Banyak dicari, bagaimana kehalalan vaksin Pfizer dan Moderna?

JAKARTA (Suaramuslim.net) – Saat ini MUI sudah melakukan sertifikasi halal pada tiga produk vaksin Covid-19 yaitu vaksin Sinovac, vaksin AstraZeneca, dan vaksin Sinopharm.

Untuk Sinovac, MUI menetapkan bahwa vaksin ini halal. Sedangkan untuk vaksin AstraZeneca dan Sinopharm, MUI menetapkan bahwa keduanya adalah haram.

Disarikan dari Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2021 tentang Hukum Penggunaan Vaksin Covid-19 Produk AstraZeneca, MUI menetapkan ketidakhalalan vaksin Covid-19 produk AstraZeneca bukan karena mengandung unsur babi, tetapi keharaman karena dalam tahapan proses produksinya memanfaatkan tripsin yang berasal dari babi.

Vaksin ini dalam proses produksinya memanfaatkan bahan turunan dari babi yaitu pada tahap penyiapan inang virus ini terdapat penggunaan bahan dari babi berupa tripsin yang berasal dari pankreas babi. Bahan ini digunakan untuk memisahkan sel inang dari microcarriernya

Pada tahap penyiapan bibit vaksin rekombinan (research virus seed) hingga siap digunakan untuk produksi terdapat penggunaan tripsin dari babi sebagai salah satu komponen pada media yang digunakan untuk menumbuhkan E.coli dengan tujuan meregenerasi transfeksi plasmid p5713 p-DEST ChAdOx1 nCov-19.

Dalam menetapkan status kehalalan produk obat-obatan dan vaksin MUI memegang prinsip bahwa setiap produk yang memanfaatkan bahan dari unsur babi, maka tidak disertifikasi halal. Meskipun pada produk akhir dari obat atau vaksin tersebut unsur babinya tidak terdeteksi.

Namun demikian penggunaan keduanya (AstraZeneca dan Sinopharm) dibolehkan, karena kondisi yang mendesak, adanya risiko fatal jika tidak dilakukan vaksinasi, ketersediaan vaksin Covid-19 yang halal tidak mencukupi, serta sulitnya mendapatkan dosis vaksin Covid-19.

“Sedangkan untuk vaksin Pfizer saat ini sedang dikaji MUI dan dalam waktu dekat segera akan difatwakan,” ujar Tim Salam MUI, Senin (22/8/21).

Seperti dilansir laman mui.or.id, MUI dalam menetapkan fatwa produk halal berdasarkan pada tiga hal yaitu pertama bahan, baik bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong harus halal.

Kedua, proses produksi halal harus dijamin tidak terkontaminasi dengan najis.

Ketiga, adanya sistem dalam perusahan yang menjamin kehalalan mulai dari hulu sampai hilir.

Vaksin-vaksin yang sudah difatwakan dan akan difatwakan adalah hasil diplomasi dan kerja sama bilateral antara pemerintah Indonesia dengan negara asal produsen vaksin. Dengan skema kerja sama bilateral ini, pemerintah diberikan akses dengan perusahaan untuk proses audit sertifikasi halal.

Sedangkan vaksin Moderna didapatkan pemerintah melalui jalur multilateral. Vaksin ini didapat secara gratis dengan fasilitas Covax/Gavi. Skemanya adalah WHO mendapatkan vaksin dari perusahaan vaksin, kemudian WHO membagikan vaksin tersebut ke negara-negara yang tergabung dalam Covac tersebut.

Dengan skema multilateral ini, untuk proses sertifikasi halal agak rumit dan panjang alurnya, karena pemerintah tidak punya akses langsung dengan perusahaan vaksin. Sehingga MUI pun tidak dapat mengakses data-data tentang bahan, proses produksi vaksin yang dapat dijadikan dasar dalam penetapan fatwa atas kehalalan produk vaksin Moderna.

Sumber: mui.or.id

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.