Ayah, Bunda! Anak adalah Cerminmu

Ayah, Bunda! Anak adalah Cerminmu

Ayah, Bunda! Anak adalah Cerminmu | Suaramuslim.net
Ilustrasi keluarga muslim. (Foto: dewinaisyah.wordpress.com)

Suaramuslim.net – Prof. Dr Amal al-Makhzumi dalam buku Al-Athfāl fī Dawāmati al-Masyākil al-Ijtimā’iyyah (2017: 155) juga mencatat, “Tingkah laku anak laksana cermin yang memantulkan interaksi orang tua (kepada anaknya). Ia akan memantulkan kehidupan keluarga baik yang positif maupun negatif. Banyak sekali psikiater ketika ingin mengatasi sebab inti problem tingkah laku anak, mereka teliti keluarga. Karena, anak adalah produk dari keluarga.”

Laksana cermin, ia masih jernih karena belum terkontaminasi oleh apapun dan siapapun. Meminjam bahasa hadits, ia masih dalam kondisi fitrah. Orang tuanya –kemudian disusul dengan lingkungan dan guru– adalah pihak utama yang akan dipantulkan oleh cermin (anak).

“Setiap bayi,” kata Nabi, “terlahir dalam kondisi fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani dan Majusi.” (HR Bukhari, Muslim). Ini artinya perilaku, sikap, bahkan agama anak, itu adalah hasil pengaruh orang tua kepada dirinya.

Dalam hadits itu, penulis menangkap analogi cermin pada anak bagi orang tua. Pada awal-awal pertumbuhannya dari 1-5 tahun misalnya, apa yang dilakukan kebanyakan adalah apa yang dilihatnya langsung dari orang tua. Orang-orang yang berada disekelilingnya secara intensif selama 24 jam, sangat berperan besar dalam membentuk tingkah laku dan karakter anak. Orang tua yang rajin salat, mengaji, mengucapkan kata-kata yang baik dan akhlak terpuji di hadapan anaknya, maka akan ditiru oleh anaknya. Laksana cermin, ia akan memantulkan apa yang dilakukan orang tuanya dalam bentuk sikap dan tingkah laku.

Sebaliknya, orang tua yang terbiasa berkata kotor, berlaku kasar, bertindak tidak terpuji, berakhlak buruk dan miskin etika, maka anak pun akan memantulkan apa yang ia lihat dari keburukan orang tuanya.

Penulis, diam-diam mengamati dan meniliti anak sendiri. Dengan melakukan tindakan-tindakan baik, membiasakan anak pergi salat ke masjid, atau salat di sampingnya, ternyata berpengaruh positif. Setiap kali waktu salat, segera ia mengingatkan penulis untuk salat dan tak lupa ia mengambil sajadah dan kerudung untuk melakukan salat.

Di sisi lain, ketika dalam kondisi tertentu penulis sedang marah dengan berkata agak keras, dan kebetulan ada anak, rupanya itu juga ditiru oleh sang anak. Bahkan bercanda pun di hadapan anak, kemudian akan ditiru oleh anak. Tetangga sebelah, karena ibunya suka musik dangdut dan joget, maka yang dicerminkan oleh anaknya dalam kesehariannya adalah suka dengar musik dan joget-joget.

Dalam buku “Mengasuh dengan Hati” (2004: 92) ada kata-kata menarik yang dicatat oleh Euis Sunarti, “Anak laksana cermin, perilakunya memancarkan makna bagaimana dia diperlakukan. Jika para orang tua menginginkan anak yang periang, yang berkomunikasi dengan hangat, bertutur kata santun, berkacalah apakah karakteristik tersebut melingkupi kehidupan anak sehari-hari?”

Mungkin hal itu bisa ditelaah dari kehidupan keluarga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Khadijah. Dari semua anak Nabi yang masih hidup, semuanya masuk Islam dan berakhlak sebagaimana akhlak Nabi. Perilaku dan tingkah laku mereka adalah cerminan dari didikan kedua orang tuanya (Nabi Muhammad dan Khadijah).

Bahkan Ali pun, yang diasuh Rasulullah sejak kecil sangat terpengaruh dengan keluhuran akhlak beliau. Seorang pemuda yang sampai berani menggantikan posisi tidur Rasulullah ketika hijrah dengan risiko kematian, mampu menjalankan tugasnya dengan sempurna. Itu adalah cermin dari pendidikan keteladanan yang ditampilkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Anas bin Malik yang sejak kecil menjadi pelayan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merasakan betul bagaimana keluhuran akhlak sang Nabi. Selama menjadi pelayan beliau, ia tak pernah dibentak, dipukul, dan dihardik oleh Nabi.  Kelak, Anas adalah terhitung sebagai sahabat yang menonjol dalam periwayatan hadits (riwayat haditsnya mencapai 2286. Baca: “Taisīr Mushthalah al-Hadīts” [2004:244] karya Mahmud Thahhan).

Oleh karena itu, orang tua perlu hati-hati dalam berinteraksi dengan anaknya. Anak akan memantulkan tingkah laku orang tua. Orang tua yang baik adalah yang menampakkan kebaikan pada anak sehingga yang terpantul adalah kebaikan.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment