Berkaca dari Kisah Heroik Muhammad Al Fatih

Berkaca dari Kisah Heroik Muhammad Al Fatih

Berkaca dari Kisah Heroik Muhammad Al Fatih
Ilustrasi Sultan Mehmed II atau Muhammad Al Fatih dengan para prajuritnya. (Foto: Istanbulclues.com)

Suaramuslim.net – Pemuda muslim adalah generasi penerus umat ini. Di pundaknyalah estafet perjuangan Nabi Muhammad SAW dibebankan. Dahulu, ada seorang tokoh yang begitu inspiratif. Tokoh yang bahkan sudah dijanjikan dalam sabda Nabi. Siapakah beliau? Dapatkah kita berkaca pada kisah inspiratif beliau?

Pemuda muslim sangat diharapkan perjuangannya untuk mencapai kejayaan umat, untuk bisa meraih kembali kejayaan Islam terdahulu. Islam sangat memperhatikan kaum pemuda. Karena masa muda adalah masa keemasan, masa yang penuh dengan aktivitas-aktivitas yang bisa mendatangkan kebaikan, bisa meraih kemuliaan dan kejayaan untuk umat.

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS Ali Imran: 110).

Bagaimana dalam ayat tersebut Allah SWT menuntut kita menjadi umat terbaik di antara umat-umat lainnya. Berkaca kembali kepada masa kejayaan umat Islam pada masa lampau. Pada zaman Bani Utsmaniyah ada sosok pemuda muslim yang begitu fenomenal, yang mampu menaklukkan kerajaan Romawi Timur yang telah berkuasa selama 11 abad.

Beliau adalah Sultan Mehmed II atau yang biasa dikenal dengan nama Sultan Muhammad Al Fatih. Muhammad Al Fatih adalah salah seorang raja atau sultan Kerajaan Utsmani yang paling terkenal. Beliau merupakan sultan ketujuh dalam sejarah Bani Utsmaniah. Sejarah mencatat Sultan Muhammad Al Fatih menaklukkan Konstantinopel saat masih berusia 21 tahun.

Sejak kecil beliau telah ditempa oleh ayahnya, Sultan Murad II untuk menjadi seorang pemimipin yang baik dan tangguh melalui bimbingan para ulama. Menghafalkan Al Quran 30 juz, mempelajari hadis-hadis, memahami ilmu fikih, belajar matematika, ilmu falak dan strategi perang adalah makanan sehari-hari beliau semenjak kecil.

Selain itu, beliau juga menguasai bahasa Arab, Turki, Persia, Ibrani, Latin dan Yunani pada usia 21 tahun. Pencapaian prestatif inilah yang menjadikan beliau begitu terkenal dan menjadi sosok pemimpin yang membawa kejayaan Islam pada masanya. Kita sebagai pemuda muslim seharusnya berkaca pada pencapaian sosok Sultan Muhammad Al Fatih.

Pertanyaannya, bagaimana dengan kondisi pemuda muslim saat ini? Sudahkah pemuda muslim merefleksikan dirinya sebagai muslim sejati? Mampukah pemuda muslim memainkan peran dan menciptakan pencapaian prestatif untuk menjawab tantangan pada era globalisasi? Kembali lagi kita melihat lebih dalam mempelajari apa yang telah di lakukan oleh sosok Muhammad Al Fatih untuk mencapai masa kejayaannya.

Diceritakan bahwa keberhasilan Muhammad Al Fatih tak luput dari keshalehan, keberanian dan kemuliaan akhlaknya. Beliau tidak pernah meninggalkan salat wajib, tahajud dan rawatib sejak baligh hingga saat kematiannya. Hampir seluruh tentara Muhammad Al Fatih pun seperti itu. Karena semangat jihad, kepentingan memuliakan niat dan harapan kemenangan di hadapan Allah SWT menjadikan beliau dan para tentaranya akhirnya berjaya mengantarkan cita-cita mereka.

Lalu, bagaimana dengan pemuda muslim sekarang? Kita mulai dari yang paling dasar yaitu pola hidup kebanyakan pemuda muslim yang sangat memprihatinkan di zaman sekarang. Berapa banyak pemuda muslim yang memiliki kebiasaan mengunjungi masjid untuk menunaikan shalat fardhu dan kegiatan spiritual bermanfaat lainnya? Berapa banyak pemuda muslim yang menggunakan waktunya untuk mempelajari kitab Allah? Berapa banyak pemuda muslim yang peduli terkait hal-hal aqidah yang telah di ajarkan oleh Rasulullah SAW?

Mirisnya, kebanyakan pemuda muslim justru lebih senang menghabiskan waktunya di tempat-tempat hiburan meski harus mengeluarkan biaya, padahal tidak menimbulkan manfaat apapun. Bila dibandingkan dengan manfaat yang bisa kita dapatkan dari sebuah masjid, tentu sangat drastis. Padahal masjid sama sekali tidak meminta uang kita sepeser pun. Kondisi pola hidup yang sangat memprihatinkan inilah yang membawa ke pola pergaulan yang tidak menyehatkan.

Masih banyak pemuda yang terjerumus ke dalam pergaulan seks bebas, narkoba, dan pergaulan yang tidak menyehatkan lainnya. Pada zaman ini, benteng pertahanan terakhir berada pada diri sendiri. Jangan sampai kita terlena dan terjerumus kepada hal-hal yang merugikan diri kita beserta umat islam lainnya. Kembali lagi merujuk surah Al Imran ayat 110, bagaimana umat islam yang sebenarnya, seorang pemuda muslim sejati.

Pemuda muslim memang sewajarnya memiliki nilai-nilai akidah Islam yang menuntun kehidupan dan menjiwai seluruh perbuatan dan tindakan yang dilakukan. Dengan membawa nilai akidah ini seharusnya seorang pemuda muslim sudah bisa mencapai pencapaian prestatif. Untuk mencapai sebuah prestasi bukanlah perkara yang mudah. Dan bahkan jika kita lihat dominansi pemuda muslim dalam mencapai prestasi di dunia ini lebih sedikit dibandingkan yang beragama selain muslim.

Sesungguhnya prestasi akan dapat diraih jika seorang pemuda muslim tersebut memenuhi syarat pertama yaitu cerdas. Cerdas di sini dalam artian memiliki kapasitas intelektual yang memumpuni, cerdas dalam membaca peluang dan menyusun strategi yang aplikatif. Sudah sewajarnya pemuda muslim mendalami pengetahuan terhadap Islam.

Dengan memiliki basis intelektual dan moral Islam yang kuat, pemuda muslim tidak akan terbawa arus global yang didominasi oleh liberalisme dan hedonisme. Lalu sudah sewajarnya juga setiap pemuda muslim ini memiliki kemampuan dan menjadi ahli dalam suatu bidang.

Seperti contoh Muhammad Al Fatih yang memiliki kemampuan dalam strategi perang. Sudah sewajarnya pemuda muslim juga memiliki wawasan yang luas yang mencakup aspek kehidupan, dengan memiliki wawasan yang luas, sangatlah mudah dalam membangun hubungan sosial dan juga memiliki modal yang sangatlah cukup untuk meraih prestasi.

Selain itu, nuansa lingkungan kompetisi untuk saling berprestasi akan menjaga dan terus memacu gelora kita untuk berprestasi. Inilah motivasi eksternal. Ini sama pentingnya dengan motivasi internal. Tanpa motivasi eksternal dari lingkungan maka motivasi internal kita akan mudah melemah dan juga tanpa lingkungan yang mendukung, gelora berprestasi kita pasti akan hilang.

Kepekaan sosial juga akan membawa naluri berprestasi kita untuk berkarya sesuai dengan kebutuhan zaman. Tanpa kepekaan, kita tidak akan mampu mengetahui apa sebenarnya apa yang dibutuhkan zaman dan juga umat Islam. Prestasi kita akan sia-sia. Prestasi hanya akan menjadi semuan belaka jika justru menimbulkan kerugian. Maka dari itu awali niat berprestasi dengan memberikan manfaat untuk kehidupan.

Selain itu prestasi bukanlah sekadar kata-kata yang hanya tertulis rapi di buku impian kita atau hanya menjadi imajinasi belaka. Prestasi membutuhkan aksi dan aksi butuh strategi. Sebagaimana Sultan Muhammad Al Fatih yang pandai meracik strategi, begitu pula kita seharusnya. Kita harus menentukan bidang spesifik apa yang akan menjadi medan prestasi kita. Lalu, kita tentukan karya apa yang dapat kita ciptakan dengan langkah-langkah realistis serta ikhtiar sebaik mungkin. Dalam menjawab tantangan global ini,  dengan prestasi pemuda muslim akan menjawabnya. Dengan dia menjadi muslim sejati.

Penulis: Tarmizi Ihza

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment