Awali Tahun Ini Dengan Memiliki Wiridan

Awali Tahun Ini Dengan Memiliki Wiridan

Artikel ini disarikan dari program Motivasi Al-Qur'an yang mengudara setiap Kamis 05.00-06.00 WIB di Suara Muslim Radio Network.

Suaramuslim.net – Apa itu wirid? Wird itu secara bahasa artinya datang atau mendatangi, bisa pula berarti dahaga. Waarid artinya mendatangi sumber air. Wird itu seakar dengan kata wardah yang artinya bunga mawar yang selalu menarik untuk didatangi.

So, secara istilah wird itu artinya mendatangi Allah dengan pujian dan zikir karena dahaga akan kerinduan bertemu dengan-Nya. Biasanya wird itu itu dibaca setelah selesai shalat.

Wird itu bagian dari zikir yang harus dimiliki seseorang agar dapat mendatangi dan dekat dengan Allah.

Perhatikan Firman Allah ini dan gali motivasinya di Surah Al-Ahzab ayat 41-42.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا (41) وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلا

“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.”

Manusia yang telah beriman diperintah untuk selalu memilki zikir atau wird yang banyak dan dibaca setiap pagi dan petang. Hal itu supaya manusia dapat mendatangi (wird) cahaya Allah. Perhatikan lanjutan ayat ke 43.

هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا

“Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.”

Dalam sebuah hadis sahih, memberikan dalil bahwa begitu pentingnya wird/zikir sehingga kalau lupa dilakukan maka bisa diqadha di waktu lainnya.

“Siapa yang tertidur meninggalkan ‘hizib’nya di malam hari, lantas dia membacanya di antara shalat Subuh dan Zuhur, maka seolah dia telah membacanya di malam hari.” (Muslim).

Ibnu Al-Atsir (w. 606 H) menjelaskan apa arti dari hizib, beliau mengatakan bahwa, hizib adalah sesuatu bacaan atau shalat yang dirutinkan oleh seseorang, seperti wirid. (Majduddin Ibn Al-Atsir, an-Nihayah fi Gharib al-Hadits wa al-Atsar, h. 1/ 376).

Kenapa manusia harus memiliki amalan zikir atau wird terutama di waktu pagi dan petang?

Coba perhatikan nasihat Nabi Muhammad yang menyatakan bahwa di antara fungsi zikir adalah membuat manusia bersemangat dalam beribadah yang lainnya.

“Barang siapa yang sulit bangun malam, bakhil berinfak dan takut berjihad melawan musuh Islam, maka perbanyaklah zikir kepada Allah.”

Seolah dengan zikir ruhani menjadi tenang dan akhirnya menjadi nyaman dalam beribadah.

Kehidupan dunia yang begitu kompleks, diliputi banyaknya warna-warni godaan negatif memunculkan gaya hidup yang hedonis, materialistis dan liberal.

Liberalisasi kehidupan yang mengarah kepada jauhnya dari Penciptanya dan cenderung menghalakan segala cara untuk meraih harapan nafsunya.

Kondisi inilah menyebabkan hati selalu galau dan tidak tenang karena hati gersang, kering tidak tersentuh lagi percikan embun ilahi.

Pada akhirnya hati menjadi tidak berfungsi alias mati. Kalau sudah demikian membutuhkan reparasi hati dan cara yang efektif adalah dengan memiliki amalan zikir atau wiridan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (Ar-Ra’du: 28).

Artinya dengan berzikir membuat hati itu menjadi tenang, bersih dan sehat kembali sehingga membuat gembira dan bergairah penuh semangat beraktivitas positif.

Sungguh tidak ada yang lebih besar mendatangkan ketentraman dan kebahagiaan di hati manusia melebihi berzikir kepada Allah.

Bagaimana bisa tenang dan tentram hati seseorang sedang istilah hati biasa disebut قلب (qalbu). Hati disebut qalbu karena sifatnya yang selalu berubah-ubah: summiyal qalbu qalban litaqallubihi. Ini semua karena hati yang selalu berubah ubah itu jika ditempel dengan Nama Agung Allah, maka akan jadi tenang.

Macam-macam hati

Sebagaimana diketahui, hati (qalbun), menurut ulama dibagai menjadi tiga macam.

  1. Qolbun maridl

Hati yang sakit, yaitu hati yang selalu ‘gundala’ yaitu gundah gulana, karena ‘andilau’ yaitu antara dilema dan galau.

Hati sakit ini adalah hati yang sebenarnya memiliki kehidupan, namun di dalamnya tersimpan benih-benih penyakit berupa kejahilan. Hati yang sedang dicekam sakit akan mudah menjadi parah apabila tidak diobati dengan zikir, hikmah dan mau’idzah. Seperti difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala:

لِّيَجْعَلَ مَا يُلْقِى ٱلشَّيْطَٰنُ فِتْنَةً لِّلَّذِينَ فِى قُلُوبِهِم مَّرَضٌ وَٱلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ ۗ وَإِنَّ ٱلظَّٰلِمِينَ لَفِى شِقَاقٍۭ بَعِيدٍ

“Agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan setan, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang keras hatinya.” (Al-Hajj: 53).

Hati yang sakit ini seperti cermin retak, yang memantulkan obyek yang terlihat tidak baik. Artinya manusia yang hatinya sakit hanya melihat orang lain itu selalu nampak buruk nggak ada baiknya.

Ciri ciri hati yang sakit di antaranya adalah;

  1. Lemah cintanya kepada Allah dan RasulNya. Sehingga berefek terhadap lemah Iman.
  2. Senang berbuat maksiat dan tidak khawatir terhadap adzab-Nya.
  3. Lemah dalam membela kebenaran. Bahkan mendukung kebatilan.
  4. Biasa saja perasaannya ketika shalat terlambat, bangun Subuh telat, tidak membaca Al-Qur’an atau tidak bisa membaca Al-Qur’an. Wiridannya selalu terlewatkan, santai saja.
  5. Senang makan dan berada di tempat tempat yang subhat.

 

  1. Qolbun Qosiyah (keras atau mati)

Hati ini sudah mati, tidak ada rasa sama sekali dengan Allah Yang Esa, tidak ada rasa sama sekali dengan Rasulullah. Bahkan sebaliknya suka menentang Allah dan membenci serta suka menghina Nabi Muhammad.

Hati yang mati seperti cermin yang tertutup cairan aspal, obyek apapun tidak akan terlihat, yang terlihat hanya noda hitam. Manusia yang seperti ini tidak terlihat kecuali keburukannya.

Nabi kita shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

“Jika seorang hamba berbuat sebuah dosa, maka akan ditorehkan sebuah noktah hitam di dalam hatinya. Tapi jika ia meninggalkannya dan beristigfar niscaya hatinya akan dibersihkan dari noktah hitam itu. Sebaliknya jika ia terus berbuat dosa, noktah-noktah hitam akan terus bertambah hingga menutup hatinya. Itulah dinding penutup yang Allah sebutkan dalam ayat 14 surah Al-Muthaffifin, ‘Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka kerjakan itu menutup hati mereka.” (At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Ciri-ciri hati yang mati di antaranya sebagai berikut;

  1. Sinis bahkan membenci ajaran Islam.
  2. Cinta kepada kebatilan dan mendukungnya.
  3. Cinta kepada aktifitas yang sia-sia, dan membenci amal saleh.
  4. Hati model ini sudah tertutup dari ayat-ayat Allah, bergeming dengan kematian hatinya, diingatkan atau tidak mereka sudah tertutup hatinya.

 

  1. Qolbun Salim (hati yang sehat dan tenang dengan ketententuan Allah)

Hati ini sehat dan bersih dari setiap nafsu yang menentang perintah Allah, dan dari setiap penyimpangan yang menyalahi keutamaan-Nya. Sehingga ia selamat (salim) dari pengabdian kepada selain Allah, dan mencari penyelesaian hukum pada selain rasul-Nya.

Allah berfirman di surah Asy-Syu’ara ayat 88-89.

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ (88) إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

“(Yaitu) pada hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”

Ciri-ciri model hati sehat ini di antaranya;

  1. Keimanan dan ketakwaan mewarnai hidupnya. Semua yang dilakukan bermuara kepada ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
  2. Semangat beribadah kepada Allah, bahkan jika ia teledor dengan sedikit amal saleh seperti tertidur sehingga tidak shalat tahajjud atau lupa sedekah padahal di depannya ada yang butuh, maka menyesalnya demikian dalam.
  3. Semua ibadah yang dilakukan dikerjakan dengan penuh kesempurnaan dan disesuaikan dengan sunnah Nabinya.
  4. Ketika beribadah shalat, seorang yang berhati sehat akan merasakan ketenangan jiwanya serta kenikmatan batinnya.
  5. Tidak suka waktu yang terbuang sia-sia kecuali untuk ibadah. Selalu mencari aktifitas yang manfaat untuk agamanya.

So… Mereparasi hati yang sakit supaya sehat dan supaya hati yang sehat (qolbun salim) tetap terjaga maka cara yang paling tepat adalah dengan memiliki wird dan zikir kepada Allah.

Perhatikan hadis motivasi zikir ini;

“Sesungguhnya segala sesuatu itu ada pembersihnya, dan pembersih/penyuci qolbu adalah zikrullah.” (Al-Baihaqi).

Itulah ulama-ulama terdahulu baik dari kalangan sahabat maupun setelahnya selalu memiliki amalan zikir atau wird atau hizb. Seperti nasihat Ibnu Mas’ud kepada sahabatnya untuk mengamalkan shalawat 1.000 kali.

“Dari Zain bin Wahb, sahabat Ibnu Mas’ud berkata padaku: Wahai Zaid, bila hari jumat jangan engkau tinggalkan membaca shalawat atas nabi 1.000 kali, katakan allahumma shalli ala Muhammad an-nabiyyi al-ummiyyi shallallahu alaihi wasallam.” (Ibnu Qayyim, Jilâ’ al-Afhâm, halaman 87).

Wird Ibnu Taimiyah

Contoh lainnya adalah Ibnu Qoyyim Al Jauziyah menceritakan di kitab beliau Madarijus Salikin bahwa gurunya yaitu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah memiliki wird khusus.

Salah satu tajribat/hasil uji yang dilakukan oleh para salik adalah siapa yang membiasakan membaca “Ya Hayyu Ya Qayyum, la ilaha illa Anta” maka hati dan pikirannya akan selalu hidup.

Ibnu Taimiyyah termasuk orang yang sangat suka dengan zikir itu. Bahkan suatu ketika beliau pernah berkata: Kedua isim ‘al-Hayyu dan al-Qayyum’ ini mempunyai bekas yang cukup bagus bagi hati. Dia termasuk isim a’zham.

Maka siapa yang membiasakan membaca sebanyak 40 kali setiap hari, di waktu antara shalat sunnah fajar dan shalat Subuh, “Ya Hayyu Ya Qayyum la ilaha illa Anta, bi rahmatika astaghits,” hatinya akan selalu hidup dan tak akan pernah mati. (Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madarij as-Salikin, hal. 1/446).

Bahkan murid Ibnu Taimiyyah yang lain yaitu Sirajuddin Abu Hafash Al Bazzar bercerita, bahwa gurunya (Ibnu Taimiyyah) selalu merutinkan mengulang-ngulang membaca Al-Fatihah dari selesai shalat fajar (Subuh) hingga waktu syuruq.

“Ketika sedang berada di Damaskus, saya selalu mulazamah dengan Ibnu Taimiyyah, bisa dikatakan hampir sepanjang siang dan malam. Suatu ketika saya diminta duduk di samping beliau. Saya mendengar apa yang beliau zikirkan, yaitu beliau selalu mengulang-ulang bacaan surat Al-Fatihah, mulai dari fajar sampai matahari mulai meninggi di pagi hari. (Sirajuddin Abu Hafsh Umar bin Ali al-Bazzar, al-A’lam al-Aliyyah fi Manaqib ibn Taimiyyah, hal. 38).

Juga Ibnu Taimiyyah memiliki wiridan yang dibaca di saat saat sulit dalam kehidupannya. Yaitu beliau mengumpulkan ayat-ayat sakinah dan dibacanya saat sulit. (Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madarij as-Salikin, hal. 2/ 471).

Ayat-ayat sakinah itu adalah; Q.S Al-Baqarah: 248, Q.S At-Taubah: 26 dan 40, Q.S Al-Fath: 4, 18, dan 26.

Bahkan Ibnu Taimiyyah itu membacanya bersama kerabat keluarganya. Ibnu Taimiyyah berkata: “Ketika saya sedang dalam keadaan sulit, maka saya katakan kepada kerabat dan orang-orang di sekitar saya, Kalian bacakanlah ayat-ayat sakinah!” Maka kesulitan dan kegalauan itu hilang.” (Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madarij as-Salikin, hal. 2/ 471).

Ibnu Qoyyim memberikan pendapat bahwa kalau membaca ayat-ayat sakinah itu akan membuat hati benar-benar tenang.

“Saya telah mencoba membuktikan sendiri membaca ayat-ayat sakinah ketika sedang galau. Saya rasakan ada bekas yang luar biasa, sampai hati saya tenang.” (Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madarij as-Salikin, hal. 2/ 471).

Ini sekadar contoh yang dilakukan seorang Ibnu Taimiyyah. Bagaimana ulama-ulama yang lain? Andai bukan karena keterbatasan, sungguh tangan ini akan lelah menulis bagaimana kegemaran para ulama itu dalam berzikir dan wiridan, Maa Syaa Allah.

So… Tidak ada amalan yang lebih besar kecuali berzikir dan wiridan karena jika dilakukan secara istiqamah akan melahirkan qolbun salim.

“Dengan amal yang dilakukan berulang, akan menghadirkan kemantapan, dan dengan kemantapan akan melahirkan pencerahan jiwa.”

Wallahu A’lam.

 

M Junaidi Sahal
Disampaikan di Radio Suara Muslim Surabaya
2 September 2021-24 Muharram 1443 H

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment