Berbohong Membatalkan Puasa Kita?

Berbohong Membatalkan Puasa Kita?

Berbohong Membatalkan Puasa Kita?
Bahasa tubuh orang bohong.

Suaramuslim.net – Seorang anak yang sedang bermain pada siang hari di bulan puasa bertengkar kecil dengan temannya. Ketika teman tadi dilihatnya melakukan kebohongan, ia langsung berkata kepadanya, “Hei kita sedang berpuasa tidak boleh berbohong.”

Temannya tadi menjawab, “Memang kalau tidak berpuasa kita boleh berbohong?”

“Bukan begitu,” sahut anak tadi. “Kata Pak Ustaz orang puasa itu kalau berbohong puasanya batal,” tambahnya.

“Ah, mana mungkin puasa kita batal, bukankah kita tidak makan dan tidak minum?” Jawab temannya tadi mendebat.

“He, kata Pak Ustaz, katanya ada hadisnya bahwa orang berpuasa itu kalau bohong batal puasanya,” kata anak tadi berargumen.

Itu diskusi tingkat anak-anak sambil bermain pada bulan Ramadan, mungkin kamu pernah juga diskusi di sela puasa dengan temanmu terkait hal ini ya. Kamu beranggapan bahwa berbohong dan atau menggunjing orang lain saat berpuasa akan membatalkan puasa.

Bagaimana sih yang sebenarnya? Apakah boleh berbohong saat puasa? Atau bohong membatalkan puasa? Yuk, kita simak penjelasan pakar hadis Indonesia, almarhum Prof. KH. Ali Mustafa Yaqub dalam buku beliau Hadis-Hadis Bermasalah berikut ini!

Hadis Palsu

Hadis yang disebut-sebut di atas itu teks lengkapnya sebagai berikut:

خَمْسُ خِصَالٍ يُفَطِّرْنَ الصَّائِمَ وَيَنْقُضُ الْوُضُوْءَ: اَلْكَذِبُ وَالْغِيْبَةُ وَالنَّمِيْمَةُ وَالنَّظْرُ بِشَهْوَةٍ وَالْيَمِيْنُ الْكَاذِبَةُ.

Lima hal yang membatalkan orang berpuasa, dan membatalkan wudhu. Berbohong, mengumpat, mengadu domba, melihat lawan jenis dengan syahwat, dan sumpah palsu.”

Hadis ini diriwayatkan oleh Abu al-Fath al-Azdi dalam kitabnya al-Dhua’fa wa al-Matrukin, dan al-Dailami dalam Musnad al-Firdaus, berasal dari Anas bin Malik. Imam as-Suyuthi mengatakan bahwa hadis ini dhaif (lemah). Sementara para ahli hadis lain, seperti Abu Hatim, Ibnu al-Jauzi, al-Iraqi dan az-Zahabi menilai hadis ini palsu. Hadis ini juga tercantum dalam kitab Ihya Ulumuddin karya Imam al-Ghazali dan menurut Imam al-Iraqi, pentakhrij hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Ihya Ulumuddin, hadis ini palsu.

Juga tercantum dalam kitab Durroh al-Nashihin karya Utsman al-Khubbani tanpa menyebutkan kualitasnya. Penilaian as-Suyuthi ini tidak bertentangan dengan penilaian para ahli hadis yang lain, karena hadis palsu itu adalah bagian dari hadis dhaif.

Kepalsuan hadis ini cukup parah, karena di dalam sanadnya (rantai periwayatan) terdapat rawi-rawi (periwayat) pendusta. Mereka itu antara lain Sa’id bin Anbasah, Muhammad bin al-Hajjaj al-Himsi dan Jaban.

Menurut kritikus hadis Imam Yahya bin Ma’in, Said bin Anbasah adalah pendusta. Begitu pula menurut kritikus hadis al Iraqi. Sementara Muhammad bin al-Hajjaj al-Himsi, menurut al-Azdi, tidak boleh ditulis hadisnya. Sedangkan Jaban, menurut az-Zahabi tidak dikenal identitasnya, bahkan menurut al-Azdi, Jaban adalah matruk al-hadis (hadisnya matruk, semi palsu).

Dalam disiplin ilmu hadis, apabila dalam sanad sebuah hadis terdapat satu rawi (periwayat) saja yang pendusta, maka hadis itu dapat dinilai sebagai hadis palsu atau hadis semi palsu. Dan dalam hadis pembatal puasa ini, rawi-rawi yang lemah itu lebih dari satu orang. Karenanya, kualitas hadis ini sangat parah, sangat palsu, karena rawi-rawi yang pendusta lebih dari satu orang. Ini belum ditambah rawi lain yang terdapat dalam sanad hadis tersebut, yang juga lemah, seperti Baqiyah, kendati tidak separah yang lain.

Matannya Juga Lemah

Di samping lemah dari segi sanadnya, hadis ini juga lemah dari segi matannya (isi hadis). Hal itu karena hadis ini menyebutkan bahwa perbuatan bohong, mengadu domba, mengumpat, melihat lawan jenis dengan syahwat, dan bersumpah palsu adalah membatalkan puasa dan wudhu.

Dalam kitab-kitab fikih tidak ditemukan keterangan bahwa berbohong dan sebagainya itu membatalkan wudhu. Apabila perbuatan-perbuatan itu tidak membatalkan wudhu, maka hal itu juga tidak membatalkan puasa. Karena wudhu di situ disebutkan satu rangkaian dengan puasa.

Bohong Menghancurkan Pahala Puasa

Kendati hadis itu palsu dan tidak dapat dijadikan dalil sama sekali, namun lima perbuatan itu tetap dilarang agama. Karena perbuatan tersebut akan mendatangkan dosa, dan dosa dapat menghancurkan pahala ibadah.

Meskipun hadis itu palsu, namun hal itu tidak berarti ketika sedang berpuasa kita boleh berbohong dan sebagainya. Lima perbuatan itu tetap tidak boleh dikerjakan, baik kita sedang berpuasa maupun sedang tidak berpuasa. Hal itu karena ada hadis lain yang sahih yang melarang perbuatan tersebut.

Disadur dari Buku Hadis-Hadis Bermasalah Karya Guru Besar Ilmu Hadis, Alm Prof. KH. Ali Mustafa Yaqub, hlm. 182-184.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment