Bukan Sekadar Mazhab Oposisi dan Heterodoksi Syiah

Bukan Sekadar Mazhab Oposisi dan Heterodoksi Syiah

Bukan Sekadar Mazhab Oposisi dan Heterodoksi Syiah

Judul Buku     : Bukan Sekadar Mazhab Oposisi dan Heterodoksi Syiah
Penulis           : Syamsuddin Arif
Tahun Terbit  : 2018
Penerbit         : Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS)

Suaramuslim.net – Selama ini banyak informasi simpang siur mengenai keberadaan Syiah hingga menyebabkan kesalahpahaman yang terjadi di masyarakat. Informasi yang tidak menyeluruh bisa mengakibatkan perilaku ekstrim menghina dan menggugat tanpa ada landasan pengetahuan tentang Syiah itu sendiri.

Buku ini secara lengkap memberi pengetahuan tentang Syiah baik secara historiografi, tipologi, definisi, doktrin, aqidah dan ajaran. Penulis dengan tajam mengulas penyebab terbentuknya aliran Syiah beserta ciri khas yang membedakannya dengan ahlus sunnah.

Sejak tahun 1990-an ustad Syamsuddin telah meneliti berbagai literatur tentang Syiah dan berinteraksi dengan komunitas Syiah. Hingga pada tahun 2004 ia bertemu syed naquib al-attas yang mengatakan bahwa “Shi’ism is a religion which emerged in the sixteenth century” “Syiah itu agama yang muncul pada abad ke16″ ujar beliau. Perkataan tersebut terus teringat oleh ustad Syamsuddin hingga hari ini karena menjawab kegelisahan beliau sebelumnya tentang Syiah.

Dalam kata pengantarnya Prof. Syamsuddin Arif menegaskan pemilihan judul dalam buku ini. Kata yang disusun memiliki pertimbangan berdasarkan pemahaman yang berkembang tentang Syiah. Melalui judul buku ini, ustad Syamsuddin ingin menegaskan bahwa “Syiah Bukan Sekadar Mazhab” yang kita kenal seperti mazhab dalam fiqh: Hanafi, Hambali, Maliki, Syafi’i maupun mazhab dalam ranah aqidah seperti Maturidi, Asyari dan Athari. Syiah bukanlah sekadar mazhab dalam Islam namun sudah menjadi sekte tersendiri dalam Islam.

Lalu, ustad Syamsuddin juga menekankan bahwa Syiah sudah mereduksi ajaran-ajaran dalam Islam dan sudah menyimpangkan ajaran yang sebenarnya. Hal ini tergambar dalam konsep kata heterodoksi dalam judul buku yaitu asal kata hetero: beda dan doxa: pendapat,ajaran adalah lawan dari orthodoksi  (orthos: lurus, benar).

Titik ajaran Syiah yang membedakannya dengan Ahlus Sunnah yaitu tidak ada mazhab yang akan melaknat ataupun mengkafirkan sahabat. Lalu ciri khas lainnya adalah sekte keimaman. Syiah memiliki imam yang harus dipatuhi setiap perkataannya.

Hal ini berbeda dengan tokoh agama seperti kyai atau ustad, karena perkataan imam dalam Syiah memiliki otoritas yang sama dengan hadis Nabi. Perkataan imam itu bisa menjadi dasar dalam aqidah Syiah hingga dasar penentuan hukum agama. Misalnya hukum aqidah Syiah Bada’ yaitu konsep teologis berupa peristiwa baru yang berbeda dengan atau menyalahi pengetahuan Tuhan.

Konsep ini dipakai al mukhtar ketika berperang. Sebelum perang ia mengatakan bahwa mereka akan menang, bila menang maka ia akan kukuh sebagai imam namun ternyata kalah al mukhtar  mengatakan Tuhan telah mengubah rencananya. Kepercayaan terhadap Imam ini sudah termasuk rukun iman dalam Syiah.

Bila kita telusuri jejak Syiah, maka akan sampai pada akar dari ajarannya yaitu penganggungan sayyidina Ali melebihi sahabat Nabi lainnya. Selanjutnya, agar kita tidak terjebak dalam permainan kata, ustad Arif Syamsuddin membagi Syiah menjadi tiga kata yaitu Syiah ideologis, Syiah politis dan Syiah terminologis.

Syiah dimulai dari Syiah politis yaitu para sahabat Nabi yang berjuang dan mendukung sayyidina Ali dalam perseteruan politiknya dengan muawiyyah lalu berkembang setelah mengalami jangka waktu tertentu menjadi gerakan ideologis.

Gerakan ini adalah gerakan sempalan yang telah mengalami reduksi makna hingga menjadi suatu sekte Imamiyyah. Gerakan ini menganggap Islam hanya terpusat pada Allah, Nabi Muhammad, Ali bin Abi Thalib, Fatimah az Zahra, Husayn dan Imam.

Perlu dicermati kejanggalan terbentuknya Syiah yang hanya berpusat pada anak sayyidina Ali yaitu Husayn (padahal Sayyidina Ali memiliki banyak anak) adalah karena Husayn menikah dengan putri kerajaan Persia yaitu Sahr Banu. Bangsa Iran sulit untuk meninggalkan unsur kerajaan dan kedinastiannya, sehingga menganggap Sahr Banu dan Husayn adalah dua titisan Tuhan yang bertemu.

Unsur Persia ini sangat mencolok dalam sekte Imamiyah yang Husayn-sentris. Pemikiran Syiah juga mirip dengan teori kerajaan Persia. Syiah sangat dipeluk oleh bangsa Iran sebagai kelanjutan dari kecintaan dan kebanggaan terhadap dinasti Persia. Islam sudah di iranisasi oleh ajaran Syiah.

Kesimpulannya, Syiah adalah suatu sekte yang mereduksi agama Islam karena hanya terpusat pada Allah, Nabi Muhammad saw., Ali bin Abi Thalib, Husayn bin Ali dan Imam. Latar belakang Syiah sangat dipengaruhi oleh dinasti kerajaan Persia hingga corak kerajaan dinasti sangat kental dalam ajaran-ajaran Syiah.

Sekte ini memiliki sifat berlebihan dalam mengaggungkan Ali hingga mengkafirkan sahabat-sahabat Nabi lainnya dan ummul mukminin serta umat muslim pengikutnya (takfiri). Ciri khas lainnya yaitu adanya pengkusudan terhadap imam (taqdisi) yang setara dengan otoritas Nabi Muhammad dimana perkataannya menjadi dasar hukum agama mulai dari aqidah dan perangkat-perangkat untuk melakukan ibadah.

Ustad Syamsuddin mewanti-wanti pada kalimat penutup dalam bukunya agar jangan menghakimi Syiah tanpa memahaminya lebih dulu dan tidak perlu mengkafir-kafirkan Syiah karena Rasulullah melarang mengkafirkan orang yang zahirnya Islam. Secara ideologis agama Syiah adalah Syiah, secara muammalah Syiah itu manusia yang harus diperlakukan sebagaimana mesti dipenuhi haknya sebagai warga Negara, sahabat, dan tetangga. Penganut Syiah juga adalah mahluk Allah yang harus diperlakukan dengan adil dan baik.

Buku ustad Syamsuddin membantu kita berfikir secara lebih adil dengan memahami Syiah terlebih dahulu. Syiah dalam buku ini tidak disajikan secara hitam putih, benar-salah, kafir-muslim. Syiah ditampilkan secara ilmiah metodologis berdasarkan berbagai sumber. Istilah-istilah dalam buku ini bukanlah istilah baru namun perpanjangan dari tulisan dan penelitian sebelumnya tentang Syiah. Sumber buku ini pun sangat beragam mulai dari ulama sunni, peneliti barat, ulama dan kitab rujukan Syiah.

Akhir kata, sebagai pembaca saya mendapat pengetahuan yang terang tentang Syiah. Sulit mendapat buku tentang Syiah yang membahas secara lengkap dan metodologis seperti yang telah dilakukan ustad Syamsuddin. Lalu dengan ke tawadhuan beliau, dalam buku ini tidak terdapat penghakiman apakah Syiah itu kafir, muslim, atau sesat. Penilaian diserahkan kepada masing-masing pembaca yang telah diberi pengetahuan tentang Syiah lewat buku ini.

Mengutip kata-kata ustad Syamsuddin dalam buku, kucing akan tetap kucing tanpa kita kucingkan sekalipun, maka tidak perlu dan tidak ada gunanya kita memanusiakan kucing ataupun mengkucingkan manusia. Bila Syiah mengkafirkan Ummul mukminin, sahabat-sahabat Nabi SAW dan umat muslim yang mengikutinya maka tuduhan itu akan berbalik kepada dirinya sendiri. Sekian.

 

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment