Suaramuslim.net – Ketika banyak harta hanya dimonopoli oleh segelintir orang atau kelompok tertentu dalam sebuah masyarakat maka akan lahir ketimpangan ekonomi yang berimbas pada masyarakat tersebut. Di sisi lain yang kaya bisa berbuat apa saja dengan hartanya, di sisi lain banyak anggota masyarakat yang tidak memiliki harta karena tidak ada pekerjaan yang mereka dapatkan. Oleh karenanya, salah satu untuk mengatasi kesenjangan ekonomi adalah dengan zakat.
Sejarah telah merekam bagaimana zakat mampu meningkatkan ekonomi dan mensejahterakan umat sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan para penerus-penerusnya di zaman keemasan Islam. Bahkan sampai pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, saking jayanya masa pemerintahannya, ia pernah memerintahkan seseorang untuk menyeru tiap harinya. “Dimana orang-orang miskin? Dimana orang-orang terlilit hutang? Dan dimana orang yang ingin nikah?” Agar mereka mendapatkan hak zakat (Yusuf Qardhawi, Daur al-Zakah fi ‘Ilaj al-Musykilat al-Iqtishadiyah. Beirut: Dar al-Shuruq. 27).
Dalam studi Firdaus, Beik, Irawan dan Juanda (2012) dinyatakan bahwa rata-rata besaran potensi zakat yang dikeluarkan setiap rumah tangga, bervariasi di setiap provinsi mulai dari angka Rp 1,4 juta per rumah tangga per tahun hingga Rp 2 juta per rumah tangga per tahun. Jika misalkan rata-rata zakatnya mencapai angka Rp 1,5 juta per rumah tangga per tahun, atau sekitar Rp 125 ribu per rumah tangga per bulan, maka jika 20 persen saja rumah tangga muslim berzakat dengan angka tersebut, akan didapat zakat sebesar Rp 20,1 triliun per tahun. Jika angka Rp 125 ribu per bulan ini dinaikkan saja dua kali lipat menjadi Rp 250 ribu per bulan, maka zakat yang dihimpun dapat mencapai angka Rp 40,2 triliun per tahun. Ini baru 20 persen rumah tangga, bagaimana jika 50 persen? Tentu nilai yang dihasilkan akan lebih besar lagi.
Demikian pula dengan potensi wakaf, baik wakaf asset maupun wakaf uang. Jika 20 persen rumah tangga muslim mau berwakaf uang sebesar Rp 100 ribu per bulan, maka nilai wakaf uang yang terhimpun bisa mencapai angka Rp 16,08 triliun per tahun. Bagaimana jika 50 persen atau bahkan dua per tiga rumah tangga muslim mau berwakaf uang? Tentu angka yang dihasilkan akan lebih fantastis lagi. Dengan kata lain, sesungguhnya umat ini memiliki potensi yang sangat besar untuk membangkitkan kekuatan perekonomian bangsa.
Jika ditambah dengan zakat perniagaan, pertanian, peternakan serta zakat emas dan perak, juga infak, sedekah, kafarat, fidyah, wakaf dan lain-lainnya, maka umat Islam memiliki potensi dana yang sangat besar, dan dapat digunakan untuk membantu umat Islam yang kurang mampu secara optimal. Sehingga kebutuhan dasar umat Islam dapat terpenuhi secara layak dan baik. (sumber: Fiqh Zakat Keuangan Kontemporer, Divisi Publikasi dan Jaringan PUSKAS Baznas, 2017, hlm. 56-58).
Penulis: Oki Aryono