Suaramuslim.net – Banyak umat Islam berpandangan bahwa Nabi Musa beragama Yahudi, Nabi Isa beragama Nasrani, dan Nabi Muhammad beragama Islam. Allah sendiri mengabarkan bahwa semua utusan-Nya beragama Islam.
Pandangan yang berbeda terhadap agama para Nabi inilah yang menjadi satu faktor penyebab perpecahan dan konflik, sehingga ada upaya penyatuan di antara para pemeluknya.
Untuk mempertegas bahwa agama para nabi itu sama (Islam), Allah juga menunjukkan bahwa hampir semua nabi memiliki hubungan keluarga (nasab). Mereka diutus secara bergelombang untuk mewujudkan misi tunggal, yakni menegakkan tauhid dan meninggalkan thaghut (penyembahan selain Allah).
Bukti empirik menunjukkan bahwa penolakan setiap kaum terhadap rasulnya bersumber karena para nabi mengajak penyembahan kepada Dzat yang tunggal dan meninggalkan berhala.
Islam Agama Para Nabi
Allah mengabarkan bahwa Islam sebagai agama yang diridhai dan paling benar. Allah pun menegaskan bahwa semua nabi dan rasul beragama Islam. Namun di tengah kaum muslimin terbentuk pandangan bahwa ada tiga agama yang dibawa oleh tiga nabi terkemuka, Yahudi dibawa Nabi Musa, Nasrani disampaikan oleh Nabi Isa, dan Islam diamanahkan pada Nabi Muhammad.
Pandangan kaum muslimin ini jelas bertentangan dengan penjelasan-penjelasan ayat-ayat Al-Quran yang memaparkan bahwa Yahudi dan Nasrani bukanlah agama para nabi, tetapi sebuah pemikiran menyimpang yang hendak diluruskan oleh para utusan Allah.
Allah menegaskan hal itu sebagaimana firman-Nya:
Dia (Allah) telah mensyariatkan padamu tentang agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan ketakwaan) dan janganlah kamu berpecah-belah di dalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik (untuk mengikuti) agama yang kamu serukan pada mereka. Allah memilih orang yang Dia kehendaki kepada agama tauhid dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya bagi orang yang kembali (kepada-Nya). (Asy-Syura: 13).
Allah pun menjelaskan bahwa penolakan terhadap risalah Nabi dan Rasul dipelopori oleh orang-orang musyrik. Mereka ini menolak ajakan para nabi untuk menyembah kepada Allah saja, dan menginginkan penyembahan kepada tuhan yang banyak.
Penolakan dari orang-orang musyrik inilah yang menimbulkan permusuhan dan perlawanan. Tidak sedikit di antara para nabi yang berakhir tragis, terusir atau terbunuh.
Hal ini sejalan dengan apa yang dijelaskan Allah bahwa ada sekelompok manusia yang menolak risalah yang mengajak kepada penyembahan kepada Dzat yang tunggal, sebagaimana firman-Nya:
Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah, dan jauhilah thaghut” kemudian di antara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang tetap dalam kesesatan. Maka berjalanlah kamu di bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul). (An-Nahl: 36).
Nabi dan Hubungan Nasab
Allah mengabarkan bahwa hampir semua nabi dan rasul memiliki jalur keluarga dan bersifat turun temurun. Misi setiap nabi yang tunggal itu terus menerus dilanjutkan oleh generasi berikutnya sehingga perintah untuk menyembah hanya kepada Allah (tauhid) tidak terhenti. Hal ini dijelaskan Allah sebagaimana firman-Nya:
Dan sungguh, Kami telah mengutus Nuh dan Ibrahim dan Kami berikan kenabian dan Kitab (wahyu) kepada keturunan keduanya, di antara mereka ada yang menerima petunjuk dan banyak di antara mereka yang fasik. Kemudian Kami susulkan rasul-rasul Kami mengikuti jejak mereka dan Kami susulkan (pula) Isa putra Maryam, dan Kami berikan Injil kepadanya dan Kami jadikan rasa santun dan kasih sayang dalam hati orang-orang yang mengikutinya. Mereka mengada-adakan rahbaniyyah, padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka (yang Kami wajibkan hanyalah mencari keridhaan Allah), tetapi tidak mereka pelihara dengan semestinya. Maka kepada orang-orang yang beriman Kami beri pahalanya, dan banyak di antara mereka yang fasik. (Al-Hadid: 26-27).
Di sini Allah menyebut Nabi Isa dan peneguhan jejaknya. Yang umum diketahui pasca nabi Ibrahim, para nabi yang diceritakan dalam Al-Qur’an adalah keturunan beliau, termasuk Nabi Muhammad.
Nabi Muhammad secara genetis diyakini dari jalur Nabi Ismail, dan misi yang dibawa pun sama. Bahkan perlawanan yang dihadapi Nabi Muhammad juga tidak berbeda dengan para pendahulunya. Nabi Muhammad sebagaimana pendahulunya, pernah diusir dan bahkan hampir dibunuh.
Allah pun menegaskan bahwa Islam sebagai agama tunggal dan tidak ada agama lain yang benar dan lurus jalannya. Kalau pun ada perbedaan, hanyalah menunjuk pada perbedaan karakter dan budaya. Mereka menolak misi kenabian yang dibawa para nabi, sehingga diajak untuk mengikuti millah (jalan) yang sama. Allah menegaskan hal itu sebagaimana firman-Nya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Sabi’in, siapa saja (di antara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari Akhir dan melakukan kebajikan, mereka mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (Al-Baqarah: 62).
Kalau mendasarkan ayat di atas, Ahli kitab merupakan kelompok yang sering menentang ajaran yang dibawa nabi dan rasul. Sehingga Allah menegaskan bahwa mereka semua yang tak mengikuti risalah nabi Muhammad termasuk kelompok yang sesat.
Dikatakan sesat karena tidak mendapatkan karunia dan hidayah Allah, sebagaimana firman-Nya:
Agar Ahli Kitab mengetahui bahwa sedikit pun mereka tidak akan mendapat karunia Allah (jika mereka tidak beriman kepada Muhammad), dan bahwa karunia itu ada di tangan Allah. Dia memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Al-Hadid: 29).
Allah menegaskan bahwa seluruh kelompok tidak bisa selamat, kesuali harus mengikuti jalan dan petunjuk sebagaimana yang dibawa Nabi Muhammad. Apa yang disampaikan Nabi Muhammad tidak berbeda dengan apa yang diemban oleh para nabi dan rasul sebelumnya, yakni tegaknya tauhid dan terbebas dari thaghut.
Dengan kata lain, tidak mungkin masyarakat jauh dari thaghut kecuali setelah tegaknya tauhid. Maka di sinilah tantangan yang dihadapi para nabi dan rasul ketika mengajak kaumnya untuk menjauhkan peribadatan selain kepada Allah.