Suaramuslim.net – Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI menetapkan fatwa tentang Akad Tabarru’ untuk asuransi syariah sebagai pedoman bagi umat Islam, sebagai berikut.
Mengingat
- Firman Allah SWT
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar. (An-Nisa: 2).
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (An-Nisa: 9).
Hai orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Hasyr: 18).
- Firman Allah SWT tentang prinsip-prinsip bermuamalah, baik yang harus dilaksanakan maupun dihindari, antara lain:
Hai orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. (Al-Maidah: 1).
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (An-Nisa: 58).
Hai orang yang beriman! Janganlah kalian memakan (mengambil) harta orang lain secara batil, kecuali jika berupa perdagangan yang dilandasi atas sukarela di antara kalian. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu. (An-Nisa: 29).
- Firman Allah SWT tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (Al-Maidah: 2).
- Hadis-Hadis Nabi
Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya. (Muslim dari Abu Hurairah).
Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang, saling mengasihi dan mencintai bagaikan tubuh (yang satu); jika satu bagian menderita sakit maka bagian lain akan turut menderita. (Muslim dari Nu’man bin Basyir).
Seorang mukmin dengan mukmin yang lain ibarat sebuah bangunan, satu bagian menguatkan bagian yang lain. (Muslim dari Abu Musa al-Asy’ari).
Barang siapa mengurus anak yatim yang memiliki harta, hendaklah ia perniagakan, dan janganlah membiarkannya (tanpa diperniagakan) hingga habis oleh sedekah (zakat dan nafakah). (At-Tirmizi).
Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. (At-Tirmizi dari ‘Amr bin ‘Auf).
Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain. (Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin Shamit).
- Kaidah Fikih
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
“Segala mudharat harus dihindarkan sedapat mungkin.”
“Segala mudharat (bahaya) harus dihilangkan.”
Memperhatikan
- Pendapat ulama
Sejumlah dana (premi) yang diberikan oleh peserta asuransi adalah tabarru’ (amal kebajikan) dari peserta kepada (melalui) perusahaan yang digunakan untuk membantu peserta yang memerlukan berdasarkan ketentuan yang telah disepakati; dan perusahaan memberikannya (kepada peserta) sebagai tabarru’ atau hibah murni tanpa imbalan. (Wahbah al-Zuhaili, al-Mu’amalat al-Maliyyah al-Mu’ashirah, [Dimasyq: Dar al-Fikr, 2002], h. 287).
Analisis fikih terhadap kewajiban (peserta) untuk memberikan tabarru’ secara bergantian dalam akad asuransi ta’awuni adalah “kaidah tentang kewajiban untuk memberikan tabarru” dalam mazhab Malik. (Mushthafa Zarqa’, Nizham al-Ta’min, h. 58-59; Ahmad Sa’id Syaraf al-Din, ‘Uqud al-Ta’min wa ‘Uqud Dhaman al-Istitsmar, h. 244-147; dan Sa’di Abu Jaib, al-Ta’min bain al-Hazhr wa al-Ibahah, h. 53).
Hubungan hukum yang timbul antara para peserta asuransi sebagai akibat akad ta’min jama’i (asuransi kolektif) adalah akad tabarru’; setiap peserta adalah pemberi dana tabarru’ kepada peserta lain yang terkena musibah berupa ganti rugi (bantuan, klaim) yang menjadi haknya; dan pada saat yang sama ia pun berhak menerima dana tabarru’ ketika terkena musibah. (Ahmad Salim Milhim, al-Ta’min al-Islami, h, 83).
- Hasil Lokakarya Asuransi Syariah DSN-MUI dengan Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia tanggal 7-8 Jumadi al-Ula 1426 H/14-15 Juni 2005 M.
- Pendapat dan saran peserta Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional pada 23 Shafar 1427/23 Maret 2006.
Menetapkan Fatwa tentang Akad Tabarru’ pada Asuransi Syariah
Pertama: Ketentuan Umum
Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan:
- Asuransi adalah asuransi jiwa, asuransi kerugian dan reasuransi syariah.
- Peserta adalah peserta asuransi (pemegang polis) atau perusahaan asuransi dalam reasuransi syariah.
Kedua: Ketentuan Hukum
- Akad Tabarru’ merupakan akad yang harus melekat pada semua produk asuransi.
- Akad Tabarru’ pada asuransi adalah semua bentuk akad yang dilakukan antar peserta pemegang polis.
Ketiga: Ketentuan Akad
- Akad Tabarru’ pada asuransi adalah akad yang dilakukan dalam bentuk hibah dengan tujuan kebajikan dan tolong menolong antar peserta, bukan untuk tujuan komersial.
- Dalam akad Tabarru’ harus disebutkan sekurang-kurangnya:
- Hak & kewajiban masing-masing peserta secara individu;
- Hak & kewajiban antara peserta secara individu dalam akun tabarru’ selaku peserta dalam arti badan/kelompok;
- Cara dan waktu pembayaran premi dan klaim;
- Syarat-syarat lain yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.
Keempat: Kedudukan Para Pihak dalam Akad Tabarru’
- Dalam akad Tabarru’ peserta memberikan dana hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta atau peserta lain yang tertimpa musibah.
- Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak menerima dana tabarru’ (mu’amman/mutabarra’ lahu) dan secara kolektif selaku penanggung (mu’ammin/mutabarri’).
- Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana hibah, atas dasar akad Wakalah dari para peserta selain pengelolaan investasi.
Kelima: Pengelolaan
- Pembukuan dana Tabarru’ harus terpisah dari dana lainnya.
- Hasil investasi dari dana tabarru’ menjadi hak kolektif peserta dan dibukukan dalam akun tabarru’.
- Dari hasil investasi, perusahaan asuransi dapat memperoleh bagi hasil berdasarkan akad Mudharabah atau akad Mudharabah Musytarakah, atau memperoleh ujrah (fee) berdasarkan akad Wakalah bil Ujrah.
Keenam: Surplus Underwriting
- Jika terdapat surplus underwriting atas dana tabarru’, maka boleh dilakukan beberapa alternatif sebagai berikut:
- Diperlakukan seluruhnya sebagai dana cadangan dalam akun tabarru’.
- Disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dibagikan sebagian lainnya kepada para peserta yang memenuhi syarat aktuaria/manajemen risiko.
- Disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dapat dibagikan sebagian lainnya kepada perusahaan asuransi dan para peserta sepanjang disepakati oleh para peserta.
- Pilihan terhadap salah satu alternatif tersebut di atas harus disetujui terlebih dahulu oleh peserta dan dituangkan dalam akad.
Ketujuh: Defisit Underwriting
- Jika terjadi defisit underwriting atas dana tabarru’ (defisit tabarru’), maka perusahaan asuransi wajib menanggulangi kekurangan tersebut dalam bentuk Qardh (pinjaman).
- Pengembalian dana qardh kepada perusahaan asuransi disisihkan dari dana tabarru’.
Kedelapan: Ketentuan Penutup
- Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
- Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.