Suaramuslim.net – Nabi Muhammad SAW banyak mengalami kesedihan- kesedihan, mengalami banyak musibah dan cobaan. Dan harus berpisah dengan banyak orang yang dicintainya. Bagaimana kesedihan Nabi dan bagaimana Nabi mengelola kesedihannya? Dan bagaimana Nabi memperlakukan orang yang bersedih?
Pada hakikatnya Nabi adalah orang yang selalu berada dalam kesedihan. Meski demikian beliau bisa menampakkan keceriaan di hadapan sahabat-sahabatnya. Beliau selalu bersedih karena beliau selalu memikirkan nasib umatnya, menginginkan kebaikan pada umatnya tetapi umatnya malah lari dari kebaikan karena kebodohan, karena ketidaktahuan mereka. Mereka belum sadar bahwa ajaran Islam membawa kebaikan dunia dan akhirat.
Suatu kali ketika Nabi sedang duduk, melintaslah di depannya iring-iringan jenazah orang yahudi, beliau menangis melihat hal itu, satu manusia meninggal tidak dalam keadaan beriman, maka Nabi menangis. Nabi sedih karena satu manusia harus masuk neraka.
Nabi adalah manusia yang paling sering berpisah dengan orang yang dicintainya, berpisah dengan ayah, ibu dan kakeknya, berpisah dengan Khadijah, kekasih dan penolong sekaligus penyokong dakwahnya. Berpisah dengan pamannya Abu Tholib penjaganya, sekaligus paman yang melindungi dakwahnya. Khodijah dan Abu Tholib meninggal di tahun yang sama maka tahun ini dinamakan tahun kesedihan.
Nabi juga bersedih dengan kematian putra-putrinya, Qosim, Abdullah, Ibrahim, Zainab, Ruqoyyah dan Ummu Kulthum. Mereka semua terkena penyakit dan meninggal maka nabi mengubur mereka dengan tangan beliau sendiri.
Ketika Ibrahim yang masih balita meninggal nabi SAW menangis, air matanya meleleh. Melihat hal ini seorang bertanya “Ya Rasul, Engkau juga bisa Menangis?” Nabi menjawab “Sesungguhnya mata menangis, hati bersedih, meski begitu kami tidak mengatakan kecuali apa yang membuat Allah ridho, meski kami bersedih dengan meninggalnya Ibrahim”.
Adapun sikap Nabi terhadap orang yang bersedih adalah, beliau selalu menolongnya, menghiburnya meski yang bersedih adalah anak-anak. Suatu ketika, Seorang anak bernama Abu Umair terlihat bersedih. Beliau pun bertanya, “Kenapa Abu Umair bersedih?”
Orang-orang menjawab, “Burungnya mati.”
Mendengar jawaban itu, Rasulullah SAW menghampiri Abu Umair dan bertanya padanya, “Abu Umair, ada apa dengan burung kecilmu?” Beliau duduk di samping Abu Umair, bergurau dan berusaha menghiburnya.” (HR Ahmad)
Nabi mengajari kita ketika bersedih untuk mengembalikan segala sesuatu kepada Allah, Nabi mengajari kita bagaimana kesedihan menjadi ibadah dan perpahala. Seperti dalam al-Quran “ dan berikan kabar gembira kepada orang yang bersabar, yaitu mereka yang apabila terkena musibah mereka berkata ‘Inna lillaahi wainna ilaihi roojiun‘ (sesungguhnya kami milik Allah, dan sungguh kepada-Nyalah kami akan kembali)”
Apabila Nabi sangat bersedih maka beliau mengusap wajah dan janggutnya, sambil mengatakan Hasbiyallah wanikmal wakil ( cukuplah bagiku Allah, Dialah sebaik-baik penolong).
Baginda berkata kepada Ummu Salamah ketika suaminya meninggal “Ummu Salamah, katakanlah: Ya Allah berilah aku pahala karena musibahku, dan berilah aku yang lebih baik darinya.”
Dalam pandangan Ummu Salamah tidak ada yang lebih baik dari suaminya kecuali Rasulullah. Kemudian Allah menjadikan Ummu Salama sebagai salah satu istri nabi Muhammad SAW.
Kesedihan bisa mendatangkan pahala jika kita tetap terhubung dengan Allah dan Rasulullah.
Ya Allah limpahkanlah rahmat dan shalawatmu kepada nabi Muhammad SAW.