Agar Mudik Bernilai Spiritual bagi Anak

Agar Mudik Bernilai Spiritual bagi Anak

Agar Mudik Bernilai Spiritual bagi Anak

Suaramuslim.net – Alhamdulillah, sebentar lagi lebaran. Saatnya pulang kampung. Ehm, sesuatu yang ditunggu-tunggu. Anak-anak pun menantikan hal itu. Mudik menjadi perjalanan seru bagi mereka. Namun, seru saja tak cukup. Sudah selayaknya, orang tua bisa mengemas mudik agar bernilai spiritual bagi anak. Bagaimana caranya? Berikut ulasannya.

Tak Sekedar Keluar Rumah

Mudik biasanya membutuhkan perjalanan yang tidak sebentar. Sebelum melangkahkan kaki keluar rumah untuk mudik, biasakan anak berdoa memohon perlindungan kepada Allah selama mudik. Bertawakkal kepada-Nya. Tunjukkan kepada anak bahwa peristiwa tidak menyenangkan selama perjalanan bisa saja terjadi. Maka mendahului perjalanan dengan berdoa adalah musti dilakukan. Doa keluar rumah berikut ini bisa dilantunkan bersama-sama.

بِسْمِ اللَّهِ ، تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ ، وَلا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّه

“Bismilaahi tawakkaltu ‘alallahi wa laa hawla wa laa quwwata illaa billaahi”

Artinya :
Dengan menyebut nama Allah, aku menyerahkan diriku pada Allah dan tidak ada daya dan kekuatan selain dengan Allah saja.

Memahami Makna Hidup

“Wow, seru! Jalannya nanjak! Wah, kali ini mau turun. Hiyaaaaaa!”

Kalimat heboh seperti di atas sering kali terucap anak ketika mendapati jalan naik dan jalan turun. Sepertinya itu adalah hal yang sangat menyenangkan bagi mereka. Iya, kalau jalan datar saja kan dah biasa. Tetapi sering kali orang tua lengah tidak memberikan makna apa dibalik jalan naik dan jalan turun itu.

Bukankah semestinya ketika berjalan menanjak seorang muslim mengatakan “Allahu Akbar” dan tatkala mendapati jalan yang turun mengucapkan “Subhanallah”? Agar perjalanan lebih bermakna, anak lebih mengenal Allah, orang tua bisa lho mengaitkan kondisi perjalanan seperti itu dengan bagaimana hidup.

Allahu akbar ketika manusia dalam hidupnya berada di jalan yang naik lantas sanggup di atas. Kenikmatan melimpah, hidup hampir tidak ada kekurangan. Mengajarkan kepada manusia bahwa seharusnya syukur itu ada.

Dan subhanallah manakala manusia berada di jalan hidup yang menurun hingga akhirnya membawanya ke bawah. Ada kesulitan, ada keterseokan menjalani kehidupan. Mengajarkan kepada manusia bahwa sabar semestinya senantiasa menjadi senjata. Lalu naik dan turun lagi. Demikian seterusnya. Allah sangat berkehendak terhadap makhluk-Nya. Ehm, anak akan mendapatkan insight, bukan?

Lelah yang Lillah

Mudik memang menyenangkan, namun jika ditelisik lebih jauh, mudik adalah suatu perjalanan yang melelahkan. Bahkan sebelum peristiwa mudik itu sendiri, adakalanya lelah itu ada. Berebut mencari tiket, aduhai rasanya. Ceritakan kepada anak hal seperti ini. Bahwa ada perjuangan untuk mencapai sesuatu. Sama halnya jika anak ingin ke surga, berdiam diri tanpa usaha bukanlah jalannya.

Pun ketika perjalanan mudik itu sendiri. Lelah itu ada. Kondisi tak enak pun tampak dan dirasa. Tak nyaman bukan anak tidur di kendaraan? Seempuk apapun kursinya tak bisa mengalahkan empuknya kasur di kamar sendiri. Belum soal susahnya buang air kecil dan buang air besar. Adakalanya sering ditahan-tahan karena mencari toilet yang nyaman. Makan pun tak seenak makan di rumah. Bahkan untuk urusan kebersihan badan, pemudik harus rela bajunya seharian bahkan lebih melekat di badan tanpa diganti. Bingung mau mandi di mana tanpa gangguan.

Ya, perjalanan itu azab. Demikian inti dari hadits Rasulullah. Kelelahan adalah azab. Maka sayang sekali jika lelah dan ketidaknyamanan selama mudik tidak dibingkai dengan tujuan lillah. Memahamkan hal ini kepada anak akan membuka mata mereka bahwa azab yang lebih berat ada di akhirat kelak. Itu sangat bergantung kepada tujuan hidup manusia.

Allah, Tuhan Semesta Alam

Dalam perjalanan mudik, biasanya terjadi antara 2 hal, anak tidur sepanjang perjalanan atau anak sangat menikmati perjalanan dengan mata tak berhenti memandang sekitar. Badan di dekat jendela, mata mengamati suasana di luar kendaraan.

Tampak anak kadang heboh lihat sawah membentang kehijauan, sekawanan burung terbang, awan menggumpal-gumpal, pepohonan berjajar rindang bergoyang. Ah, dan masih banyak lagi. Dan orang tua hanya diam. Oh, sayang sekali. Coba mudik kali ini gali tentang kehebatan Allah terhadap alam ini,

“Enak ya di dekat jendela, angin semilir. Siapakah yang menciptakan angin?”

“Kok awan bisa melayang-layang ya di langit, gimana tuh caranya? Siapa yang menggerakkannya?”

“Kok padi tumbuhnya rata-rata tingginya sama ya? Bagaimana bisa? Siapa yang menumbuhkan?”

Dan lain sebagainya. Makin sering diajak diskusi sepanjang jalan tentang alam, maka cinta kepada Allah semakin mendalam.

“Yeah, sudah sampai rumah nenek dan kakek!” Demikian teriak anak begitu sampai di kampung.

Bahagia sekali. Dan kebahagiaan itu makin bertambah ketika sepanjang perjalanan yang diingat anak tidak hanya indahnya kampung, keseruan bermain bersama nenek kakek, melainkan ada Allah yang teringat sepanjang perjalanan mudik mereka.

Mudik yang bernilai spiritual akan menambah spirit baru bagi anak untuk melakukan mudik kembali tahun depan. Bahkan dalam aktivitas keseharian mereka. Allah saja, Allah terus, dan Allah lagi senantiasa dalam jiwa mereka.

Kontributor: Henny Puspitarini*
Editor: Oki Aryono

*Pegiat Fun Shiroh Anak

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment