Bertauhid melahirkan akhlak yang agung

Bertauhid melahirkan akhlak yang agung

Al Quran Al-Karim, Bacaan yang Maha Sempurna dan Maha Mulia
Al Quran (Foto: Freepik)

Suaramuslim.net – Memegang nilai-nilai tauhid melahirkan sikap tegas namun tetap bersikap lemah lembut terhadap siapapun yang pernah berjasa baik padanya. Hal itu ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim ketika mendakwahkan tauhid kepada orang tuanya. Beliau sangat tegas dengan mengingkari penyimpangan keyakinan ayahnya. Namun beliau justru mendoakannya ketika diancam akan dirajam.

Sikap lemah lembut Nabi Ibrahim sebagai refleksi budi pekerti yang agung karena mengingat jasa ayahnya yang telah membesarkannya. Hal ini kontras dengan watak buruk orang kafir yang bersikap kejam kepada siapapun yang menegakkan tauhid. Mulut dan tangan mereka sangat menyakitkan ketika mengajak kepada kekafiran kepada siapapun.

Tauhid dan keluhuran akhlak

Al-Qur’an merekam ketegasan sikap Nabi Ibrahim ketika berpegang teguh pada nilai-nilai tauhid. Hal ini ditunjukkan pada kebencian beliau pada kekafiran yang ditunjukkan kaumnya. Sikap tegas juga beliau tunjukkan ketika berdakwah kepada orang tuanya. Kasih sayang beliau kepada orang tuanya agar bertauhid ditunjukkan beliau sebagai bentuk utang budi pada orang yang pernah berjasa baik padanya.

Sikap luhur Nabi Ibrahim ini sebagai refleksi ketinggian akhlak beliau. Di balik sikap tegasnya, tetap muncul sikap manusia yang tahu utang jasa pada mereka yang pernah berbuat baik padanya. Narasi keagungan sikap ini ditunjukkan Allah sebagaimana firman-Nya:

قَدْ كَا نَتْ لَـكُمْ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِيْۤ اِبْرٰهِيْمَ وَا لَّذِيْنَ مَعَهٗ ۚ اِذْ قَا لُوْا لِقَوْمِهِمْ اِنَّا بُرَءٰٓ ؤُا مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۖ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَا لْبَغْضَآءُ اَبَدًا حَتّٰى تُؤْمِنُوْا بِا للّٰهِ وَحْدَهٗۤ اِلَّا قَوْلَ اِبْرٰهِيْمَ لِاَ بِيْهِ لَاَ سْتَغْفِرَنَّ لَـكَ وَمَاۤ اَمْلِكُ لَـكَ مِنَ اللّٰهِ مِنْ شَيْءٍ ۗ رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَاِ لَيْكَ اَنَـبْنَا وَاِ لَيْكَ الْمَصِيْرُ

“Sungguh, telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya, ketika mereka berkata kepada kaumnya, “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami mengingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu ada permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja,” kecuali perkataan Ibrahim kepada ayahnya, “Sungguh, aku akan memohonkan ampunan bagimu, namun aku sama sekali tidak dapat menolak (siksaan) Allah terhadapmu.” (Ibrahim berkata), “Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkau kami bertawakal dan hanya kepada Engkau kami bertobat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali.” (Al-Mumtahanah: 4).

Nabi Ibrahim merupakan sosok manusia yang totalitas pada nilai-nilai tauhid dengan memasrahkan hidupnya pada Dzat yang pernah berbuat sangat mulia padanya. Kebencian pada orang yang musyrik tidak menghilangkan sikap lemah lembut. Doa terbaik untuk orang tuanya sebagai refleksi kemuliaan anak yang tidak melupakan jasa orang tua yang pernah membesarkannya.

Kekafiran dan kekejaman

Sebagai lawan atas kelembutan, Allah menggambarkan sikap buruk orang kafir ketika mengajak orang untuk melupakan jasa Allah yang pernah memberikan segalanya padanya. Allah telah memberi nikmat kesehatan, limpahan harta, dan anak yang loyal padanya. Namun sikapnya justru kontras. Mereka bukan hanya menolak perintah mengagungkan Sang Pencipta dan Pemelihara tetapi juga memusuhi manusia yang ingin membalas budi terhadap kebaikan Allah.

Allah menggambarkan kekejaman orang kafir yang begitu sadis dalam berperilaku. Mereka menggunakan mulut dan tangannya untuk mengembalikan manusia untuk menyimpang dan jauh dari tunduk kepada Allah. Mereka tidak segan menyiksa siapapun yang tidak mengikuti agamanya. Hal ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya:

اِنْ يَّثْقَفُوْكُمْ يَكُوْنُوْا لَـكُمْ اَعْدَآءً وَّيَبْسُطُوْۤا اِلَيْكُمْ اَيْدِيَهُمْ وَاَ لْسِنَتَهُمْ بِا لسُّوْٓءِ وَوَدُّوْا لَوْ تَكْفُرُوْنَ

“Jika mereka menangkapmu, niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagimu lalu melepaskan tangan dan lidahnya kepadamu untuk menyakiti dan mereka ingin agar kamu (kembali) kafir.” (Al-Mumtahanah: 2).

Betapa banyak nyawa kaum muslimin melayang dan darah tumpah karena menolak ajakan orang kafir ketika menolak perintahnya untuk mempersekutukan Allah. Mereka mengajak kepada kekafiran dengan sikap yang sangat hina dan tak berperikemanusiaan. Bukanlah simbol peradaban yang rendah ketika memaksakan kehendak kepada manusia untuk melupakan jasa baik kepada Sang Pencipta dan Pemberi rezeki dirinya. Inilah puncak kezaliman yang sebenarnya.

Surabaya, 23 Februari 2023

Dr. Slamet Muliono R.
Dosen Prodi Pemikiran Politik Islam
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
UIN Sunan Ampel Surabaya

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment