Bencana Besar di Balik Covid-19?

Bencana Besar di Balik Covid-19?

Bencana Besar di Balik Covid-19
Ilustrasi laki-laki mengenakan masker. (Foto: Medicalxpress.com)

Suaramuslim.net – Covid-19 atau Corona adalah sebuah penyakit yang sampai saat ini masih sangat misteri dan membuat seluruh manusia beriman menyadari akan keterbatasan, kelemahan dan kebodohannya dan meyakini akan kekuasaan, dan kekuatan serta pengetahuan Allah.

Virus yang sangat kecil, bisa menyebar ke seluruh dunia hingga mengalihkan isu perang sesama manusia menjadi perang virus. Virus corona yang sangat kecil, lemah dan tak terdeteksi secara kasat mata ini juga telah menyebabkan berhentinya proses belajar mengajar, melemahkan ekonomi bahkan menutup rapat-rapat hubungan antar negara, bangsa, warga, keluarga bahkan antar pribadi serta tempat peribadatan termasuk Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah sehingga untuk sementara ini umat muslim belum dapat menjalankan ibadah umrah dan ziarah Nabawiyah.

Namun lebih dari itu ada sebuah penyakit yang menyusul dan lebih bahaya dampaknya daripada virus corona yaitu penyakit kacau balau dan rasa ketakutan yang berlebihan. Hal ini dipicu oleh silih bergantinya informasi yang menghantui, tersebarnya kabar yang mengancam di masyarakat, cuitan-cuitan di Twiter dan bertebarannya WhatsApp yang tidak dapat dibendung muncul setiap saat.

Hal tersebut menciptakan sindrom ketakutan di atas kewajaran, rasa takut penyebaran atau penularan virus ini tidak hanya dari orang yang masih hidup saja, bahkan beberapa jenazah yang telah dinyatakan positif terjangkit virus pun ditolak ramai-ramai oleh massa dari tempat yang satu ke tempat yang lain dengan alasan takut akan penyebaran virus di jenazah tersebut.

Sementara hasil analisa medis yang dapat dipercaya, menyatakan bahwa virus yang berada pada hewan atau manusia yang sudah mati juga ikut mati pula, dikarenakan inang yang menjadi tempat domisili virus sudah tidak dapat berfungsi lagi. Dan jika dipikir secara logika seandainya virus-virus yang berada pada orang mati itu masih berpotensi menular, maka populasi manusia tidak akan sebanyak ini karena sudah terputus oleh virus-virus kala itu.

Kiranya perlu kita menganalisa bersama dengan realita kematian yang disebabkan oleh penyakit keturunan, penyakit tua, penyakit musiman yang memenuhi rumah sakit di mana saja berada, jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan angka kematian yang disebabkan virus corona ini.

Turunnya wabah-wabah semacam ini terjadi juga di zaman sahabat Rasulullah SAW. Namun demikian tidak berarti kita selaku manusia yang beriman hanya pasrah dengan dalih yakin atau tawakkal, akan tetapi wajib bagi kita baik secara syar’i maupun aqli setelah mendapatkan informasi yang valid untuk menghindarkan diri secara konkret sebagaimana ungkapan Rasulullah:

 إذا سمعتم بالطاعون بأرض فال تدخلوها وإذا وقع بأرض وأنتم بها فلا تخرجوا منها

“Jika kalian mendengar ada wabah (tha’un) di sebuah bumi, maka jangan memasukinya, dan jika wabah itu terjadi dan kau berada di dalamnya, maka jangan keluar dari tempat itu.” (Al-Bukhari).

Dengan tetap mengikuti aturan dan tata cara yang telah dianjurkan oleh tim protokoler medis yang ditunjuk secara resmi oleh pemerintah. Setelah itu marilah kita bersama-sama menelaah sunnatullah yang terjadi di saat nabiyullah Musa terjepit dari kejaran Firaun, Allah ungkapkan:

 فَأَوْحَيْنَا إِلَىٰ مُوسَىٰ أَنِ اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْبَحْرَ ۖ

“Lalu Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu.”

Begitu pula di saat ada seorang a’rabi (baduwi) meninggalkan untanya tanpa diikat dengan dalih berserah diri kepada Allah, maka Rasulullah pun memberi tuntunan a’qilha fatawakkal (ikatlah untamu lantas serahkan pada Allah).

Di balik semua ini perlu kita sadari juga akan adanya sebuah virus atau penyakit yang lebih berbahaya efeknya dibanding virus-virus lain. Karena efek negatif virus ini tidak hanya mengancam pada penderita saja melainkan juga pada seluruh hidup dan kehidupan manusia dalam berbangsa dan bernegara.

Penyakit ini adalah penyakit dosa dan maksiat yang dapat menimpa kepada siapa saja yang terformat oleh hawa nafsu dan membuat keras dan congkaknya hati, munculnya rasa iri, dengki, gengsi, ambisi dan emosi.

Adapun obat dan penangkal dari virus atau penyakit ini tidak lain adalah bertaubat secara menyeluruh, bersilaturahim disertai amar makruf nahi mungkar kepada siapa saja dengan tetap menjaga etika.

Dengan demikian akan tumbuh sikap tanggap dan sadar akan potensi serta dapat menggali dan memformatnya menjadi sebuah energi yang dapat disinergikan secara optimal dan maksimal.

Allah berfirman dalam QS. Hud: 117:

 وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَىٰ بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ

“Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan (antisipatif dan profesional).”

Semoga wabah dan musibah yang melanda dunia ini segera lewat terutama di bulan-bulan yang sakral. Dalam bulan Rajab kita dapat oleh-oleh dari sidratul muntaha yang dibawa oleh Rasulullah berupa salat dengan segala sakralitasnya. Di malam nisfu Sya’ban seluruh amal kita disowankan oleh para malaikat yang diganti dengan lembaran buku baru.

Semoga diri kita dijauhkan dari maksiat dan dosa terlebih di dalam bulan Ramadan yang akan tiba, sehingga kita dapat melaksanakan ibadah, baik yang wajib maupun yang sunnah seperti salat berjamaah dan tarawih, mudarosatul quran dan dapat beriktikaf dalam masjid-masjid untuk menyambut hadirnya lailatul qadar.

Hari raya Idulfitri dapat kita rayakan secara saksama, bersilaturahim antar sesama dengan budaya ketimuran dan pola tawassuthul islam, saling berjabat tangan berpelukan yang diridai oleh Allah.

Makkah dan Madinah dibuka kembali agar umat Islam dari berbagai penjuru dunia dapat menjalankan ibadah haji dan umrah serta ziarah nabawiyah dengan khusyuk dan khudhu. Begitu pula seluruh agenda dan kegiatan keagamaan, pendidikan, sosial, politik serta pelayanan umum dapat kembali normal dengan penuh gairah dan semangat dalam rangka membangun bangsa dan negara sebagai baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur.

Mahfudz Syaubari, MA
Pengasuh Ponpes Riyadlul Jannah Pacet Mojokerto

Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment