Suaramuslim.net – Iduladha 1442 H kali ini berjuta rasanya. Akhir-akhir ini kabar duka dari teman maupun saudara silih berganti kita terima. Tentunya tidak mudah bagi kita menerima hal tersebut. Namun, kita sebagai hamba tetap harus memelihara husnudzon terhadap apa yang telah Allah beri.
“Bahwa apa yang menimpa diri kita sekarang adalah skenario terbaik Allah untuk kita. Maka, segala yang terjadi harus kita bingkai dengan kalimat tahmid. Karena hanya rasa syukur yang bisa kita jadikan kekuatan agar tidak mudah mengeluh dan menyalahkan keadaan yang terjadi,” ujar Ustadzah Siti Fauziah, M.Si dalam program Mozaik Suara Muslim Radio Network, Senin (19/7/21).
Di masa seperti ini, jika kita kaitkan dengan rasa pengorbanan, sebenarnya kepedulian kita sedang diuji. Allah mempunyai cara agar kita selalu beramal. Salah satunya dengan Allah hadirkan orang yang membutuhkan di hadapan kita.
“Apakah kita sebagai hamba memilki empati bila melihat saudara yang sedang diberi ujian, ataukah sibuk dengan masalahnya sendiri,” ungkap founder dari Opend Mind Coaching & Consulting ini.
Setidaknya bila kita tidak memiliki rezeki lebih, imbuhnya, kita bisa mendoakannya, bisa menanyakan kabar, atau memberi motivasi. Karena itu juga bagian dari bagaimana kita menguatkan ukhuwah di masa yang sulit ini.
Sejatinya ketangguhan itu terwujud bila kita bisa memberi manfaat untuk sekitar. Kalau kita kembali ke sejarah qurban, kita bisa belajar banyak dari ketangguhan bunda Hajar.
Beliau berikhtiar mencari air sambil terus berdoa kepada Allah. Kita bisa mengambil pelajaran bahwa kita tidak bisa hanya meminta kepada Allah tanpa adanya usaha.
“Allah memerintahkan kita sebagai hamba-Nya yang tangguh untuk berikhtar lebih dulu, kemudian bertawakal setelahnya,” tutur Edu-parenting coach ini.
Kita bisa belajar definisi ketangguhan sosok mulimah dari para sahabiyah di zaman Nabi. Di balik kelembutan mereka, terdapat ketangguhan yang luar biasa.
“Bisa kita lihat betapa tangguhnya bunda Khadijah yang setia menemani Nabi dalam mendakwahkan Islam,” imbuhnya.
Tidak heran bila kata ibu disebutkan tiga kali sebelum ayah dalam urutan bakti anak, dan di hadis lain disebut bahwa surga anak berada di “bawah telapak kaki ibu.”
Ini bukan berarti menyingkirkan peran suami, tapi menunjukkan bahwa ketangguhan seorang muslimah sangat penting agar bisa berada di garda terdepan mendampingi suami, dan menjadi contoh teladan yang baik bagi anak-anaknya.
Ketangguhan itu beriringan dengan penerimaan. Penerimaan itu bagian dari bagaimana kita meyakini kehendak Allah. Ketika apa yang kita harapkan tidak tercapai, di situlah ketangguhan kita diuji.
“Bagaimana kita sebagai hamba harus bisa ikhlas, yakin bahwa takdir Allah yang terbaik untuk kita. Kemudian bangkit kembali untuk menuju yang lebih baik lagi,” pungkasnya.