Belajar dari Sistem Kesehatan Turki Menangani Corona

Belajar dari Sistem Kesehatan Turki Menangani Corona

Belajar dari Sistem Kesehatan Turki Menangani Corona
Layanan kesehatan di Turki. (Foto: aa.com)

Suaramuslim.net – Wabah virus corona baru (Covid-19) telah membalikkan sistem pelayanan kesehatan pada sebagian besar negara Eropa. Wabah ini juga memperlihatkan banyak kekurangan sebagian besar sistem perawatan kesehatan di seluruh dunia yang kini sedang berjuang keras mengatasi berbagai tantangan.

Langkah-langkah penghematan selama satu dekade yang dipraktikkan Italia, Spanyol, Portugal dan Inggris telah menyebabkan pemotongan anggaran yang substansial dan kurangnya investasi sistem kesehatan nasional.

Kebijakan ini secara serius mengakibatkan kurangnya sarana pendukung penting, tempat tidur rumah sakit dan tenaga medis.

Sebaliknya, sistem kesehatan Turki berhasil menangani pandemi dengan baik, melalui manajemen krisis yang efektif dan infrastruktur kuat hasil pembangunan selama dekade terakhir pemerintah Partai AK.

Peralatan medis dan peralatan pengujian yang tidak mencukupi

Kurangnya pengujian dan kekurangan Alat Pelindung Diri (APD) tetap menjadi masalah krusial di banyak negara Eropa. Di Spanyol, salah satu negara dengan kematian akibat Covid-19 tertinggi di Eropa, pemerintahnya dikritik karena tidak menyiapkan peralatan medis lebih awal.

“Lebih dari 31 ribu profesional kesehatan terpapar Covid-19 karena kurangnya APD,” menurut surat kabar El Pais.

Pada 21 April, Kementerian Kesehatan Spanyol mengakui kekurangan APD menyebabkan infeksi di antara banyak pekerja medis.

Demikian pula, Inggris sangat membutuhkan APD. Setelah bantuan medis Turki tiba di negara itu pada 10 April, Inggris secara resmi meminta Turki menyediakan 400 ribu lembar APD lagi, termasuk masker wajah N95 untuk Layanan Kesehatan Nasional (NHS) Inggris.

Sebuah pesawat dengan ribuan seragam bedah dan 84 ton APD dari Turki kemudian tiba di Inggris pada 22 April. Pesawat itu datang pada waktu yang tepat untuk membantu Inggris dalam perang melawan pandemi.

Selain itu, Inggris juga melakukan pengujian jauh lebih sedikit dibandingkan negara-negara Eropa lainnya. Terlepas dari janji Menteri Kesehatan Matt Hancock untuk meningkatkan pengujian menjadi 500 ribu sepekan pada akhir April, Inggris masih melakukan sekitar 20 ribu tes sehari, jumlah yang jauh lebih rendah dari target pemerintah.

Sementara banyak negara Eropa membutuhkan lebih banyak APD dan tidak dapat menyediakan peralatan yang cukup untuk tenaga medis, Turki memproduksi APD sendiri dan memberikan masker kepada warga negaranya dan penduduk resminya secara gratis.

Turki meluncurkan situs web tempat warga negara dan penduduk resminya dapat mendaftar untuk menerima lima masker bedah per pekan. Masker itu kemudian dikirim ke rumah mereka oleh layanan pos nasional secara gratis.

Meskipun benar bahwa pandemi tersebut mencapai Turki lebih lambat daripada kebanyakan negara Eropa, pengujian dilakukan Turki dengan kecepatan yang jauh lebih tinggi daripada banyak negara Eropa.

Sejak kasus Covid-19 pertama pada 11 Maret, Turki telah melakukan lebih dari 800 ribu tes. Ini membuat peringkat Turki menjadi nomor tujuh di dunia dalam hal pengujian Covid-19.

Sistem kesehatan menurun

Kurangnya unit perawatan intensif (ICU), ventilator dan tempat tidur rumah sakit juga menjadi masalah umum di Eropa.

Kapasitas rumah sakit di Prancis, Spanyol, dan Italia telah dibatasi secara maksimal. Akibatnya, kapal, kereta api dan ruang pameran diubah menjadi pusat kesehatan raksasa.

Negara-negara, seperti Spanyol dan Italia, mengalami kekurangan serius ICU dan staf perawatan intensif. Oleh karena itu, dokter terpaksa memprioritaskan perawatan ICU untuk pasien dengan peluang terbaik bertahan hidup.

Meskipun jumlah kasus Covid-19 meningkat di Turki, mencapai hampir 120 ribu, tingkat hunian ICU di rumah sakit masih belum mencapai 70 persen. Turki memiliki jumlah tempat tidur ICU terbesar per 100 ribu orang dibandingkan kebanyakan negara Eropa.

Di Turki, ada hampir 46 tempat tidur ICU per 100 ribu orang, menurut data 2018 dari Kementerian Kesehatan, sementara AS memiliki 34,7 tempat tidur dan Jerman 29,2 tempat tidur.

‘Rumah Sakit Kota’ dibangun sebagai bagian dari Program Transformasi Kesehatan Turki (HTP). Program ini dilaksanakan antara 2003-2013 untuk meningkatkan sektor kesehatan di Turki oleh pemerintah Partai AK. Program ini kemudian menjadi penting dan bernilai sangat besar dalam perang melawan virus corona.

Rumah Sakit Kota Basaksehir, yang diharapkan dapat melayani 32.700 pasien setiap hari dengan total kapasitas 2.682 tempat tidur dan area konstruksi dalam ruangan seluas 1 juta meter persegi sebagian dibuka pada 20 April untuk melayani sebagai rumah sakit pandemi hingga krisis berakhir.

Menurut Menteri Kesehatan Turki Fahrettin Koca, rumah sakit tersebut akan menjadi yang terbesar di Eropa dalam hal kapasitas ICU setelah selesai.

Selain itu, Kementerian Industri dan Teknologi Turki telah memulai usaha swasta-publik dan memperkenalkan fase pertama dari ventilator yang diproduksi secara nasional. Sebagai pengiriman pertama, 100 ventilator dikirim ke Rumah Sakit Kota Basaksehir, dan 5.000 lagi dikirim pada Mei.

Tingkat kematian Turki pada periode ini juga merupakan salah satu yang terendah dibandingkan dengan banyak negara Eropa. Tingkat kematian di Turki adalah 2,3 persen dibandingkan dengan 10,5 persen di Spanyol, 13,2 persen di Italia, 17,3 persen di Perancis, dan13,5 persen di Inggris.

Model layak ditiru

Perjuangan Turki melawan pandemi luar biasa. Strategi manajemen krisis dan sistem perawatan kesehatan negara, yang telah ditingkatkan secara signifikan selama dekade terakhir, merupakan pelajaran bagi banyak negara saat ini.

Covid-19 telah menantang sebagian besar negara Eropa untuk membatasi dan mengekspos kekurangan di sebagian besar sistem perawatan kesehatan. Namun, pandemi ini membuka jalan untuk memikirkan kembali strategi kesehatan di Eropa dan dunia.

Model layanan kesehatan Turki, yang terwujud dalam kuatnya perencanaan, ketahanan, dan komitmen memadai, patut ditiru oleh semua negara.

Enes Guzel
Wakil peneliti di TRT World Research Center.
Sumber: Anadolu Agency

Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment