SURABAYA (suaramuslim.net) – Rapat Koordinasi Zakat Nasional (Rakornas) ditutup Kamis (5/10) malam, agenda ini diharapkan bisa memacu dan memicu kebangkitan zakat di negeri ini.
Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bambang Sudibyo mengungkapkan, tantangan terbesar Baznas adalah meningkatkan pengumpulan zakat nasional. Tantangan lain yang dihadapi Baznas antara lain memperluas objek zakat, termasuk zakat badan, zakat saham, zakat deposito, zakat hasil tambang, dan objek zakat kontekstual lainnya.
Oleh karena itu, dalam Rakornas 2017, Baznas mendorong peningkatan koordinasi pengelolaan zakat nasional untuk mencapai kemajuan gerakan zakat.
Bambang mengakui, persoalan sinergi dan koordinasi pendistribusian dan pendayagunaan zakat dengan program-program pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah masih menjadi tugas yang belum dituntaskan oleh badan yang dibentuk pada 2001 itu.
Sebagai respon untuk terselenggaranya Rakornas 2017, Suara Muslim Radio Network menyajikan program Ranah Publik (06/10) dengan tema “Tantangan Pengelolaan Zakat”. Hadir sebagai narasumber Dr. Tika Widiastuti, S.E., M.Si dosen Ekonomi Syariah FEB Unair Surabaya dan Ust. Muhammad Yunus, S.I.P., M.Pd.I anggota MUI Jatim.
Tika mengatakan, tantangan pertama pengelolaan zakat di Indonesia adalah potensi zakat dengan jumlah ratusan triliun rupiah dan realisasi pengumpulan zakat yang masih rendah, meskipun mengalami tren lebih baik dari sebelumnya. Hal ini sebanding dengan performa Baznas yang baik, namun masih terdapat kesenjangan yang besar. Selain itu, Tika menyinggung kajian yang menyebutkan, dari total zakat yang dikumpulkan tahun 2017 yaitu 5,12 triliun rupiah, baru 6% saja atau sebagian kecil muzakki yang sadar untuk menzakatkannya ke lembaga zakat. Hal ini menjadi fokus ataupun tugas mereka bagaimana meningkatkan awareness (kesadaran membayar zakat) dari masyarakat yang rendah.
Tantangan kedua adalah trust atau kepercayaan yang harus ditingkatkan. Hal ini bisa ditingkatkan dengan penerapan dan sentuhan teknologi. Menurut Tika, di luar negeri, untuk berzakat ataupun berdonasi, masyarakat sudah dimanjakan dengan teknologi aplikasi dan website.
Tika melanjutkan, trust, awareness, ataupun knowledge terkait zakat hanyalah permasalahan secara personal dari masyarakat. Yang terpenting adalah melihat dari sisi kelembagaannya. pengumpul zakat memiliki banyak PR yang harus diselesaikan ataupun dibenahi. Isu sinergi, baik sinergi program untuk jangka panjang ataupun sinergi informasi dalam jangka pendek. Sinergi informasi bisa dibenahi dengan membentuk sistem informasi muzakki atau SIM, sehingga bisa diketahui maupun diakses oleh seluruh lembaga zakat. Dalam sinergi program bisa dibantu dari adanya grup Whatsapp dari berbagai lembaga maupun organisasi zakat di Indonesia, sehingga program dari masing-masing lembaga bisa saling bersinergi, bukan tumpang tindih.
Hal paling penting lainnya adalah terkait pemberdayaan zakat. Karena dari jumlah pengumpulan zakat yang sedikit sekali, sehingga kesulitan untuk diberdayakan. Dari total zakat saja, hanya bisa menutup kebutuhan fakir miskin sebesar 2,7%.
Tika melihat zakat dari sisi instrumen ekonomi, dalam hal makro, meski perekonomian mulai meningkat pertumbuhannya, namun jumlah fakir miskin juga ikut meningkat, sehingga bisa dikatakan pertumbuhan ekonomi belum bisa menyejahterakan masyarakat, dan menimbulkan ketimpangan. Agar bisa menghapus kemiskinan, dibutuhkan zakat.
Sementara itu, Ustadz Yunus mengatakan bahwa penghimpunan zakat saat ini sudah lebih baik dari sebelumnya. Dari tahun 2016 sebesar 2,6 triliun rupiah, meningkat sebanyak 5,12 triliun rupiah pada tahun ini, dan lebih menggembirakan karena pertumbuhannya sudah melebihi target, dengan target awal pertumbuhan hanya 25%. Namun, masih sedikit dari jumlah total potensi zakat yang ada mencapai sekitar dua ratus triliun. Tugas lembaga zakat saat ini adalah bagaimana bisa menghimpun, kemudian dimanfaatkan, dan diberikan kepada masyarakat secara langsung.
Menanggapi usulan pengelolaan zakat seperti pajak, Ust. Yunus menyebut zakat merupakan urusan keagamaan, memiliki ciri khas yang berbeda dengan pajak. Pajak bisa dilakukan untuk membiayai banyak hal, namun zakat hanya bisa membiayai secara terbatas karena adanya unsur golongan penerima, sehingga perlu mekanisme khusus dan pengelolaan yang profesional, agar zakat tidak keluar penggunaannya dari koridor syariah.
Kesadaran masyarakat, menurut Ustadz Yunus, selain masyarakat awam, ataupun masyarakat di perkotaan, untuk berzakat juga masih rendah. Pemahaman masyarakat masih sebatas pada zakat fitrah. Perlunya langkah-langkah dari pemerintah, akademisi, ataupun ulama, untuk memberikan kesadaran terkait zakat, sehingga potensi zakat bisa dihimpun secara maksimal. Zakat lainnya yang bisa digali potensinya untuk menyadarkan masyarakat seperti zakat harrta, zakat untuk gaji, zakat untuk logam mulia, zakat terkait pertanian, dll. Selain itu, pemanfaatan teknologi juga dapat membantu dalam penghimpunan zakat.
Reporter : Vicio Rizky
Editor : Muhammad Nashir