Suaramuslim.net – Allah berfirman dalam surat Al Hajj ayat 32,
ذَٰلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.”
Diksi الشَّعَائرُ ‘sya’aair’ (syiar-syiar) adalah bentuk plural dari شَعِيرَةٍ ‘sya’iirah’ (syiar) artinya العلامة ‘al-‘alaamah ‘ (tanda/alamat). Segala sesuatu yang dijadikan sebagai tanda dari sekian tanda-tanda ketaatan kepada Allah adalah merupakan syiar-syiar Allah.
Ulama menjelaskan ada empat macam jenis syiar dalam Islam, yaitu berkaitan dengan ibadah, berkaitan dengan tempat, berkaitan dengan binatang (hadyu/qurban) dan yang berkaitan dengan waktu.
Terkait waktu ini dalam satu tahun ada enam bulan yang mulia. Empat bulan mulia karena mengangkat kearifan lokal sebagai tradisi lama, ini diabadikan oleh Allah dalam Surat At Taubah ayat 36;
اِنّ عِدّة الشهور عند الله اْثنَا عشرَ شهرً فى كتاب الله يومَ خلق السماواتِ و الارضَ منها اَربعةٌ حُرٌمٌ ذلك الدين القيم فلا تظلموا فيهنّ انفسَكم… ( التوبة ٣٦ )
“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ada 12 bulan, di antaranya ada empat bulan yang suci (haram), itulah agama yang lurus, maka jangan berlaku zalim pada diri kalian di bulan tersebut.”
Ada satu bulan mulia karena adanya lailatul qodar dan puasa yaitu Ramadhan, diabadikan di Al Baqarah ayat 185;
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
Adapula satu bulan lainnya yaitu Sya’ban karena di dalamnya banyak kejadian yang penuh kenangan yang membuat Nabi Muhammad memiliki ikatan emosional dengan bulan tersebut. Dan begitu senangnya sehingga Nabi Muhammad berusaha untuk meramaikan bulan tersebut dan menjadikan bulan tersebut miliknya.
Apa saja kejadian yang membuat Nabi Muhammad kagum dan memiliki hubungan emosional dengan bulan Sya’ban?
Ayat puasa Ramadhan diturunkan di bulan Sya’ban. Tepatnya tanggal 2 Sya’ban tahun kedua Hijriyyah. Yaitu surat Al Baqarah ayat 183-185.
Dalam Islam puasa pertama kali yang wajib itu adalah puasa Asyura yang terjadi di bulan Muharram tahun kedua Hijriyah. Namun kemudian kewajiban itu dihapus dan digantikan dengan kewajiban puasa sebulan penuh di Ramadhan. Ini membuat Islam memiliki puasa yang khusus dan spesial. Inilah yang membuat Nabi bergembira dengan bulan Sya’ban, ada kenangan yang indah.
Turunnya ayat pengalihan arah kiblat yaitu Al Baqarah ayat 144 pada tanggal 15 Sya’ban tahun kedua Hijriyah.
Ayat terkait perubahan arah kiblat ini sangat ditunggu oleh Nabi Muhammad sehingga bulan Sya’ban sangatlah berkesan bagi Nabi.
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
“Sungguh Kami melihat wajahmu kerap menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkanmu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.”
Turunnya ayat perintah shalawat kepada Nabi Muhammad di bulan Sya’ban juga (tidak diketahui tanggalnya) tapi menurut ulama di antaranya Ibnu Hajar al Asqolani di tahun kedua Hijriyah.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sungguh Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, shalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
Di bulan Sya’ban itu juga dilaporkannya amal-amal shaleh kita
Dari Usamah bin Zaid, beliau bertanya:
ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“Wahai Rasulullah, saya belum pernah melihat Anda berpuasa dalam satu bulan sebagaimana Anda berpuasa di bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ini adalah bulan yang sering dilalaikan banyak orang, bulan antara Rajab dan Ramadhan. Ini adalah bulan di mana amal-amal diangkat menuju Rab semesta alam. Dan saya ingin ketika amal saya diangkat, saya dalam kondisi berpuasa.” (Riwayat An Nasa’I dan Ahmad).
Nisfu Sya’ban
Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إن الله ليطلع ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن
“Sesungguhnya Allah melihat pada malam pertengahan Sya’ban. Maka Dia mengampuni semua makhluk-Nya, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (Riwayat Ibnu Majah dan Ath Thabrani).
Karena itu perbanyak istighfar dan amal sholeh di malam tersebut. Malam Nishfu Sya’ban adalah pertengahan bulan Sya’ban, yaitu tanggal 14 malam 15 Sya’ban.
Apakah harus kumpul di malam Nisfu Sya’ban?
Para tabi’in dari kalangan penduduk negeri Syam mengagungkan malam Nishfu Sya’ban dan bersungguh-sungguh dalam beribadah pada malam itu, seperti Khalid bin Ma’dan, Makhul Asy-Syami dan Luqman bin Amir rahimahumullah.
Bahkan mereka menganjurkan menghidupkan malam Nishfu Sya’ban secara berjama’ah di masjid-masjid dengan mengenakan pakaian terbaik, memakai parfum, memakai celak, dan shalat pada malam itu.
Al-Imam Al-Auza’i rahimahullah seorang tabi’in yang juga merupakan imam besar penduduk negeri Syam tidak menyukai berkumpul di masjid-masjid pada malam Nishfu Sya’ban untuk beribadah, berkisah dan berdoa. Beliau lebih cenderung untuk menghidupkan malam itu dengan beribadah sendiri-sendiri, tidak berjama’ah.
Para tabi’in dari kalangan penduduk Hijaz (Mekkah dan Madinah) seperti Atho’, Ibnu Abi Mulaikah, Abdurrahman bin Zaid bin Aslam rahimahumullah berpendapat bahwa menghidupkan malam Nishfu Sya’ban secara khusus untuk beribadah adalah bid’ah.
So.. ini adalah ikhtilaf di kalangan ulama.
Wallohu A’lam
M Junaidi Sahal
Disampaikan di Radio Suara Muslim Surabaya
6 Februari 2025/7 Syaban 1446 H