Suaramuslim.net – Setiap pagi, selepas menunaikan ibadah Subuh dan menenangkan hati dengan tartil Al-Qur’an, saya berusaha istiqamah berjalan pagi. Bukan semata demi kesehatan jasmani, tapi juga ikhtiar menjaga kejernihan ruhani.
Dalam langkah-langkah ringan itu, saya sering menjadikan waktu pagi sebagai ruang tafakkur, merenungkan kebesaran Allah, menata niat, dan menyapa bisikan-bisikan hati yang sering terabaikan di tengah hiruk-pikuk dunia.
Pagi tadi, di sela udara yang sejuk dan zikir yang mengalir, muncul sebuah renungan sederhana: betapa indahnya Allah menciptakan manusia dengan berbagai alat dan kebebasan untuk memilih. Allah telah menganugerahkan huruf-huruf kehidupan kepada kita. Tinggal bagaimana kita menyusunnya menjadi kata yang bermakna.
Saya bayangkan: seandainya kepada anak-anak kecil di Taman Kanak-kanak atau Sekolah Dasar diberikan lima huruf “A, A, R, M, H” lalu mereka diminta menyusunnya menjadi kata, tentu akan muncul beragam kata. Bisa “MARAH, HARAM, RAMAH, MAHAR,” dan seterusnya. Huruf-hurufnya sama, bahan dasarnya identik, tetapi maknanya bisa berlawanan.
Dari bahan yang sama, bisa lahir dua kata yang saling bertolak belakang: marah dan ramah. Dari huruf yang sama pula, bisa lahir kata haram atau rahmah. Maka sesungguhnya, perbedaan hasil itu bukan karena bahan dasarnya, tetapi karena bagaimana manusia memilih dan menyusunnya.
Begitulah kehidupan ini. Allah memberikan kepada manusia perangkat yang sama, yaitu: “akal, hati, waktu, dan kesempatan.” Tetapi hasil akhirnya berbeda-beda. Ada yang menyusun hidupnya menjadi keindahan dan kebaikan, ada pula yang merangkainya menjadi kebencian dan kerusakan. Semua tergantung pada pilihan.
Allah berfirman dalam Surah Asy-Syams [91]: 7–10:
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَاۖ فَاَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَتَقْوٰىهَاۗ قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكّٰىهَاۙ وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسّٰىهَا
“Dan demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepadanya (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya.”
Ayat ini menegaskan bahwa Allah telah meletakkan potensi ganda dalam diri manusia. Ada jalan fujur (kefasikan) dan ada jalan takwa. Tetapi keputusan akhir selalu ada di tangan manusia: ingin menjadi sumber rahmah atau sumber marah, ingin berjalan di jalan terang atau jalan gelap.
Itulah hakikat kebebasan manusia yang sesungguhnya. Kita tidak bisa memilih dari rahim ibu mana kita dilahirkan, tapi kita bisa memilih untuk apa kita hidup. Kita tidak bisa memilih huruf-huruf kehidupan yang kita dapat, tapi kita bisa memilih kata dan makna yang ingin kita hasilkan.
Kecerdasan manusia adalah anugerah, tapi sekaligus ujian. Sama seperti pisau, ia bisa menjadi alat masak yang berguna, atau alat melukai yang berbahaya. Begitu pula akal dan pengetahuan. Bisa menjadi jalan rahmat bila digunakan untuk kebaikan, atau menjadi jalan laknat bila disalahgunakan untuk kesombongan.
Dalam setiap langkah jalan-jalan di pagi hari, saya sering berbisik kepada diri sendiri: jangan sampai huruf-huruf hidup ini tersusun menjadi kata yang keliru. Jangan sampai “marah” lebih sering muncul daripada “ramah”, atau “haram” lebih sering dipilih daripada “rahmah”. Karena hidup sejatinya adalah rangkaian pilihan kecil yang akhirnya membentuk kata besar bernama nasib.
Hidup bukan tentang apa yang kita miliki, tetapi tentang bagaimana kita menyusun apa yang kita miliki. Semua orang memiliki huruf yang sama, waktu yang sama, tenaga yang sama, akal yang sama, dan hati yang sama. Tetapi hasilnya bisa berbeda tergantung niat dan amalnya.
Maka, mari kita belajar dari anak-anak yang bermain huruf itu. Allah telah memberi kita potensi yang sama. Tinggal bagaimana kita merangkainya menjadi kata yang membawa cahaya, bukan gelap; menebar rahmah, bukan marah.
Sebab pada akhirnya, hidup ini hanyalah kalimat panjang yang sedang kita tulis dengan tinta amal dan pilihan kita sendiri. Dan semoga ketika kalimat itu selesai kita susun, ia berbunyi indah di hadapan Allah, yaitu: kalimat yang penuh rahmat, bukan marah; kalimat yang membawa makna, bukan sia-sia.
“Huruf-huruf kehidupan kita sama, tetapi kata yang kita bentuk, akan menentukan ke mana jiwa ini bermuara.”
Ulul Albab
Ketua ICMI Orwil Jawa Timur
Kabid Litbang DPP Amphuri

