Suaramuslim.net – Allah memerintahkan shalat, lengkap dengan cara melakukannya. Begitupun dengan membaca Al Quran, Allah perintahkan lengkap dengan panduan membacanya yaitu tajwid. Bagaimana hukum mempelajari tajwid? berikut ulasannya.
Tajwid secara bahasa berarti melakukan sesuatu dengan bagus dan indah. Tajwid dalam ilmu qiraah berarti mengeluarkan huruf dari tempat keluarnya sesuai dengan sifat-sifat yang dimilikinya.
Ibnu Jazari berdasar kitab An Nasyr fil Qira’at Al ‘Asyr, menjelaskan bahwa “Tajwid adalah membaca dengan membaguskan pelafalannya, yang terhindar dari keburukan pelafalan dan keburukan maknanya, serta membaca dengan maksimal tingkat kebenarannya dan kebagusannya.”
Kemudian ia menambahkan, “Maka tajwid itu merupakan penghias bacaan, yaitu dengan memberikan hak-hak, urutan dan tingkatan yang benar kepada setiap huruf, dan mengembalikan setiap huruf pada tempat keluarnya dan pada asalnya, dan menyesuaikan huruf-huruf tersebut pada setiap keadaannya, dan membenarkan lafadznya dan memperindah pelafalannya pada setiap konteks, menyempurnakan bentuknya. Tanpa berlebihan, dan tanpa meremehkan.”
Hukum Ilmu Tajwid
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin pernah ditanya, “Apakah seorang Muslim boleh membaca Al Quran tanpa berpegangan pada kaidah-kaidah tajwid?” Beliau menjawab, “Ya, itu dibolehkan. Selama tidak terjadi lahn (kesalahan bacaan) di dalamnya. Jika terjadi lahn maka wajib untuk memperbaiki lahn-nya tersebut. Adapun tajwid, hukumnya tidak wajib. Tajwid itu untuk memperbagus pelafalan saja, dan untuk memperbagus bacaan Al Quran. Tidak diragukan bahwa tajwid itu baik, dan lebih sempurna dalam membaca Al Quran. Namun kalau kita katakan ‘Barangsiapa yang tidak membaca Al Quran dengan tajwid maka berdosa‘ ini adalah perkataan yang tidak ada dalilnya. Bahkan dalil-dalil menunjukkan hal yang berseberangan dengan itu.
Al Quran diturunkan dalam 7 huruf, hingga setiap manusia membacanya dengan gaya bahasa mereka sendiri. Sampai suatu ketika, dikhawatirkan terjadi perselisihan dan persengketaan di antara kaum Muslimin, maka disatukanlah kaum Muslimin dalam satu qira’ah dengan gaya bahasa Qura’isy di zaman Amirul Mukminin Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu. Dan ini merupakan salah satu keutamaan beliau (Utsman), dan jasa beliau, serta bukti perhatian besar beliau dalam masa kekhalifahannya untuk mempersatukan umat dalam satu qira’ah. Agar tidak terjadi perselisihan di tengah umat.
Dalam Fatwa Nurun ‘alad Darbi menyimpulkan, membaca Al Quran dengan tajwid tidaklah wajib. Yang wajib adalah membaca harakat dan mengucapkan huruf sesuai yang sebagaimana mestinya. Misalnya, tidak mengganti huruf ra’ (ر) dengan lam (ل), atau huruf dzal (ذ) diganti zay (ز), atau semisal itu yang merupakan perkara yang terlarang.”
Dengan demikian, apa yang disebutkan sebagian ulama qiraat, bahwa wajib membaca Al Quran dengan tajwid, yaitu semisal wajib membaca dengan ikhfa, idgham, izhar dan lainnya, adalah hal yang kurang tepat dan membutuhkan dalil syar’i untuk mewajibkannya. Yang tepat adalah, ilmu tajwid wajib dalam kadar yang bisa menghindari seseorang dari kesalahan makna dalam bacaannya. Terdapat penjelasan yang bagus dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, “Para ulama muta’akhirin merinci antara wajib syar’i dengan wajib shina’i dalam masalah tajwid. Wajib syar’i (kewajiban yang dituntut oleh syariat) adalah yang jika meninggalkannya dapat menjerumuskan pada perubahan struktur kalimat atau makna yang rusak. Dan wajib shina’i adalah hal-hal yang diwajibkan para ulama qiraat untuk menyempurnakan kebagusan bacaan.
Maka apa yang disebutkan pada ulama qiraat dalam kitab-kitab ilmu tajwid mengenai wajibnya berbagai hukum tajwid, bukanlah demikian memahaminya. Seperti idgham, ikhfa’, dan seterusnya, ini adalah hal-hal yang tidak berdosa jika meninggalkannya menurut mereka.
Kesalahan Menilai Bacaan Al Quran
Asy Syaikh Ali Al Qari setelah beliau menjelaskan bahwa makharijul huruf berserta sifat-sifat dan hal-hal yang terkait dengannya itu adalah hal yang berpengaruh dalam bahasa arab, beliau berkata, “Hendaknya setiap orang memperhatikan semua kaidah-kaidah makharijul huruf ini. Wajib hukumnya dalam kadar yang bisa menyebabkan perubahan struktur kalimat dan kerusakan makna. Sunnah hukumnya dalam kadar yang bisa memperbagus pelafalan dan pengucapan ketika membacanya.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 10/179).
Maka tidak benar sikap sebagian orang yang menyalahkan bacaan Al Quran dari orang-orang yang belum pernah mendapatkan pelajaran tajwid yang mendalam, padahal bacaan mereka masih dalam kadar yang sudah memenuhi kadar wajib, yaitu tidak rusak makna dan susunan katanya. Bahkan sebagian orang ada yang merasa tidak sah shalat di belakang imam yang tidak membaca dengan tajwid.
Dan ada pula sebagian pengajar tajwid yang menganggap tidak sah bacaan Al Quran setiap orang yang tidak menerapkan semua kaidah-kaidah tajwid dengan sempurna. Ini adalah sikap-sikap yang kurang bijak yang disebabkan oleh kurangnya ilmu.
Kontributor: Mufatihatul Islam
Editor: Muhammad Nashir