Berjenggot, Celana Cingkrang, Pencegahan Radikalisme Serta Pergeseran Makna Radikal

Berjenggot, Celana Cingkrang, Pencegahan Radikalisme Serta Pergeseran Makna Radikal

Berjenggot, Celana Cingkrang, Pencegahan Radikalisme Serta Pergeseran Makna Radikal
Ilustrasi laki-laki berjenggot.

Suaramuslim.net – Mengidentifikasi seseorang sebagai muslim radikal karena berjenggot dan bercelana cingkrang boleh dibilang orang yang kurang wawasan meminjam istilah Novel Baswedan. Tidak semuanya seorang muslim yang berpenampilan berjenggot, bercelana cingkrang itu radikal.

Sebenarnya penampilan seorang muslim yang berjenggot dan bercelana cingkrang hanyalah ekspresi keagamaan (menjalankan perintah Allah dan Rasul). Seseorang dalam bentuk ekspresi ini mestinya harus dilindungi berdasarkan Pasal 18 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

Stigma radikal terhadap seorang muslim yang berjenggot dan bercelana cingkrang terus didengungkan. Hal ini, bermula dari kasus-kasus terorisme yang tertangkap secara kebetulan berpenampilan berjenggot dan bercelana cingkrang. Akhirnya masyarakat menilai bahwa kelompok radikal adalah yang berpenampilan celana berjenggot dan celana cingkrang.

Isu celana cingkrang dan berjenggot adalah radikal terus didengung-dengungkan. Adanya isu bahwa di KPK sudah kemasukan paham radikal. Lantas sebagian warganet menuduh Novel Baswedan, Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah seorang radikal. Dalilnya, ia memelihara jenggot dan bercelana cingkrang.

Terang saja Novel kaget, lalu Dia pun menanggapi balik dengan menyebut mereka sebagai kurang berwawasan. “Justru ketika seseorang mempunyai jenggot seperti saya kadang menggunakan celana yang sedikit sesuai dengan sunah Rasul, terus dipermasalahkan?” ujar Novel setengah bertanya, Kamis (20/6/2019).

Jika radikal memasukkan ciri-ciri bercelana cingkrang dan memelihara jenggot, maka bersiap-siaplah bagi pegawai negeri dan karyawan BUMN yang merasa berpenampilan seperti itu untuk kecewa. Soalnya, itu bermakna celana cingkrang dan jenggot bisa jadi karier terkotak.

Pasca Pilpres, Presiden Joko Widodo pada awal pemerintahannya menunjuk mantan wakil Panglima TNI Jenderal (Purn) Fachrul Razi masuk kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024. Jokowi meminta lulusan akademi militer 1970 itu mengurus pencegahan radikalisme dalam jabatan barunya.

“Bapak Jenderal Fachrul Razi sebagai Menteri Agama,” kata Jokowi saat mengumumkan susunan menteri kabinet sembari duduk di tangga Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/10/2019).

Nama-nama menteri yang dipanggil Jokowi di antaranya ada Tito Karnavian Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Mahfud MD Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Prabowo Subianto Menteri Pertahanan. Jadi melihat kelima formasi menteri itu, terlihat sinyal bahwa pemerintah lima tahun ke depan berfokus pada persoalan melawan radikalisme di Indonesia.

Fachrul Razi, usai pelantikan kabinet Indonesia Maju mengatakan bahwa ia sedang menyusun upaya-upaya menangkal radikalisme di Indonesia. Ia mengakui Presiden memilihnya karena dianggap mempunyai terobosan menghadapi radikalisme.

“Saya berpikir mungkin beliau membayangkan juga bahwa belakangan ini potensi-potensi radikalisme cukup kuat sehingga beliau berpikir pasti pak Fachrul mungkin punya terobosan-terobosan lah dalam kaitan menangkal radikalisme ini,” katanya

Namun, ia mengakui belum merumuskan nama dari program radikalisasi. Pria asal Aceh tersebut menilai tidak perlu membuat kejutan dalam program radikalisme bila pihaknya bisa melakukan dengan cara yang halus, tenang dan semua orang merasa dihormati dengan baik. “Itulah ide-ide yang baik kita terapkan,” kata Fachrul meyakinkan.

Selain Fachrul Razi, masih ada nama menteri lain yang mungkin dijadikan garda depan untuk menumpas radikalisme. Ada Tito Karnavian merupakan mantan Kapolri, ia pernah menjabat sebagai Kepala Densus 88 Antiteror Polri dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Ada juga Menko Polhukam Mahfud MD pernah menjabat sebagai anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.

Upaya pemerintah dalam pencegahan radikalisme semoga tidak salah alamat sehingga tidak merugikan pihak kaum muslimin yang selalu berpenampilan celana cingkrang dan berjenggot.

Pergeseran Makna Radikal

Nah sekarang timbul pertanyaan, apakah benar kaum radikal itu bisa dikatakan cukup membahayakan, dan patut dilawan serta disingkirkan jauh-jauh? Lalu, siapa sih sejatinya yang dimaksud kaum radikal itu?

Sebenarnya istilah radikal berasal dari kata radix (Bahasa Latin) yang artinya akar. Jika melihat Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI kata “radikal” memiliki tiga pengertian. Pertama, secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip); kedua, amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan); dan ketiga, maju dalam berpikir atau bertindak.

Pada pengertian KBBI tersebut, kata “radikal” boleh dibilang tidak memiliki pengertian yang negatif. Jadi mestinya tidak perlu ditakuti dan dibuat-buat buruk.

Perlu diketahui bahwa dalam buku sejarah ditulis bahwa penculikan Sukarno dan Hatta dilakukan oleh sekelompok anak muda radikal yang tidak setuju dengan “kelompok tua”. Radikal dalam kalimat itu bermakna baik. Tanpa orang radikal, kemerdekaan Indonesia rasanya tidak terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada era perjuangan kemerdekaan, kata radikal diartikan sangat terhormat, yakni kelompok yang progresif revolusioner.

Bisa disimpulkan bahwa penggunaan kata radikal pada tahun 1800-an hingga 1966 kerap mengacu kepada kelompok Komunis, karena mereka betul-betul mengacu kepada akar pemikiran mereka, Karl Marx. Adapun para pengikut Sukarno yang berhalauan nasionalis juga disebut sebagai kaum radikal, radikal pada nasionalisme ala Sukarno (marhaenisme). Sangat jarang kelompok agamis seperti Masyumi disebut radikal, mereka lebih sering dijuluki kaum konservatif (bertumpu pada nilai-nilai luhur/agama).

Rupanya kini ada pergeseran makna tentang radikal. Disengaja atau tidak, yang jelas sekarang di era pasca reformasi, kata radikal tidak lagi mengacu kepada kelompok kiri yang bisa dibilang terlarang. Kata radikal kini disematkan kepada kelompok agamis terutama umat Islam yang benar-benar menjalan perintah Allah dan Rasulnya.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment