Ade Armando: antara liberalisasi dan pengkerdilan Islam

Ade Armando: antara liberalisasi dan pengkerdilan Islam

Penjelasan Tentang Fatwa Pluralisme, Liberalisme, dan Sekularisme Agama
Tipografi sekularisme dan liberalisme. (Ils: Scroll.in)

Suaramuslim.net – Kegaduhan kembali muncul setelah Ade Armando menyatakan bahwa shalat lima waktu tidak ada dalam Al-Qur’an. Pernyataan ini bukan hanya menimbulkan kegaduhan, tetapi membuat umat Islam tersulut marah.

Dosen komunikasi Universitas Indonesia (UI) ini dinilai bukan hanya tidak kontributif pada Islam, tetapi justru mendegradasi ajaran Islam. Kalau kita mau kritis, lontaran pikiran itu menunjukkan kedangkalan wawasan terhadap agamanya sendiri.

Nabi Muhammad sendiri sebagai panutan umat Islam telah memberi contoh terbaik dalam melaksanakan perintah shalat, dan itu dilakukan lima waktu.

Pernyataan terbaru Ade semakin memperkuat adanya upaya liberalisasi Islam. Dengan menyodorkan pentingnya adaptasi Islam terhadap masyarakat, bukan sebaliknya agar masyarakat yang harus mengikuti ajaran Islam. Ujung dari semua ini sebagai upaya untuk mengkerdilkan Islam.

Gagasan adaptasi hukum Islam

Bukan Ade kalau tidak menciptakan kegaduhan. Lontaran opini terbarunya membuat banyak umat Islam kaget dan menyulut emosi umat Islam marah.

Dia menyatakan bahwa perintah shalat lima waktu tidak ada di dalam Al-Qur’an.

“Saya sih shalat lima waktu walaupun saya tahu sebenarnya di dalam Al-Qur’an tidak ada perintah shalat lima waktu. Coba saja baca Al-Qur’an, Anda tidak akan menemukan ayat yang mengatakan shalat itu harus dilakukan lima kali sehari,” seperti dikutip dari kanal YouTube CokroTV, Senin (1/11/2021).

Dia menegaskan bahwa sejumlah ayat yang ada di dalam kitab suci umat Islam itu hanya berisi perintah shalat tanpa menyebut secara spesifik anjuran untuk melaksanakannya lima kali dalam sehari.

Bahkan dia menguatkan pandangannya bahwa memang ada hadis yang secara khusus menyebutkan perintah shalat berdasarkan waktu. Tapi menurutnya, hadis itu hanya memerintahkan untuk shalat tiga waktu saja.

Dia beragumentasi bahwa tidak ada hukum dan aturan Tuhan yang bisa diberlakukan dengan cara yang sama di sepanjang waktu.

Menurutnya, konteks abad Arab ke-7 jauh berbeda dari kondisi Indonesia saat ini. Aturan-aturan dalam Al-Qur’an banyak sekali yang harus disesuaikan dengan kondisi kita saat ini.

Setidaknya ada tiga pernyataan Ade yang menciptakan kegaduhan.

Pertama, di dalam Al-Qur’an tidak ada perintah eksplisit melaksanakan shalat lima waktu. Nabi Muhammad sebagai rasul yang membimbing dan memerintahkan umatnya untuk menegakkan shalat sebanyak lima waktu, dan hal itu beliau lakukan hingga akhir hayatnya.

Kedua, tidak ada hukum dan aturan Tuhan yang diberlakukan sepanjang waktu. Nabi Muhammad merupakan teladan dalam melaksanakan perintah Allah, dan tidak terucap satu pun kata untuk mengubah atau menyesuaikan hukum Islam ketika ingin diterapkan di tengah kaum muslimin.

Ketiga, konteks abad Arab abad ke-7 jauh berbeda dengan kondisi Indonesia saat ini, sehingga aturan dalam Al-Qur’an harus disesuaikan. Nabi Muhammad mengajarkan kepada umatnya untuk melaksanakan nilai-nilai Islam secara bertahap, gradual, dan berujung diterapkan Islam secara sempurna (kaaffah).

Liberalisasi Islam dan kegaduhan

Pernyataan Ade Armando bahwa shalat lima waktu tidak termaktub secara eksplisit di dalam Al-Qur’an, jelas menunjukkan kedangkalannya tentang Islam. Hal ini bisa dilihat dari beberapa sisi.

Pertama, Nabi Muhammad sebagai teladan dalam menerapkan syariat.

Umat Islam dalam melaksanakan perintah Allah selalu merujuk kepada beliau. Muhammad bin Abdillah merupakan sosok agung bukan hanya menerima tafsir atas perintah Allah, tetapi memberi contoh empirik dalam melaksanakan perintah-Nya.

Perintah menegakkan shalat bersifat umum, sebagaimana perintah membayar zakat, atau melaksanakan ibadah haji. Artinya, perintah itu bersifat umum, dan teknis pelaksanaan serta rincian perintahnya dicontohkan nabi secara gamblang. Para sahabat saat itu melihat dan mempraktikkannya hingga terwariskan dari generasi ke generasi.

Kedua, tidak ada hukum dan aturan Tuhan yang diberlakukan sepanjang waktu.

Dalam sejarah, Nabi Muhammad memperjuangkan tegaknya syariat Islam dipenuhi dengan keringat dan darah. Semua itu dalam rangka tegaknya syariat Islam. Nabi dan para sahabatnya tidak pernah putus asa dalam memperjuangkan tegaknya syariat Islam, sehingga Islam pun tersebar di seluruh dunia.

Ketiga, konteks abad Arab abad ke-7 jauh berbeda dengan kondisi Indonesia saat ini, sehingga aturan dalam Al-Qur’an harus disesuaikan.

Pernyataan ini merupakan bentuk pemaksaan untuk mengubah ajaran. Kalau zaman Nabi, ucapan untuk menyesuaikan atau mengganti syariat ini dilontarkan orang kafir Quraisy.

Permintaan untuk mengubah ayat karena apa yang disampaikan nabi bertentangan dengan tradisi saat itu. Alih-alih mengubah syariat, Nabi Muhammad justru pasang badan dan siap perang, guna terlaksananya syariat Islam secara utuh (kaaffah).

Apa yang dilontarkan Ade tidaklah berbeda dengan ucapan orang kafir, ketika meminta Nabi Muhammad untuk mengubah ajaran yang didakwahkannya. Orang-orang kafir meminta agar Islam tidak diterapkan secara utuh karena bertentangan dan berbeda dengan tradisi dan keadaan masyarakat Quraisy saat itu.

Masyarakat Quraisy sangat kuat menyembah berhala, sehingga amat keberatan ketika diajak untuk meninggalkannya. Allah mengabadikan upaya-upaya sistematis orang kafir Quraisy agar Nabi Muhammad mau melunak guna mengubah dan menyesuaikan ajarannya di tengah masyarakat.

Adapun narasi Al-Qur’an sebagaimana firman Allah:

“Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah (mengikuti) apa yang diturunkan Allah dan (mengikuti) Rasul.” Mereka menjawab, “Cukuplah bagi kami apa yang kami dapati nenek moyang kami (mengerjakannya).” Apakah (mereka akan mengikuti) juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?” (Al-Maidah: 104)

Upaya orang Quraisy untuk membujuk nabi dengan kompensasi harta, wanita, kedudukan. Semua itu sebagai upaya untuk melunakkan hati nabi agar mau berkompromi dan menyesuaikan hukum Islam dengan masyarakat setempat.

Apa yang dilontarkan Ade tidak berbeda dengan apa yang disampaikan orang Quraisy agar Islam menyesuaikan dengan masyarakat, dan itu berujung untuk mengkerdilan Islam.

Sementara Islam akan jaya apabila umatnya berani dan teguh menegakkan Islam secara konsisten dan disertai keteguhan hati.

Surabaya, 7 Nopember 2021

Dr. Slamet Muliono R.
Wakil Dekan III Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
UIN Sunan Ampel Surabaya (2018-2022)
Opini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan, dapat memberikan hak jawabnya. Redaksi Suara Muslim akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment