Suaramuslim.net – Umumnya, kekuasaan merupakan hal yang diinginkan. Jika perlu, seseorang akan menyiapkan berbagai strategi untuk mendapatkannya. Namun berbeda dengan Abdurrahman bin Auf.
Teori Maslow dalam zaman modern ini, mengatakan bahwa alat untuk memiliki kekuasaan yang merupakan puncak eksistensi diri seolah tak terbantahkan bagi orang yang rakus akan kekuasaan. Teori itu dapat terbantahkan oleh seorang sahabat Rasulullah, Abdurrahman bin Auf.
Teori Maslow terpatahkan oleh Abdurrahman bin Auf, karena dengan kekayaan melimpah ia malah mengelak untuk menjadi seorang penguasa bergensi. Saat itu, Khalifah Umar memilih enam orang yang diberi tanggungjawab untuk menggantikan dirinya pada akhir hayatnya.
Dan, banyak sahabat berpendapat bahwa Abdurrahman bin Auf adalah orang yang tepat mengisi pos Khalifah. Abdurrahman menolak keras usulan itu, katanya, “Demi Allah, daripada aku menerima jabatan tersebut, lebih baik kalian menusukkan pisau di leherku dari satu sisi hingga tembus di sisi lainnya.”
Akhirnya sebelum enam orang pilihan Umar sebagai sahabat terbaik penggantinya, Abdurrahman lebih dulu mengundurkan diri sebagai calon, dan pemilihan dilakukan untuk satu dari lima calon tersisa.
Sikap zuhudnya ini justru menjadikan ia sebagai sahabat paling layak menunjuk pengganti Umar, di mata lima sahabat tersisa yang punya hak pilih. Berkata Ali, “Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda bahwa engkau adalah orang yang terpercaya oleh penduduk langit dan dipercaya oleh penduduk bumi.” Akhirnya, Abdurrahman bin Auf memilih Utsman bin Affan untuk menjadi khalifah setelah wafatnya Umar bin Khattab dan disetujui lima sahabat lainnya.
Abdurrahman bin Auf Tinggalkan Segalanya Demi Agama Allah
Abdurrahman bin Auf adalah tipe orang yang berhijrah, ia termasuk kelompok delapan orang pertama yang masuk Islam. Ia juga tergolong sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira oleh Rasulullah masuk surga dan termasuk enam orang sahabat yang bermusyawarah dalam pemilihan khalifah setelah Umar bin Al-Khathab. Di samping itu, ia adalah seorang mufti yang dipercayai Rasulullah berfatwa di Madinah selama beliau masih hidup.
Pada masa Jahiliyah, ia dikenal dengan nama Abd Amr. Setelah masuk Islam, Rasulullah memanggilnya Abdurrahman bin Auf. Ia memeluk Islam sebelum Rasulullah menjadikan rumah Al-Arqam sebagai pusat dakwah. Ia mendapatkan hidayah dari Allah subhanahu wa ta’ala dua hari setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq memeluk Islam. Seperti kaum Muslimin yang pertama-tama masuk Islam lainnya, Abdurrahman bin Auf tidak luput dari penyiksaan dan tekanan dari kaum kafir Quraisy. Namun ia tetap sabar dan tabah.
Abdurrahman turut hijrah ke Habasyah bersama kawan-kawan seiman untuk menyelamatkan diri dan agama dari tekanan Quraisy.
Tak hanya itu, Abdurrahman bin Auf juga meninggalkan segala-galanya demi mendapat agama Allah, yang ternyata Allah balas dengan kesuksesan dunia-akhirat. Muhajir sukses adalah yang hijrah secara totalitas, meninggalkan jahiliyah, kemusyrikan, khurafat, kebiadaban, demi meraih kemuliaan dalam agama.
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaii wa sallam dan para sahabat diizinkan Allah hijrah ke Madinah, Abdurrahman menjadi pelopor kaum Muslimin. Di kota yang dulu bernama Yastrib ini, Rasulullah mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan Anshar. Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa’ad bin Rabi Al-Anshari.
Kepercayaan Rasulullah kepadanya tak hanya itu saja, setelah Rasulullah wafat, Abdurrahman bin Auf bertugas menjaga kesejahteraan dan keselamatan Ummahatul Mukminin (para istri Rasulullah). Dia bertanggung jawab memenuhi segala kebutuhan mereka dan mengadakan pengawalan bagi ibu-ibu mulia itu bila mereka bepergian.
Abdurrahman bin Auf adalah tipologi manusia hijrah dambaan umat. Sukses bisnis, sukses membela agama, sukses berinfak, sukses menjaga kehalalan usaha, sukses menggenggam dunia dengan menolak jabatan, hingga sukses menjadi primadona manusia tampan, kaya-raya, masuk surga.
Reporter: Mufatihatul Islam
Editor: Muhammad Nashir