Suaramuslim.net – Kehidupan yang normal adalah suatu realitas kehidupan interaksi sosial masyarakat dalam tatanan kehidupan yang baru, lebih humanis, menyenangkan dan membahagiakan penuh dengan rasa perhatian dan kepedulian antar sesama.
Suatu realitas interaksi antar manusia yang saling mendukung saling membantu saling tolong-menolong di antara sesama anggota masyarakat. Realitas yang saling merasa menjadi bagian dari kehidupan masyarakat lainnya sehingga lebih mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan dirinya sendiri.
Pertanyaannya, apakah mungkin realitas masyarakat yang demikian akan terwujud? Apakah realitas masyarakat yang seperti ini pernah terjadi dalam lintasan sejarah?
Ternyata realitas masyarakat yang demikian pernah terjadi pada masa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yaitu pada saat Rasulullah baru saja hijrah dari Makkah ke Madinah.
Sesampainya di Madinah setelah membangun masjid, kemudian Rasulullah mempersaudarakan di antara orang-orang yang baru hijrah (Muhajirin) dengan orang-orang tempatan yang bersedia membantu saudaranya yang hijrah dari Mekkah (Anshar).
Mereka dipersaudarakan Rasulullah dalam persaudaraan yang sangat indah, hingga di antara mereka rela berkorban untuk saudaranya yang lain.
Tercatat dalam sejarah indah mempesona antara persaudaraan Saad bin Rabi (Anshar) dengan Abdurrahman bin Auf (Muhajirin).
Sa’ad bin Rabi’ sebagai orang tempatan tentu memiliki segala fasilitas hidup, rumah, harta, ladang dan keluarga. Sementara Abdurrahman bin Auf seseorang yang ikut hijrah bersama Rasulullah meninggalkan segala fasilitas hidupnya.
Sa’ad bin Rabi’ sangat memahami atas keterbatasan dan kebutuhan yang dimiliki saudaranya ini, sehingga ditawarkanlah kepada Abdurrahman berbagai kebutuhan hidup, baik tempat tinggal, harta hingga istri, untuk kemudian dia diminta memilih mana yang ia suka, akan diberikannya dengan ikhlas.
Suatu realitas persaudaraan yang benar-benar mulia dan tidak ada duanya dalam sejarah manusia.
Tatanan kehidupan baru pasca covid-19 adalah realitas kehidupan baru yang harusnya dapat mengambil inspirasi dari kisah tersebut di atas. Yaitu kehidupan interaksi sosial yang saling memahami atas kebutuhan masyarakat dan kemudian di antara mereka berupaya saling membantu dan memenuhinya, tanpa menunggu diminta, melainkan menghadirkan kepedulian dan perhatian atas kebutuhan orang lain.
Hanya hati yang hidup, yang akan mampu memahami kebutuhan orang lain tanpa harus orang lain mengungkapkan kebutuhannya. Jiwa yang seperti inilah yang harusnya dihadirkan dalam masa new normal ini.
New normal harus dipahami sebagai realitas baru masyarakat untuk membangun kepedulian kesehatan, dan hal ini terkait dengan seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Kesehatan hanyalah salah satu sub sistem dalam realitas kehidupan sosial yang sangat terkait dan berhubungan dengan realitas sosial lainnya.
Kehidupan sosial masyarakat adalah sebuah sistem terbuka yang relasional dengan sistem sosial lainnya, yaitu sistem ekonomi, politik, budaya hingga pertahanan dan keamanan negara.
Demikian pula relasional dengan perubahan dalam realitas interaksi komunikasi sosial masyarakat.
Tatanan kehidupan baru dalam hubungan interaksi komunikasi sosial masyarakat harus dibangun atas dasar persaudaraan yang kokoh dengan landasan keimanan dan kemanusiaan. Bangunan persaudaraan ini menjadi modal utama harmonisasi sosial. Untuk itu ditegaskan oleh Allah agar bangunan ini terus dijaga sebagaimana dalam Firman-Nya:
إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةٞ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَ أَخَوَيۡكُمۡۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (Al-Hujurat: 10).
