Ada dimensi Allah dalam peristiwa Isra Mi’raj

Ada dimensi Allah dalam peristiwa Isra Mi’raj

Artikel ini disarikan dari program Motivasi Al-Qur'an yang mengudara setiap Kamis 05.00-06.00 WIB di Suara Muslim Radio Network.

Suaramuslim.net – Ada ungkapan yang sering kita dengar di pesantren, yaitu “Anta turid, wa ana urid wallohu fa’aalun limaa yuriid.” Ungkapan ini berdasar dari spirit firman Allah Q.S. Hud 107:

خَٰلِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلۡأَرۡضُ إِلَّا مَا شَآءَ رَبُّكَۚ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٞ لِّمَا يُرِيد

“Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.”

Ayat itu memberikan sebuah motivasi bahwa Allah lah yang Maha Berkehendak. Kalau Allah yang berkeinginan melakukan sesuatu pastilah terjadi sekalipun akal manusia belum bisa menjangkaunya.

Demikian pula dengan yang terkait perjalanan “tidak masuk akal” Isra Mi’raj Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, jika hanya menggunakan dimensi akal. Namun jika melihat dimensi Allah yang Fa’aalun Lima yuriid, maka hal itu pasti dapat diterima oleh akal yang beriman.

Coba perhatikan dan renungi firman Allah yang selalu menjadi favorit untuk diulang kajiannya, yaitu Q.S. Al Isra ayat 1.

سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلٗا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِي بَٰرَكۡنَا حَوۡلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنۡ ءَايَٰتِنَآۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ

“Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Jika memahami ayat ini dengan Hud ayat 107 tadi, maka akan melihat ada dimensi Allah yang bermain dalam perjalanan itu. Penjelasannya sebagai berikut.

Mestinya tidak perlu ada debat yang berkepanjangan dalam melihat Isra Mi’raj Nabi Muhammad. Kalau kita melihat pada petunjuk di huruf ‘ba’ di ayat itu dan tiadanya lafzul jalalah Allah.

Huruf ‘ba’ pada kalimat ‘bi ‘abdihi’ masuk kategori huruf ilshoq (menempel) yang memberikan makna kebersamaan.

Misal ketika kita berucap basmalah saat melakukan aktivitas apapun, maka seolah kita membersamai aktivitas kita dengan ‘ismillah’ (nama Allah). Sehingga aktivitas kita jadi berkah.

Demikian pula ketika melihat Isra Mi’raj di ayat tersebut, bahwa perjalanan Nabi Muhammad dengan jarak dan kecepatan yang unlimited, namun ada percepatan yang unlimited juga, sudah pasti hal itu terjadi karena bersama kekuasaan Allah.

Hal itu bisa dilihat dari huruf ‘bi’ pada bi’abdihi.

Seperti seekor semut Surabaya yang menempel dan berada di tas kresek di dalam mobil dan kebawa hingga naik pesawat sampai ke Jakarta, maka setelah 2 jam perjalanan dan sampai di Jakarta ia keluar dari tas kresek itu.

Si semut itu ketemu semut Jakarta. Semut Jakarta bertanya asalnya, dia jawab dari Surabaya 2 jam yang lalu. Maka bisa dipastikan semut Jakarta tidak akan percaya itu.

Kenapa? Karena semut Jakarta masih menggunakan dimensi semut bukan dimensi manusia. Demikian pula dengan peristiwa Isra Mi’raj, jika dipahami dengan dimensi Allah pastilah yakin dan beriman dengan peristiwa itu.

Itu pula alasan kenapa tidak ditemukan lafzul jalalah (Allah) pada kalimat subhaanalladzi, kenapa? Untuk membuktikan bahwa perjalanan itu hanya Dia yang bisa, karena itu tanpa disebutpun, manusia sudah pasti berpikir kepada Allah. Karena hanya Allah yang memiliki kekuatan melakukan itu semua.

Sehingga dari kedua petunjuk itu kita harus memahami perjalanan tersebut terjadi bersama dimensi Allah, bukan bersama dimensi manusia.

Maka, jika dalam hidup ini selalu mengedepankan dimensi Allah sudah pasti akan ada percepatan pula sehingga semua urusan jadi mudah. Bukan berarti terlarang penggunaan dimensi manusia, karena penting juga hal itu sebagai bentuk ikhtiar. Tapi dasari dimensi manusia itu dengan dimensi Allah yaitu tawakal kepada-Nya.

Bukankah Allah telah menjaminnya dalam firman-Nya di surat At Thalaq ayat 3?

“Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”

So… Pelajaran terindah dari perjalanan Nabi Muhammad ketika Isra Mi’raj adalah kalau ingin ada percepatan dalam urusan hidup kita maka gunakanlah dimensi Allah. Bagaimana caranya?

Melakukan akselerasi dengan dimensi Allah

Lanjutan Al Isra ayat 1 itu adalah berbicara rute perjalanan Nabi Muhammad dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha.

Maknanya ketika perjalanan hidup kita menemukan banyak kesulitan, ada percepatan solusi yang bisa kita raih dengan menggunakan dimensi Allah. Caranya yaitu:

1. Warnai hidup ini dengan ritme dari masjid ke masjid

Hidup akan mulia kalau hati selalu ingat dengan masjid baik dari aspek membangun masjid secara fisik atau meramaikan masjid dengan selalu ibadah di dalamnya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tujuh golongan yang akan Allah naungi pada hari tiada naungan selain naungan Allah, di antaranya yaitu seorang yang terikat (hatinya) dengan masjid ketika ia keluar hingga ia kembali ke masjid.” (Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Jangan hanya ingat masjid di saat mau kencing aja. “Sesungguhya masjid-masjid ini tidak pantas digunakan untuk tempat kencing dan berak, tetapi ia (dibangun) untuk dzikrullah, shalat dan membaca Al-Qur’an.” (Hadis riwayat Muslim).

So… Ingat masjid dengan selalu ibadah di dalamnya akan juga membuat percepatan dalam penyelesaian masalah.

Sayyidina Abu Darda berkata, “Jika terjadi angin topan, Rasulullah akan bergegas masuk ke masjid dan tidak akan keluar dari masjid sebelum angin reda.”

2. Dari masjid ke masjid juga memiliki makna bahwa hidup itu dari shalat ke shalat

Hidup 24 jam harus dimulai dari shalat Subuh dan diakhiri dengan shalat Isya sebelum tidur lagi. Shalat dapat membuat percepatan dalam menyelesaikan masalah.

“Apabila Rasulullah menemui suatu kesulitan, maka beliau bergegas mengerjakan shalat.” (Ahmad, Abu Dawud, dari Kitab Durrul Mantsur).

Itulah cara Allah menjadikan shalat sebagai media mendatangkan pertolongan-Nya. Lihat surat Al-Baqarah ayat 45.

وَٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ

“Carilah pertolongan Allah dengan sabar dan shalat.”

Itulah makna dimensi Allah untuk mendapatkan percepatan dalam menghadapi persolan hidup, belajar dari pelajaran Isra Mi’raj Nabi Muhammad. Wallahu A’lam.

M. Junaidi Sahal
Talkshow Motivasi Al-Qur’an
Radio Suara Muslim Surabaya
24 Februari 2022/23 Rajab 1443

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment