Suaramuslim.net – Pagi ini saya menulis lebih awal dari biasanya. Bukan karena semangat yang meledak, tapi karena sepulang dari ibadah Subuh di masjid dan menuntaskan tartil Qur’an di rumah, di tempat saya turun hujan yang membuat saya menunda sejenak untuk tidak jalan-jalan pagi dulu. Dan untuk memanfaatkan waktu maka saya langsung buka laptop di teras, sambil menikmati suara tik-tik air hujan yang ringan dan merdu menenangkan.
Tiba-tiba terlintas dalam pikiran: andai Allah mengangkat air dari bumi ini. Apa yang bakal terjadi? Nggak kebayang bagaimana kalau esok pagi kita bangun, lalu semua air di bumi ini lenyap. Tidak ada hujan, tidak ada sungai, tidak ada air wudhu. Mungkin baru di saat itu kita benar-benar tahu: betapa mahalnya setetes “air mata” yang jatuh karena rindu kepada Tuhan, pemilik sah air.
Mungkin kita akan panik dalam sehari. Dalam seminggu, kita saling rebutan air seperti rebutan oksigen. Dalam sebulan, dunia akan berperang, bukan karena minyak, tapi karena air.
Selama ini kita mungkin tak pernah membayangkan hal itu. Karena nyatanya air selalu ada di sekitar kita. Meskipun kita kadang juga tak menyadari bahwa ia mengalir tanpa minta terima kasih. Ia jatuh dari langit tanpa menagih upah. Ia membersihkan dosa saat kita berwudhu, tapi tak pernah menuntut balasan.
Allah SWT dalam Al-Qur’an mengingatkan kita dengan tegas: “Katakanlah, terangkan kepada-Ku jika air kamu menjadi kering, maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?” (Terjemah Q.S. Al-Mulk: 30).
Ayat itu sebenarnya menghantam dada. Coba bayangkan kalimat “jika air kamu menjadi kering”. Allah tidak bilang “air di bumi”, tapi “air kamu”. Artinya, persoalan air bukan hanya urusan bumi, tapi urusan hati. Saat hati kita kering dari syukur, barangkali itulah saat air pun perlahan ditarik dari kehidupan kita.
Dunia ilmiah pun mengakuinya: tubuh manusia terdiri dari 70% air, dan otak manusia bahkan lebih tinggi lagi, sekitar 80% air. Artinya, jika air hilang, bukan hanya bumi yang mati, tapi akal pun kering, nurani pun padam.
Air bukan sekadar unsur fisik, tapi juga energi spiritual. Ia membersihkan dosa dalam wudhu bagi seorang muslim, Nabi SAW bersabda: “Apabila seorang hamba berwudhu dan membasuh wajahnya, maka setiap dosa yang dilakukan oleh pandangannya keluar bersama air.” (Terjemah hadis riwayat Muslim).
Air juga berkasiat untuk melunakkan jiwa yang kasar, menenangkan emosi yang terbakar. Sebagaimana hadis yang menyatakan: “Sesungguhnya marah itu berasal dari setan, dan setan diciptakan dari api. Api itu hanya dapat dipadamkan dengan air. Maka apabila salah seorang di antara kalian marah, hendaklah ia berwudhu.” (Terjemah hadis riwayat Abu Dawud).
Ayat Allah yang mengalir di bumi
Betapa dahsyat peran air dalam ibadah. Tanpa air, tidak ada wudhu. Tanpa wudhu, tidak ada salat. Tanpa salat, hilanglah ruh iman dari tubuh umat. Maka, andai Allah benar-benar mengangkat air, bukan cuma tanaman yang mati, tapi peradaban manusia ikut amblas.
Dari sisi ekologi, air adalah sutradara kehidupan. Ia mengatur cuaca, menumbuhkan tumbuhan, memberi makan hewan, dan menenangkan bumi yang panas. Tapi manusia sering pongah. Sungai dikotori, laut dijadikan tong sampah, hujan diprotes karena banjir. Kita menuntut air bersih, tapi enggan membersihkan diri.
Air itu seperti pemimpin sejati. Ia tidak suka menonjol, tapi tanpa dia, tak ada kehidupan. Ia tidak berbicara, tapi kehadirannya menyembuhkan. Ia mengajarkan filosofi kepemimpinan: mengalir tanpa henti, memberi tanpa pamrih, dan selalu mencari tempat rendah. Semakin tinggi ilmunya, semakin ia menunduk, seperti air yang mengalir ke lembah.
Mungkin sebab itu, air tampak lebih mulia dari manusia. Air tidak pernah menipu, tidak pernah sombong, tidak pernah korupsi, tidak pernah menumpuk rejeki di satu wadah. Air selalu berbagi, hingga membentuk sungai yang menghidupi jutaan makhluk.
Andai Allah mengangkat air dari bumi ini, mungkin baru saat itu manusia benar-benar beriman. Baru sadar bahwa air bukan sekadar zat cair, tapi ayat Allah yang mengalir. Setiap tetesnya mengandung dzikir. Setiap geraknya adalah ibadah. Dan setiap siramannya adalah rahmat yang menyejukkan dunia.
Maka, sebelum air itu benar-benar Allah angkat, mari belajar menjadi seperti air: mengalir dalam ketaatan, menyejukkan dalam akhlak, dan membersihkan diri dari kesombongan. Karena bisa jadi, yang membuat Allah menahan air bukan awan, tapi hati manusia yang tak lagi tahu cara bersyukur.
Ulul Albab
Ketua ICMI Jawa Timur

