Suaramuslim.net – Dalam Islam, akhlak memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Bahkan akhlak yang baik adalah indikator keimanan seseorang. Rasulullah mencontohkannya dengan akhlak yang spesial.
Islam merupakan agama akhlak, agama yang mengajarkan tentang tata krama, adab, dan yang lainnya. Oleh karena itu, terkadang seseorang dengan akhlaknya bisa mendapatkan penerimaan yang baik di tengah-tengah masyarakat. Dan banyak orang yang melihat dan menilai seseorang itu dari tingkah laku dan akhlak kepribadiannya, sebelum dari hal yang lainnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling bagus akhlaknya.” (HR At-Tirmidzi)
Kemudian, Rasulullah bersabda lagi, “Tidak ada sesuatu yang diletakkan pada timbangan hari kiamat yang lebih berat daripada akhlak yang mulia, dan sesungguhnya orang yang berakhlak mulia bisa mencapai derajat orang yang berpuasa dan shalat.” (HR Tirmidzi)
Meneladani Akhlak Rasulullah
Sebaik-baik teladan bagi umat Islam adalah Rasulullah shalallahi alaihi wa sallam. Berikut ini adalah akhlak yang bisa di teladani dari Rasulullah.
Pertama adalah pemaaf. Saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar As-Siddiq melakukan hijrah ke Madinah, kaum Musyrikin segera menawarkan 100 ekor unta kepada siapa yang dapat membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Suraqah bin Malik bin Jus’ham yang mendengar kabar tersebut segera mencari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Suraqah segera mengejar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari belakang, akan tetapi kudanya tersungkur dua kali dan terjerembab ke tanah.
Namun, untuk kali ketiga ia tersungkur, kudanya terjerumus ke dalam pasir, ia kembali terjerembab. Ketika ingin mengeluarkan kudanya daripada pasir, keluarnya asap berkepul-kepul bagaikan ribut pasir. Suraqah meminta tolong kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,dan Rasulullah pun menolongnya.
Dari kisah tersebut tergambar jelas bahwa tatkala Suraqah ingin membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia bersama kudanya malah terjerembab ke tanah hingga beberapa kali. Kemudian setelah itu, ia memohon kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam supaya menolongnya. Maka mulia itu akhirnya menolong Suraqah serta memaafkan kelakuan Suraqah yang hendak membunuh beliau.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan penyayang. Beliau tidak ingin para sahabat memiliki perasaan yang kaku dan keras. Menyayangi anak-anak adalah teladan yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, agar para pengikutnya berhati lembut dan penyayang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki keluhuran akhlak yang tiada dimiliki oleh orang lain. Beliau begitu bijaksana dalam mengajarkan kepada umatnya bagaimana cara menyayangi orang yang lebih muda dari kita, sekalipun itu adalah anak kecil.
Berkaitan dengan sifat kasih sayang, Allah ta’ala telah menegaskan dalam beberapa ayatnya di antaranya firman-Nya, “…Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. Al-A’raf [7] : 56).
Meski Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia pilihan yang selalu dijaga gerak dan langkahnya oleh sang Khalik. Namun Allah tetap memerintahkan Nabi-Nya untuk tetap tawadhu dan menyebarkan kasih sayang. Allah ta’ala berfirman, “…Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.” (Q.S. Al-Hijr [15] : 88).
Rasulullah yang Penyabar, Tawadhu Serta Jujur
Di dalam hadits disebutkan yang artinya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa seorang lelaki berkata kepada Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam, “Nasihatilah aku,” Nabi bersabda, “Jangan engkau marah –beliau mengulanginya beberapa kali- jangan marah.” (HR. Al-Bukhari)
Ibnu Utsaimin menjelaskan di dalam kitabnya Syarh Arba’in An Nawawiyyah li ibni Utsaimin tentang makna hadits ini ketika seorang laki-laki meminta wasiat terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau menyampaikan agar jangan marah. Yang dimaksud bukanlah melarang dari marah, karena merupakan salah satu tabiat manusia. Akan tetapi yang dimaksudkan adalah agar dapat menguasai diri ketika marah. di mana ia tidak melampiaskan apa yang dituntut oleh kemarahan ini, karena kemarahan adalah bara api yang dilemparkan oleh setan ke dalam lubuk hati anak adam.
Tawadhu’. Kitab Ar Rahiq Al Mahtum mengisahkan bahwa suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah didatangi utusan Quraisy, Uthbah bin Rabi’ah. Utusan tersebut berkata kepada Rasulullah, “Wahai keponakanku, engkau datang membawa agama baru, apa yang sebetulnya engkau kehendaki? Jika yang kau kehendaki adalah harta, maka akan kami kumpulkan seluruh kekayaan kami, jika kau inginkan kemuliaan maka akan kami muliakan engkau, jika ada sesuatu penyakit yang dideritamu, maka akan kami carikan obat untukmu, jika kau menginginkan kekuasaan, biar kami jadikan engkau penguasa di kota kami.”
Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar ucapan orang musyrik ini, tidak sedikitpun beliau membantah atau memotong pembicaraannya. Ketika Uthbah telah menghentikan ucapannya, dengan nada lembut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Sudah selesaikah engkau, wahai Abul Walid?”
“Sudah,” kata Uthbah.
Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat Fushilat, ketika sampai pada ayat sajdah, maka beliau bersujud. Sementara itu Uthbah hanya duduk mendengarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai menyelesaikan bacaan dan sujudnya.
Jika kita renungi, bagaimana metode Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyimak perkataan yang diuraikan Uthbah bin Rabi’ah maka kita akan menemukan bahwa beliau memiliki jiwa yang bersih serta akhlak yang begitu indah, bahkan tarhadap lawannya sekalipun Rasulullah masih menunjukan sikap santun beliau.
Jujur. Bahkan, ketika masih menjualkan barang dagangan Khadijah, beliau senantiasa menyebutkan dengan jujur modal yang beliau gunakan untuk barang dagangannya kepada pembeli yang akan memberikan lebih atau tidak pada barang yang dibelinya, sehingga pada saat itu beliau dikenal sebagai pedagang atau pebisnis yang jujur. (muf/smn)