Suaramuslim.net – Allah jalla wa ‘ala berfirman dalam surat Asy-Syura ayat 40.
وَجَزَٰٓؤُاْ سَيِّئَةٖ سَيِّئَةٞ مِّثۡلُهَاۖ فَمَنۡ عَفَا وَأَصۡلَحَ فَأَجۡرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. Barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.”
Bandingkan pula dengan firman-Nya yang lain yang memiliki makna serupa di surat An-Nahl ayat 126.
وَإِنۡ عَاقَبۡتُمۡ فَعَاقِبُواْ بِمِثۡلِ مَا عُوقِبۡتُم بِهِۦۖ وَلَئِن صَبَرۡتُمۡ لَهُوَ خَيۡرٞ لِّلصَّٰبِرِينَ
“Dan jika kalian memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.”
Makna Memaafkan
Mari kita lihat dulu definisi ‘afwu secara bahasa. ‘Afwan atau al-‘afwu adalah mashdar dari fi’il ‘afaa–ya’fu.
Dalam Lisanul Arab (15/72) disebutkan, al-‘afwu berarti memaafkan atas kesalahan (dosa) dan membebaskan hukuman atasnya.
Al Khaliil berkata, “Setiap orang yang berhak mendapatkan hukuman lalu engkau membebaskannya berarti engkau telah memaafkannya. Terkadang seseorang memberi maaf atas sesuatu dengan membebaskan. Hal tersebut hanya bagi mereka yang pantas mendapatkannya.” (Maqaabisul Lughah, 4/56).
Definisi secara istilah. Arti ‘afwan dalam Al-Qur’an memiliki banyak makna di antaranya:
- Ampunan dan permaafan (al-maghfirah wa ash-shafhah)
Allah Ta’ala berfirman di surat Ali Imran ayat 155:
إِنَّ ٱلَّذِينَ تَوَلَّوۡاْ مِنكُمۡ يَوۡمَ ٱلۡتَقَى ٱلۡجَمۡعَانِ إِنَّمَا ٱسۡتَزَلَّهُمُ ٱلشَّيۡطَٰنُ بِبَعۡضِ مَا كَسَبُواْۖ وَلَقَدۡ عَفَا ٱللَّهُ عَنۡهُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٞ
“Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antaramu pada hari bertemu dua pasukan itu, hanya saja mereka digelincirkan oleh setan, disebabkan sebagian kesalahan yang telah mereka perbuat (di masa lampau) dan sesungguhnya Allah telah memberi maaf kepada mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.”
Imam Ath-Thabari menjelaskan tentang kalimat, wa laqad ‘afaAllahu ‘anhum, “Sungguh Allah telah memaafkan hukuman dan dosa-dosa mereka kemudian Allah memberi ampunan kepada mereka.” (Tafsir Ath-Thabari).
- Pembebasan (at-tarku)
Dalam surat Al-Baqarah ayat 237 Allah Ta’ala berfirman.
وَإِن طَلَّقۡتُمُوهُنَّ مِن قَبۡلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ وَقَدۡ فَرَضۡتُمۡ لَهُنَّ فَرِيضَةٗ فَنِصۡفُ مَا فَرَضۡتُمۡ إِلَّآ أَن يَعۡفُونَ أَوۡ يَعۡفُوَاْ ٱلَّذِي بِيَدِهِۦ عُقۡدَةُ ٱلنِّكَاحِۚ وَأَن تَعۡفُوٓاْ أَقۡرَبُ لِلتَّقۡوَىٰۚ وَلَا تَنسَوُاْ ٱلۡفَضۡلَ بَيۡنَكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٌ
“Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika istri-istrimu itu membebaskan atau dibebaskan oleh orang yang ikatan nikah ada di tangannya.”
Adh-Dhahak berkomentar tentang ayat, illaa ay-ya’fuuna, “Yaitu seorang istri yang membebaskan apa yang menjadi haknya.”
Mujahid memberikan tafsir senada, “Istri membebaskan separuh mahar yang menjadi haknya.” (Tafsir Ath-Thabari).
- Jumlah yang banyak (al-kastrah)
Allah Ta’ala berfirman di surat Al-A’raf ayat 95.
ثُمَّ بَدَّلۡنَا مَكَانَ ٱلسَّيِّئَةِ ٱلۡحَسَنَةَ حَتَّىٰ عَفَواْ وَّقَالُواْ قَدۡ مَسَّ ءَابَآءَنَا ٱلضَّرَّآءُ وَٱلسَّرَّآءُ فَأَخَذۡنَٰهُم بَغۡتَةٗ وَهُمۡ لَا يَشۡعُرُونَ
“Kemudian Kami ganti kesusahan itu dengan kesenangan hingga keturunan dan harta mereka bertambah banyak.”
Pakar tafsir di kalangan sahabat, Ibnu Abbas, berkata tentang ayat, hatta ‘afauu, “Sampai jumlah mereka dan harta mereka bertambah banyak.” (Tafsir Ath-Thabari).
Ibnu Katsir berkata tentang ayat di atas, “Yaitu hingga jumlah mereka menjadi banyak serta harta dan anak-anak mereka. Disebut ‘afasy syaiu berarti jika jumlah bertambah banyak.” (Tafsir Ibnu Katsir).
- Kelebihan (al-fadhl)
Dalam surat Al-Baqarah ayat 219 Allah Ta’ala berfirman.
وَيَسَۡٔلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَۖ قُلِ ٱلۡعَفۡوَۗ
“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan.”
Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata, “Al-‘Afwu adalah kelebihan dari kebutuhan keluargamu.”
Pendapat yang sama diriwayatkan dari Ibnu Umar, Mujahid, Atha’, Ikrimah, Sa’id ibnu Jubair, Muhammad ibnu Ka’b, Al-Hasan, Qatadah, Al-Qasim, Salim, Atha Al-Khurrasani, dan Ar-Rabi’ Ibnu Anas serta lain-lainnya. Mereka mengatakan al-‘afwu di sini berarti kelebihan (sisa dari yang diperlukan). (Tafsir Ibnu Katsir).
Adakah dalil meminta maaf?
Ada sih, cuma ketemu satu dan itu terkait dengan hadis muflis.
“Orang yang pernah menzalimi saudaranya dalam hal apapun, maka hari ini ia wajib meminta perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya, sebelum datang hari di mana tidak ada ada dinar dan dirham. Karena jika orang tersebut memiliki amal haleh, amalnya tersebut akan dikurangi untuk melunasi kezalimannya. Namun jika ia tidak memiliki amal saleh, maka ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari orang yang ia zalimi.” (Al-Bukhari No. 2449).
Namun di dalam Al-Qur’an tidak ada, kenapa ya?
Karena meminta maaf itu mesti dilakukan, tidak perlu disuruh, meminta maaf itu hal mudah dilakukan karena perasaan bersalah.
Yang berat itu adalah memberi maaf, sehingga di dalam Al-Qur’an banyak ayat yang memerintahkannya.
Begitu beratnya memberi maaf sehingga syariat membolehkan seorang yang dizalimi untuk tidak memberikan maaf, sekalipun hal tersebut bukanlah akhlak yang mulia.
Al-Qur’an, memberikan alternatif bagi yang terzalimi, apakah tidak memaafkan, atau memaafkan, atau berbuat baik kepada yang menzaliminya. Atau kalau alternatif itu nggak bisa dilakukan, ya jangan membalas melampau batas sehingga sampai tingkat menzalimi.
Jika kita dizalimi
Mari kita lihat kembali ayat di atas.
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. Barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (Asy-Syura: 40).
Dari ayat tersebut bisa dipahami, jika kita dizalimi ada beberapa hal yang boleh dilakukan;
- Membalas setimpal (tidak memaafkannya)
- Memberinya maaf, dengan meniadakan sanksi hukum dan moral
- Berbuat kebaikan kepadanya dengan melupakan kesalahannya
Kalau tidak bisa semua poin itu, jangan sampai berbuat zalim kepadanya yang melampaui kezalimannya.
Agar mudah memaafkan
Memaafkan itu memang berat tapi kalau melihat hal di bawah ini insya Allah ringan untuk melangkah ke sana.
- Yakinilah semua orang bisa salah termasuk kita yang sekarang terzalimi
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Setiap anak Adam sering melakukan dosa dan sebaik-baiknya orang yang melakukan dosa adalah orang-orang yang bertaubat.” (Ibnu Majah No. 4251).
Maka jika Anda susah memaafkan orang, berempatilah jika Anda juga pada posisi itu.
- Yakinilah engkau akan tambah mulia
Memaafkan bukan bertambah hina. Rasulullah bersabda.
“Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat rendah diri karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya.” (Muslim).
- Percayalah maafmu dapat mendatangkan maaf-Nya (Allah)
Sesuatu yang indah di batin seseorang itu jika ia mendapatkan maaf atas kesalahannya dari Zat Yang Maha Agung.
Begitu agungnya anugerah maaf Allah, sampai ketika Sayidah Aisyah menanyakan apa yang harus diminta ketika bertemu dengam lailatul qadar kepada Allah, Nabi Muhammad menjawab dengan makna mintalah maaf-Nya.
Seolah tidak ada yang lebih penting dalam hidup ini kecuali mendapatkan maaf-Nya. Doa ini pun terkenal seperti diriwayatkan Aisyah.
Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni
“Ya Allah, Engkau Maha Memberikan Maaf dan Engkau suka memberikan maaf, karenanya maafkanlah aku.” (At-Tirmidzi No. 3513 dan Ibnu Majah No. 3850).
Bagaimana agar kita selalu mendapatkan maaf-Nya yang merupakan anugerah luar biasa? Maka jawabannya adalah sebagai berikut.
Maafkan saudaramu yang telah menyakiti hidupmu maka Yang Maha Pemaaf yaitu Allah akan memafkan semua kesalahan dan dosa dalam hidupmu.
Lihatlah kasus, Abu Bakar dengan Misthoh, Sayidina Abu Bakar berkenan memaafkan kesalahan saudaranya itu demi mendapatkan maafnya Allah. Kisah ini diabadikan di surat An-Nur ayat 22.
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabatnya, orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Seolah Allah berkata kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq, “Maukah engkau mendapatkan maaf-Ku? Maka maafkan kesalahan Misthoh saudaramu.” Sayidina Abu Bakar pun dengan sigap seolah berkata, “Mau ya Allah.”
So… Selamat menjadi pribadi agung, yaitu pemaaf. Pribadi yang hampir punah, agar mendapatkan maaf-Nya.
Wallahu a’lam