Suaramuslim.net – Kalau kita mengira bahwa harta yang kita miliki adalah yang sekarang ada di tangan, atau dalam tabungan di bank ataupun yang kita investasikan dengan berbagai jenis berupa bangunan dan sebagainya, maka semua itu salah. Sebab harta yang sesungguhnya adalah apa yang kita belanjakan, infakkan di jalan Allah swt.
Itulah perniagaan yang tidak akan pernah ada ruginya. Perniagaan yang akan terus bertahan selamanya.
Sebagaimana firman Allah swt:
إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan salat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.” (Fatir: 29).
Memberi di jalan Allah berbeda secara logika kemanusiaan. Memberi adalah menerima. Semakin kita banyak memberi semakin banyak kita mendapat atau memperoleh.
Jika kita memberi satu maka akan tumbuh 7 butir dan pada masing-masingnya tumbuh 100, sehingga memberi 1 akan tumbuh 700 pahala kebaikan, sebagaimana firman Allah swt:
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 261).
Sementara harta yang kita makan akan berakhir sebagai kotoran, harta yang kita pegang dan kita simpan belum tentu milik kita bisa jadi ia berpindah tangan, harta yang kita investasikan juga belum tentu akan bertahan selamanya. Di saat ajal menjemput semua harta itu akan menjadi perebutan anak cucu sebagai waris, sementara kita pulang tidak membawa apa-apa hanya selembar kain kafan putih yang menutupi jasad.
Padahal, jika harta itu kita infakkan di jalan Allah, untuk membantu orang lain, membangun masid, pesantren, mendukung dakwah dan sebagainya maka akan bertahan untuk selamanya. Harta itu yang akan kita bawa hingga ke akhirat kelak yang akan mendampingi kita saat dalam kesendirian di alam kubur.
Sehingga sejatinya harta kita bukanlah pada apa yang ada di tangan kita melainkan pada apa yang telah kita keluarkan di jalan-Nya itu. Namun mengapa kita seakan begitu berat untuk menginfakkan dan membelanjakannya di jalan Allah?
Inilah sifat kemanusiaan yang harus kita pupus, sifat kikir lagi rakus. Sifat inilah yang akan menjatuhkan diri kita pada jurang kenistaan dan kerendahan derajat.
Memberi dan berinfak di jalan Allah tidaklah harus menunggu kita mempunyai harta yang banyak nan melimpah, sebab itu logika yang salah. Memberilah terlebih dahulu baru kita akan mendapat. Dengan kita memberi berarti kita sedang mengundang datangnya rezeki yang jauh lebih banyak lagi.
Demikianlah janji Allah swt, dan Allah pasti menepati janji-Nya, masalahnya adalah apakah kita bersedia yakin dengan sepenuhnya janji itu atau kita meragukannya?
10 Agustus 2020
Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net