Bangunan persaudaraan harus terimplementasikan dalam bentuk kepedulian antar sesama dengan memperhatikan dan merasakan berbagai kebutuhan orang lain serta memenuhinya tanpa harus diminta. Menghidupkan empati atas apa yang orang lain alami dan kemudian menghadirkannya dalam perasaan yang mendalam untuk mencoba memahami dan merasakan berbagai kebutuhan dan keluh kesah mereka.
Kehidupan new normal yang hadir setelah masa pandemi yang mengharuskan warga masyarakat rehat, berhenti sejenak untuk bekerja, dan menyebabkan berbagai persoalan dampak ekonomi lainnya akibat hilangnya pekerjaan dan berkurangnya penghasilan, membutuhkan kepedulian yang tinggi dari setiap komponen masyarakat untuk turut merasakan, lalu mencarikan solusi atas persoalan yang mereka hadapi.
Kepedulian yang sungguh-sungguh dalam mencarikan solusi atas berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat akan melahirkan kreativitas ide yang didasarkan atas rasa tanggung jawab sosialnya. Nilai-nilai ini harus terus dikembangkan dalam membangun realitas masyarakat yang harmonis. Kepedulian ini akan melahirkan sikap saling membantu kebutuhan orang lain serta saling memudahkan urusan orang lain.
Masa pandemi wabah corona adalah masa sulit yang dialami masyarakat karena mereka terpaksa harus menghentikan aktifitas ekonomi dan mata pencahariannya yang tentu berdampak pada pendapatan dan penghasilan keluarga.
Dalam suasana sulit yang demikian maka jiwa saling membantu, tolong menolong hadir dalam diri manusia. Sikap yang demikian mendapatkan pujian dari Allah swt serta balasan kebaikan kelak di akhirat. Sebagaimana sabda Nabi:
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya untuk disakiti. Siapa yang membantu kebutuhan saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya. Siapa yang menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah menghilangkan satu kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat.” (Al-Bukhari).
Tentu sikap demikian harus terus dihadirkan dalam realitas keseharian untuk menciptakan kehidupan sosial yang lebih harmonis khususnya selama masa new normal ini.
Tatanan kehidupan Islami
Inilah tatanan kehidupan baru yang ditawarkan oleh Islam semenjak kehadirannya di muka bumi sebagaimana dibawa dan dicontohkan Nabi Muhammad saw.
Kehidupan yang saling peduli dan saling membantu meringankan beban orang lain sebagai suatu ciri masyarakat madani yang pernah hadir dalam sejarah kemanusiaan dan saat ini menjadi sangat relevan untuk dihadirkan kembali.
Secara implementatif, agar realitas interaksi sosial sebagaimana yang diharapkan tersebut di atas dapat terwujud, maka beberapa tindakan berikut dapat dijadikan bahan acuan untuk memperkuat rasa persaudaraan antar sesama, antara lain:
1. Merasa menjadi bagian satu tubuh (Kal Jasadil Waahid)
2. Memberitakan dan melihat sisi positif dari orang lain (Ikhbarul Hubbi)
3. Mendoakan orang lain, baik saat ada maupun tidak ada (Ad Du’a Fi Zahri Wal Ghaib)
4. Menampilkan wajah ceria pada siapa saja yang dijumpai (Ibghotul Wajhi)
5. Melakukan jabat tangan penuh kedekatan (Al Mushoffahah)
6. Banyak-banyak berkunjung atau silaturrahim pada orang lain (Az Ziarah)
7. Membiasakan untuk mengucapkan salam dan menebar keselamatan bagi orang lain (Tahni’ah)
8. Memberi perhatian dan meringankan beban orang lain (Ihtimam)
9. Memenuhi hak-hak orang lain (Haqqul Muslim), seperti mengucapkan salam, memenuhi undangan, memberi nasihat, menjenguk saat sakit, hingga mengiringi jenazahnya jika dia meninggal.
10. Membiasakan diri memberi hadiah pada orang lain (Al Hadiyah)
Jika kesepuluh tindakan ini dilakukan oleh seseorang maka pastilah kehidupan harmonis dalam masyarakat akan terwujud sehingga mampu melahirkan realitas kehidupan yang membahagiakan.
Inilah realitas masyarakat madani yang ingin ditawarkan oleh Islam sebagai sebuah tatanan kehidupan yang baru pada masa new normal.