokok masyarakat kecil seharusnya diprioritaskan namun kenyataannya sering dikalahkan oleh sekelompok orang yang sevisi dengan mereka.
Untuk melakukan gerakan tipu itu, mereka membangun jaringan penguatan, dengan menggandeng orang-orang yang memiliki kesamaan pemikiran dan langkah.
Mereka menciptakan sistem dengan dalih menciptakan kesejahteraan dan keadilan untuk rakyat, tetapi sasaran sebenarnya hanyalah untuk memberi keuntungan terhadap kelompok mereka. Allah membongkar strategi busuk, sebagaimana firman-Nya:
وَكَذَٰلِكَ نُوَلِّي بَعۡضَ ٱلظَّٰلِمِينَ بَعۡضَۢا بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ
“Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang zalim berteman dengan sesamanya, sesuai dengan apa yang mereka kerjakan.” (Al-An’am: 129).
Musibah Corona yang sedang menjadi keresahan di tengah masyarakat, memang memberi bantuan sosial, namun bantuan itu sangat tidak memadai. Memberi bantuan hanya 600 ribu untuk kebutuhan sebulan jelas sangat minim, karena tidak selaras seiring adanya larangan bekerja di luar rumah.
Alih-alih warga miskin memperoleh prioritas dalam penanganan wabah, para elite jahat itu justru bersekongkol untuk mencari keuntungan di tengah wabah yang belum berkurang. Mereka meloloskan Undang-Undang Corona ternyata disinyalir untuk mengeruk harta negara. Di dalam UU itu para pengambil kebijakan tidak terjerat pidana apabila salah dalam mengambil kebijakan tentang keuangan.
Termasuk lahirnya UU Pertambangan, Mineral, dan Batubara (UU Minerba) banyak memberi kekeluasaan orang luar/asing untuk menguasai dan mengeksploitasi pertambangan di daerah tanpa harus mempedulikan nasib masyarakat sekitar.
Peran kaum kritis
Allah tidak akan membiarkan berbagai tipu daya itu berlangsung terus menerus. Allah akan membuka tabir kejahatan mereka yang dilakukan secara senyap maupun terbuka.
Allah membuka satu persatu tabir kejahatan yang mereka lakukan, seperti adanya kebijakan elite yang saling bertentangan, seperti kebijakan membuka mall tapi kebijakan terhadap tempat ibadah tak tersentuh. Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) belum dicabut tapi masyarakat diimbau beraktivitas di luar rumah, sementara bidang pendidikan dan pesantren, santri/siswa diminta belajar di rumah.
Allah membangunkan kesadaran masyarakat yang kritis untuk berani menyampaikan adanya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan para elite. Berbagai kebijakan yang kontradiktif terus diungkap, di antaranya adanya kebijakan elite yang kontradiktif, dan tak sejalan dengan logika akal sehat.
Orang-orang kritis ini menunjukkan bahwa di wabah Pandemi ini banyak memukul bisnis orang-orang elite menengah atas. Adanya PSBB bakal membunuh pelaku bisnis di bidang transportasi, seperti bandara, terminal, dan stasiun. Bahkan pusat perbelanjaan, hotel, restoran, dan pariwisata paling banyak terdampak.
Kalau masyarakat umum, apalagi miskin sudah terbiasa dengan kehidupan yang penuh kekuraga. Namun, pengusaha besar yang terbiasa hidup nyaman, enak bahkan mewah merasa terpukul. Dengan adanya PSBB ini masyarakat tak lagi meramaikan bisnis mereka. Bandara, terminal, stasiun sepi. Demikian pula pusat perbelanjaan, hotel, pariwisata, kuliner, dan lain-lain.
Merekalah yang paling banyak merasa terhantam. Oleh karena itu, merekalah yang dipandang publik mendesak presiden untuk membuka mall. Tindakan presiden ini jelas sebagai pintu masuk untuk membuka bisnis-bisnis yang selama ini sepi karena terdampak PSBB.
Keberadaan kelompok kritis ini amat penting dalam menggelorakan pentingnya tegaknya keadilan dengan menunjukkan adanya kebijakan yang tumpang tindih dan bertolak belakang.
Di satu sisi dengan adanya PSBB, rakyat disuruh beraktivitas di dalam rumah tanpa kompensasi yang memadai. Sementara presiden membuka mall yang ujung-ujungnya menguntungkan para pelaku bisnis. Pelaku bisnis besar sangat terpukul dengan Pandemi ini. Mereka tetap ingin mengeruk keuntungan meskipun harus melanggar kebijakan PSBB.