Belajar Ikhlas, Ilmu Tingkat Tinggi

Belajar Ikhlas, Ilmu Tingkat Tinggi

Ilustrasi seorang nelayan. Foto: YDSF

Suaramuslim.net – Ilmu yang paling tinggi dalam hidup ini adalah ilmu ikhlas. Berasal dari kata khalasha yang berarti mengosongkan sesuatu dan membersihkannya. Kata ikhlas merupakan masdar dari kata آخلص yang berarti murni, bersih, jernih, selamat, memisahkan diri, dan pembersihan sesuatu.

Berdasarkan makna kata tersebut maka ikhlas berarti mengosongkan sesuatu dari segala kepentingan sudut pandang manusiawi dan membersihkannya agar kembali sebagaimana yang dimaksud oleh sang pemilik ketetapan yaitu Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Di dalam Al-Qur’an, kata ikhlas beserta derivasinya disebutkan sebanyak 31 kali. Terulang 2 kali pada kata akhlasa dengan pelaku yang berbeda, 20 kali pada kata mukhlis/mukhlisin/mukhlisun, 1 kali pada kata khalasa, 7 kali pada kata khalish/khalishah, dan 1 kali pada kata astakhlishu.

Di dalam Al-Qur’an kata ikhlas dapat memiliki 5 makna pengertian, yaitu: ikhlas bermakna al-ishthifaa’ (pilihan), bermakna al-khuluus min as-syawaa’ib (suci dari segala macam kotoran), berarti al-ikhtishaash (kekhususan). Juga bisa berarti at-tauhid (mengesakan). Ikhlas berarti pula at-tathhir (penyucian).

Dari pengertian-pengertian tadi tidak ada satupun pengertian ikhlas yang merujuk kepada sikap penerimaan atas suatu musibah atau keadaan tertentu. Bahkan ikhlas lebih banyak merujuk kepada persoalan keimanan. Hal ini bahkan dipertegas pula dengan adanya surat Al-Ikhlas yang menegaskan tentang persoalan keimanan kepada Allah.

Hal ini seakan memberikan satu pemahaman bahwa dalam kita beriman kepada Allah haruslah bersih tanpa dikotori oleh noda kotoran sedikit pun. Sehingga hasil perilaku yang lahir dari keimanan yang bersih itu, akan menghasilkan penerimaan total atas ketetapan Allah.

Sementara penerimaan terhadap suatu keadaan tertentu yang terjadi pada diri kita adalah hasil dari sebuah proses keimanan yang bersih itu. Jadi seorang yang benar-benar beriman kepada Allah secara ikhlas, maka dia akan dengan sepenuh hati menerima segala ketetapan apapun yang terjadi atas dirinya, sebab dia yakin bahwa segala yang terjadi adalah berkat rahmat Allah artinya berada di dalam naungan kasih sayang Allah.

Konsekuensinya, tidak ada satupun peristiwa yang terjadi kecuali hal itu pasti dibangun atas rasa kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Termasuk pada peristiwa seburuk apapun menurut pandangan manusia. Allah menegaskan di dalam Firman-Nya tentang kasih sayang Allah di balik setiap peristiwa itu.

كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلۡقِتَالُ وَهُوَ كُرۡهٞ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ شَيۡـٔٗا وَهُوَ خَيۡرٞ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّواْ شَيۡـٔٗا وَهُوَ شَرّٞ لَّكُمۡۚ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ

“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216).

Ikhlas yaitu menerima dengan lapang dada dan sepenuh hati segala ketetapan Allah yang terjadi pada diri kita baik ataupun buruk. Seorang yang ikhlas di dalam memberi ataupun menerima maka ya harus berusaha belajar untuk mengosongkan diri dari segala kepentingan personalnya, dan kemudian mengembalikan seutuhnya kepada Allah semata.

Sebagaimana diinspirasikan oleh Al-Qur’an surat al-ikhlas yang tidak sama sekali di dalam teks ayat surat tersebut menyebut kata ikhlas, artinya seseorang yang benar-benar ikhlas, dia akan ditolong Allah menjadi orang yang telah diikhlaskan, sehingga orang pada kategori mukhlasin ini berarti dia telah belajar banyak berlatih ikhlas. Seorang yang ikhlas akan sepenuhnya menyerahkan segala ketetapan yang ada kepada Allah.

إِلَّا عِبَادَكَ مِنۡهُمُ ٱلۡمُخۡلَصِينَ

“Kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih di antara mereka.” (Shad: 83).

Hamba yang akan dilindungi Allah dari godaan setan adalah yang telah diambil alih oleh Allah perlindungannya (sebagai maf’ul). Hal ini akan terjadi manakala seseorang telah berlaku sebagai fail (subyek) sebelumnya artinya telah terus berupaya menjadi pelaku sikap ikhlas. Inilah ilmu tingkat tinggi dalam kehidupan manusia. Berlaku ikhlas hingga Allah menjadikan kita seorang yang diikhlaskan. Inilah derajat pada waliyullah.

23 Juli 2020
Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment