Suaramuslim.net – Cacat fisik sama sekali bukan penghalang untuk menjadi hebat. Bagi orang yang berhati kerdil, kondisi semacam itu akan menjadi alasan untuk berhenti berjuang. Lain halnya dengan orang yang berhati besar, keadaan itu menjadi pemantiknya untuk berjuang. Semangatnya untuk berjuang melampaui fisiknya yang cacat; melampaui badannya yang sedang sakit.
Dari sosok `Amru bin Jamuh (W. 625 M) pembaca akan menemukan keteladanan itu. Beliau merupakan sahabat yang cacat fisik. Kakinya ketika berjalan sangat pincang, umurnya sudah tua lebih dari enam puluh tahunan, dia mempunyai empat anak semuanya berjuang di jalan Allah. Anak-anaknya turut berpartisipasi dalam perang Uhud.
Ketika Nabi dan para sahabat mau berangkat menuju Uhud, `Amru bin Jamuh berkeinginan keras untuk turut serta ke medan Uhud berjuang di jalan Allah, lantaran ia telah mendengar masalah kesyahidan, hatinya pun sangat rindu mati dalam kondisi syahid.
Masalahnya, dalam tinjauan syariat, ia mendapat keringanan lantaran kepincangan dan usia yang lanjut. Anak-anaknya sebenarnya menghalangi kepergiannya, tapi ia bersikeras untuk tetap ikut ke Uhud, anak-anaknya tetap ngotot menolaknya, sembari meyakinkan dirinya bahwa ia mendapat keringanan dari Allah untuk tidak ikut, cukuplah anak-anak yang masih muda dan sehat yang akan mewakili bapak berjuang di jalan Allah.
Karena keinginannya untuk berjuang begitu tinggi, meski sudah tua dan cacat, akhirnya ia mengadukan anak-anaknya yang menghalanginya berjuang kepada Rasulullah shallalahu `alaihi wasallam. “Wahai Rasulullah sesungguhnya mereka menghalangiku ikut keluar bersamamu, demi Allah aku sangat menginginkan mati syahid, lalu dengan kaki pincangku ini aku akan menapakkan kakiku di surga.”
Setelah mendengar jawaban itu, Rasulullah mengomentari `Amru bin Jamuh: “Adapun Allah telah menghapus darimu kewajiban untuk berjihad.” Kemudian Rasulullah berkata pada anak-anak `Amru bin Jamuh, “Kenapa kalian tidak mendoakannya supaya Allah menganugerahkan pada ayah kalian mati syahid?”
Akhirnya, `Amru bin Jamuh dengan tekad yang kuat dan kemantapan hati, ia mendapatkan izin untuk tetap turut serta berjihad bersama Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam pada perang Uhud. Alhamdulillah, cita-citanya untuk mendapatkan syahid pun terpenuhi, dan beliau pun dapat menutup lembaran hidupnya dengan prestasi gemilang berupa mati syahid. Ini membuktikan bahwa, meskipun cacat ia mampu jadi orang hebat dalam pandangan Allah dan Rasul-Nya.
Dari kisah `Amru bin Jamuh ini kita bisa mendapatkan pelajaran sangat berharga. Betapa keterbatasan tidak menghalangi seseorang untuk tetap bermimpi dan merealisasikan mimpinya. Keterbatasan tidak menjadi alasan untuk tidak berkarya dan berhenti berjuang. Cacat sama sekali tak menghalangi seseorang menjadi hebat.
Betapa banyak orang yang sehat tetapi memiliki hati yang sakit. Banyak yang orang yang sehat tapi mencari-cari alasan untuk tidak berjuang. Kesehatan yang didapat dari Allah justru dijadikan alasan untuk mencari pembenaran bagi diri supaya tidak berjuang di jalan Allah.
Kontributor: Mahmud Budi Setiawan
Editor: Oki Aryono