Suaramuslim.net – Tahukah Anda bahwa menentukan jenis haji saat berihram adalah sunnah? Karena ada beragam jenis haji yang ada. Jika demikian, sebaiknya kita mengetahui macam-macam haji. Berikut penjelasannya.
Meskipun diperbolehkan untuk mengganti niat haji saat berihram, pengetahuan mengenai macam-macam haji tetap saja diperlukan. Menentukan jenis haji adalah sunnah. Namun, Jika telah melakukan ihram tanpa menentukan satu dari tiga cara ini ihramnya sah, demikian juga hajinya jika melakukan satu dari tiga cara di atas.
Diperbolehkan bagi orang yang telah berniat tamattu’ berpindah ke qiran, sebagaimana bagi ifrad pindah ke qiran, diperbolehkan pula bagi yang telah berniat qiran untuk berpindah ke ifrad sebelum tawaf. Dan berikut ini akan dijelaskan tiga macam cara itu dengan singkat.
Haji Ifrad (mendahulukan Haji daripada Umroh)
Haji ini yaitu ketika seorang berniat melakukan haji saja tanpa umroh pada bulan-bulan haji, dengan kata lain melaksanakan secara terpisah atau sendiri-sendiri dengan melaksanakan ibadah haji dilakukan terlebih dahulu, selanjutnya melakukan umroh dalam satu musim haji.
Setiba di Makkah, melakukan tawaf qudum (tawaf di awal kedatangan di Makkah), kemudian shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim. Setelah itu bersa’i di antara Shafa dan Marwah untuk hajinya tersebut (tanpa bertahallul), kemudian menetapkan diri dalam kondisi berihram, tidak halal baginya melakukan hal-hal yang diharamkan ketika ihram, jadi dia tetap dalam keadaan ihram hingga datang masa tahallulnya pada tanggal 10 Dzulhijjah.
Untuk haji Ifrad ini, tidak ada kewajiban menyembelih hewan kurban. Apabila ibadah haji sudah selesai, maka orang tersebut mengenakan ihram kembali untuk melaksanakan umrah. Rincian pelaksanaan yang pertama adalah ihram dari miqat untuk haji, kedua Ihram lagi dari miqat untuk umrah dan ketiga tidak membayar dam disunahkan tawaf qudum.
Haji Tamattu’ (Umrah Terlebih Dahulu Dilanjutkan Haji)
Yaitu seorang berihram untuk melaksanakan umrah pada bulan-bulan haji (Syawal, Dzulqa’dah, 10 hari pertama dari Dzulhijjah), memasuki kota Makkah lalu menyelesaikan umrahnya dengan melaksanakan thawaf umrah, sa’i umrah kemudian bertahallul dari ihramnya dengan memotong pendek atau mencukur rambut kepalanya, lalu dia tetap dalam kondisi halal (tidak ber-ihram) hingga datangnya hari Tarwiyah, yaitu tanggal 8 Dzulhijjah.
Pada hari tarwiyah (tanggal 8 Dzulhijjah) berihram kembali dari Makkah untuk menunaikan hajinya hingga sempurna. Bagi yang berhaji tamattu’, wajib baginya menyembelih hewan kurban (seekor kambing/sepertujuh dari sapi/sepertujuh dari unta) pada tanggal 10 Dzulhijjah atau di hari-hari tasyriq (tanggal 11,12,13 Dzulhijjah). Bila tidak mampu menyembelih, maka wajib berpuasa 10 hari; 3 hari di waktu haji (boleh dilakukan di hari tasyriq).
Namun yang lebih utama dilakukan sebelum tanggal 9 Dzulhijjah (hari Arafah) dan 7 hari setelah pulang ke kampung halamannya. Banyak jama’ah yang memilih haji tamattu’ karena relatif terlebih mudah karena selesai tawaf dan sai langsung tahallul agar terbebas dari larangan selama ihram.
Adapun pelaksanaanya adalah Ihram dari miqat untuk umroh kemudian Ihram lagi dari miqat untuk haji dan membayar dam.
Haji Qiran (Melaksanakan Haji Sekaligus Umrah)
Yaitu seorang berniat haji dan umroh secara bersama-sama pada bulan-bulan haji dengan kata lain berihram untuk menunaikan umrah dan haji sekaligus, dan menetapkan diri dalam keadaan berihram (tidak bertahallul) hingga tanggal 10 Dzulhijjah. Dia berihram untuk umrah, lalu ber-ihram untuk haji sebelum memulai tawaf-nya (untuk dikerjakan sekaligus bersama umrahnya). Kemudian memasuki kota Makkah dan melakukan tawaf qudum (tawaf di awal kedatangan di Makkah), lalu shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim.
Setelah itu bersa’i di antara Shafa dan Marwah untuk umrah dan hajinya sekaligus dengan satu sa’i (tanpa bertahallul), kemudian masih dalam kondisi berihram dan tidak halal baginya melakukan hal-hal yang diharamkan ketika ihram hingga datang masa tahallulnya di tanggal 10 Dzulhijjah). Untuk haji qiran ini, wajib menyembelih hewan kurban (seekor kambing, sepertujuh dari sapi, atau sepertujuh dari unta) pada tanggal 10 Dzulhijjah atau di hari-hari tasyriq (tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah).
Bila tidak mampu menyembelih, maka wajib berpuasa 10 hari; 3 hari di waktu haji (boleh dilakukan di hari tasyriq, namun yang lebih utama dilakukan sebelum tanggal 9 Dzulhijjah/hari Arafah) dan 7 hari setelah pulang ke kampung halamannya. Dengan cara ini, berarti seluruh pekerjaan umrahnya sudah tercakup dalam pekerjaan haji.
Kontributor: Mufatihatul Islam
Editor: Muhammad Nashir