Suaramuslim.net – Beberapa orang memilih untuk menyalurkan zakatnya sendiri dibandingkan melalui lembaga amil. Padahal, Rasulullah shalallahi alaihi wa sallam, telah merekomendasikan amil zakat sebagai perantara dalam pembayaran zakat.
Sebagian orang yang menyalurkan zakatnya sendiri beralasan bahwa mereka ingin zakat mereka tersalurkan kepada orang yang benar-benar membutuhkan, kepada mustahik yang sebenarnya. Namun apakah dengan menyalurkan zakat sendiri, lebih tepat sasaran? Tidak juga sebenarnya, karena pengelola lembaga zakat punya tim khusus yang bertugas untuk menyurvei mustahik yang benar-benar membutuhkan. Para amil itu punya alat ukur mana mustahik yang layak dibantu.
Siapa saja mustahik yang berhak, UU Pengelolaan Zakat tak mengatur langsung, ia merujuk pada syariat Islam. Menurut syariat Islam, ada 8 kelompok yang masuk kategori mustahik, yakni fakir, miskin, amilin, muallaf, riqob (hamba sahaya), gharimin (orang yang terbelit utang), fii sabilillah, dan ibnu sabil.
Di Indonesia sendiri, zakat tak hanya diatur oleh agama, tetapi juga sudah diserap dalam hukum negara. Indonesia memiliki Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Bahkan ada Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) yang bertugas mengelola dan menyalurkan zakat dari masyarakat. Di tengah-tengah masyarakat malah ada lembaga amil zakat (LAZ) tersendiri, yang biasanya bertugas menerima zakat di masjid-masjid sekitar.
Jika kita telisik, UU Pengelolaan Zakat sebenarnya mengatur secara khusus pengawasan terhadap pengelolaan zakat. Mengapa? Ini berkaitan dengan potensi besar zakat, yang berarti juga berpotensi disalahgunakan. Penyalahgunaan zakat harus dihindari seperti yang disebut dalam UU Pengelolaan Zakat. Pasal 37 Undang-Undang ini melarang setiap orang melakukan tindakan memiliki, menjaminkan, menghibahkan, menjual, dan/atau mengalihkan zakat yang ada dalam pengelolaannya.
Rasulullah Menyalurkan Zakat Melalui Amil
Di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang diangkat dan ditugaskan sebagai amil zakat bukanlah sembarang orang. Amil dipilih dari orang-orang terbaik dan terpercaya seperti Muadz bin Jabal dan Anas bin Malik ra sebagai amil di Bahrain oleh Khalifah Abu Bakar Al-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu.
Tauladan yang diberikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan tanpa alasan karena terdapat beberapa keutamaan membayar zakat melalui amil. Beberapa alasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membayarkan zakat melalui amil.
Pertama, zakat yang ditunaikan berpotensi menjadi zakat produktif, artinya mampu meningkatkan kemandirian ekonomi kalangan fakir-miskin dan golongan lain yang membutuhkan. Bentuknya dapat berupa memberikan modal kerja bagi mustahik yang memiliki usaha, membangun pesantren, rumah sakit atau fasilitas umum lainnya.
Kedua, menjamin kepastian dan kedisiplinan membayar zakat. Ketiga, menjaga perasaan rendah diri para mustahik apabila berhadapan langsung untuk menerima zakat dari para muzakki. Keempat, mencegah tumbuhnya sifat riya’ (pamer) seorang muzaki.
Kelima, zakat tersalurkan sesuai dengan syariat delapan golongan yang berhak menerima zakat (asnaf). Pada umumnya seorang muzakki tidak mempunyai informasi yang cukup mengenai calon mustahik, sehingga sangat mungkin terjadi orang yang akhirnya menerima zakat tersebut ternyata tidak termasuk dalam asnaf.
Demikian ulasan mengenai alasan Rasulullah memilih amil zakat dibandingkan menyalurkan zakatnya sendiri.
Kontributor: Mufatihatul Islam
Editor: Muhammad Nashir