Inilah Batasan Bermuamalah dengan Non Muslim

Inilah Batasan Bermuamalah dengan Non Muslim

Inilah Batasan Bermuamalah dengan Non Muslim

Suaramuslim.net – Islam mengajarkan akhlak yang baik kepada siapapun, bahkan kepada orang di luar Islampun. Meski demikian tetap ada sesuatu yang membatasi hubungan antara muslim dan non muslim. Berikut uraiannya.

Sudah sangat akrab di telinga kita tentang cerita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada wanita tua yang beragama Yahudi. Wanita pengemis yang tunanetra itu, karena keterbatasannya membuat Rasulullah iba, hingga setiap hari nabi terakhir ini menyuapinya. Setiap Nabi menyuapi, wanita tua itu selalu menyebut-nyebut bahwa nabi Muhammad adalah orang yang jahat, meski dijauhi dan seterusnya.

Hingga suatu saat wanita tua itu terkejut saat dia mengetahui bahwa orang baik yang setiap hari menyuapinya adalah orang yang setiap hari dihardiknya. Wanita tua itu tahu, karena ia merasakan orang yang menyuapinya tidak selembut orang biasanya. Ya, orang baru yang menyuapinya adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, bukan lagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Begitulah akhlak Rasulullah kepada orang lain meskipun orang itu mengolok-oloknya, meskipun orang itu non muslim.

Dalam kehidupan bermasyarakat, orang- orang yang berdampingan dengan kita, tetangga misalnya, bisa jadi berasal dari berbagai macam suku, budaya, dan agama. Terhadap tetangga, Islam mengajarkan menghormatinya, siapapun dia.

Islam tidak melarang seorang muslim untuk berinteraksi atau bermuamalah dengan orang-orang non muslim yang tidak memerangi dan membenci kaum muslimin, termasuk didalamnya bekerja dengannya, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala,

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah Hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu Karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Mumtahanah: 8-9)

Meski demikian, Islam tetap mengatur tentang batasan-batasan dalam bermuamalah dengan mereka.

Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (QS. Ali Imran[3]: 118)

Dengan ayat ini, Allah melarang orang-orang yang beriman untuk menjadikan orang-orang di luar Islam sebagai orang-orang dekat yang menjadi tempat bermusyawarah dan mengadukan permasalahan.

 Beberapa Batasan Bermuamalah dengan Non-Muslim

Berikut ini, beberapa hal yang merupakan batasan hubungan kita terhadap non-muslim.

Pertama, tidak memberikan ucapan selamat terhadap perayaan hari raya mereka, meskipun dalam kehidupan sehari-hari kita sangat baik, namun Islam melarang kita untuk bertoleransi dalam hal ini. Karena ini menyangkut aqidah atau keimanan kita kepada Allah ta’ala. Dengan mengucapkan selamat atas perayaan hari raya mereka, secara tidak langsung memberikan pengakuan atas kebenaran agama mereka. Meski demikian, kita tetap harus menghormati ibadah mereka, tanpa mengganggunya namun bukan berarti kita ikut bersuka cita dengan perayaan mereka.

Kedua, membenci kekufuran orang non-muslim, namun bukan membenci orangnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam betatapun beliau dihina atau didholimi, tetap berharap dana mendoakan agar suatu saat Allah subhanahu wa ta’ala memberi mereka hidayah. Kebencian dalam hati terhadap kekufuran ini merupakan bentuk keingkaran kita terhadap keyakinan orang-orang di luar Islam.

Ketiga, Dalam kondisi darurat yang tidak terkait dengan aqidah, kita boleh meminta dan memberi pertolongan kepada orang kafir, asalkan orang non muslim tersebut tidak membahayakan kita.

Keempat, bersikap adil dan berbuat baik kepadanya, selama orang kafir tersebut bukan kafir harbi (orang kafir yang memerangi kaum Muslimin).

Kelima, mengasihi orang kafir dengan kasih sayang yang bersifat umum. Tolong menolong dalam kebaikan seperti memberi makan, minum jika mereka membutuhkannya.

Keenam, kita dibolehkan memberikan hadiah kepadanya dan boleh juga menerima hadiah dari orang  kafir agar membuat mereka tertarik untuk memeluk Islam, atau ingin mendakwahi mereka, atau ingin agar mereka tidak menyakiti kaum muslimin. Sebagaimana dalilnya telah kami jelaskan di atas.

Ketujuh, tidak boleh menikahkan wanita muslimah dengan laki-laki kafir (walaupun lelaki ini Ahli kitab) dan laki-laki muslim tidak boleh menikahi wanita kafir, kecuali wanita ahli kitab.

Kedelapan, boleh bermuamalah dengan orang kafir dalam urusan dunia seperti melakukan transaksi jual beli. Kita boleh menjual dan membeli barang dari mereka, sewa menyewa dan jual beli barang, selama alat tukar, dan barangnya dibenarkan menurut syariat Islam. Boleh juga bersekolah di tempat orang kafir selama mereka tidak merusak aqidah kita, dan ini dibolehkan karena sifatnya mubah. (yet/smn)

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment