Menuju Reuni 212

Menuju Reuni 212

Menuju Reuni 212
Aksi reuni alumni 212 di Monumen Nasional.

Suaramuslim.net – Ahad tanggal 2-12-2018 tujuh belas hari lagi, insya Allah selepas shalat Subuh, bakal ada doa dan salawat bersama di seputar Monas, Jakarta.

Bisa jadi sekian juta umat -muslim/muslimah- dari berbagai daerah hadir pada acara reuni 212 di pusat ibu kota itu.

Mereka kumpul untuk menjalin silaturahim saling menguatkan dan menjaga ukhuwah. Kalau ada yang nyinyir dan masih uring-uringan bahkan sewot dengan aksi 212 atau turunannya, jangan dilawan dengan hujatan pada mereka.

Umumnya, pemerintah dan pendukungnya sangat tidak menyukai aksi 212 dan turunannya ini. Bagi mereka, saat kita menggalang aksi dengan nama 212 sama saja mengingatkan dengah kejadian yang menyedihkan bagi mereka, sedih dan takut jadi satu.

Ambil contoh, seperti kita ketika melihat timnas Malaysia sedang bermain dengan timnas negara lain. Bagi kita melihat timnas Malaysia itu seperti melihat sebuah kenangan pahit dimana timnas yang kita banggakan dikalahkan dengan permainan defend Malaysia yang hanya mengandalkan gol bunuh diri. Suka mengulur waktu dan akhirnya mereka menang di akhir waktu.

‘Sakit hati’ dan sedih saat melihat timnas Malaysia, karena kecintaan kita pada timnas Indonesia.

Tak jarang saat timnas Malaysia bermain dengan tim negara lain, kita selalu mendukung tim negara lain itu agar bisa kalahkan Malaysia dengan telak.

Begitulah perasaan mereka ketika melihat aksi yang membawa nama 212.

Flashback, mereka sedih karena aksi itu membuat seorang Ahok jadi tersangka, terdakwa dan terpidana.

Mereka sangat takut karena aksi itu mengambarkan bagaimana kekuatan dan potensi umat Islam sesungguhnya.

Awalnya aksi dihadiri ratusan ribu, berlanjut ke aksi berikutnya muncul 2 juta, hingga puncaknya ibu kota Jakarta memutih karena jutaan umat memadati lokasi seputaran Monas seberang Istana Negara. Shock dan tidak menyangka dengan besarnya umat Islam yang melakukan aksi.

Selama ini kaum liberal merasa sudah melakukan kampanye dan mereka mengklaim sudah berhasil mengubah Islam Indonesia ke Islam moderat ala mereka. Populernya nama tokoh liberal di media sosial, ternyata tidak membawa hasil apa pun ketika melihat jutaan umat masih memadati Jakarta dengan aksi 212.

Maaf-maaf kata nih ya, itu para donatur Islam liberal udah puyeng. Duit sudah habis banyak, tapi hasil masih juga belum terlihat. Hanya ramai di media sosial, namun faktanya tidak terlihat di dunia nyata. Seperti buih di lautan.

Setelah kegagalan kampanye liberal itu, mereka mulai serius menanggapi aksi 212 termasuk acara tujuh belas hari lagi dengan tajuk REUNI 212.

Mendekati acara nanti, bakal banyak muncul statement dari pemerintah melalui tokoh-tokohnya yang bicara bahwa aksi reuni 212 seharusnya tidak perlu dilakukan. Mereka anggap aksi itu tidak ada gunanya lagi, karena tujuan awal aksi itu ingin meminta keadilan atas kasus penistaan agama oleh Ahok. Setelah Ahok jadi terpidana, harusnya selesai dong aksinya.

Mengapa Harus Diulang Lagi Saat Ini?

Kalau statement itu datangnya dari lingkar istana dan juga tokoh yang dulu memandang sebelah mata aksi 212, kita tidak perlu membalas komentar mereka. Karena akan percuma, sebagus apa pun pembelaan kita, tetap tidak akan bagus bagi mereka. Bahkan mereka bisa melakukan fitnah atas saksi 212 karena dibiayai oleh orang kuat. “Setiap orang diberikan uang agar hadir,” begitu kata mereka.

Mereka yang bicara seperti itu, adalah mereka yang merasa takut dan iri atas reuni 212 karena bisa menghimpun jutaan umat yang berbeda latarnya namun bersatu karena sama agamanya Islam.

Karena ini mendekati tahun politik, bisa diprediksi bakal ada yang mengatakan reuni 212 tidak lagi penting. Pernah pada reuni 212 tahun 2017 lalu, seorang mantan ketum ormas mengatakan seperti kegiatan anak sekolahan yang suka reuni-reunian. Beliau juga mementingkan bahwa lebih baik membangun umat dengan cara yang elegan yaitu pendidikan dan ekonomi.

“Kalau boleh saya berpendapat, umat Islam harus tampil secara kualitas bukan sekadar kuantitas. Kualitas itu harus diwujudkan dengan pemberdayaan masyarakat, membuat lembaga-lembaga sekolah, lembaga-lembaga ekonomi,” ujar sang tokoh itu.

Sang tokoh benar, bukanlah kuantitas yang utama, melainkan kualitas. Namun si tokoh lupa, dari kuantitas ini ternyata kita bisa melihat betapa berkualitasnya umat.

Berdasar pengalaman yang penulis pernah ikuti (411/212) aksi-aksi bela Islam selalu dilakukan pada hari kerja, bukan pada hari libur. Namun untuk 212 yang akan datang bertepatan hari Ahad.

Dan umat yang datang pada aksi itu bukanlah orang yang mengandalkan gaji dari tempat mereka bekerja. Mungkin ada di antara umat yang hadir merupakan karyawan atau pekerja di perusahaan orang lain. Namun jumlah mereka ini sedikit. Yang lebih banyak adalah mereka yang mempunyai usaha mandiri dan mempekerjakan orang lain dalam usaha mereka.

Mereka adalah orang-orang yang sudah terlatih secara mandiri berusaha. Memulai bisnis dari bawah dan mengembangkannya. Ketika mereka bersatu di bawah aksi bela Islam, maka kita bisa lihat bagaimana mereka sedekahkan uang mereka untuk memenuhi kebutuhan logistik peserta aksi.

Puluhan kendaraan roda 4 berseliweran di tengah aksi membongkar makanan dan minuman yang dibagikan secara gratis tis tis. Makanan dan minuman ini adalah sumbangan umat. Bukan hanya satu atau dua orang. Namun ribuan orang lakukan hal serupa dengan cara yang mereka sanggupi. Yang uangnya berlebih, mereka membeli konsumsi langsung pada tempat yang besar secara grosir. Yang mempunyai uang pas-pasan, mereka lakukan dengan cara yang unik. Memanggil 2-3 pedagang makanan kaki lima dan menuliskan di depan gerobak “gratis” untuk umat yang hadir.

Inilah Kualitas Umat Islam Itu

Kuantitasnya jutaan, kualitasnya ribuan. Disatukan dalam satu tempat dan akhirnya muncul ide membangun ekonomi kerakyatan dengan memunculkan koperasi 212. Koperasi yang membawahi banyak bidang yang diperuntukkan bagi kesejahteraan umat. Siapa saja boleh ikut di dalamnya. Modal kecil atau besar, boleh ikut.

Potensi inilah yang dikhawatirkan oleh pihak sebelah.

Potensi kebangkitan umat Islam di berbagai sektor melalui keberhasilan persatuan umat di acara 212. Sebagai umat Islam sendiri, saya juga kaget melihat persatuan ini. Umat disatukan karena rasa memiliki agamanya yang tinggi, tidak rela agamanya dihinakan. Membuat umat melepas warna latar belakang mereka dan bergandengan tangan menggunakan pakaian putih layaknya ibadah di tanah suci.

Bagi pemerintah, persatuan umat ini merupakan ancaman bagi eksistensi mereka yang ingin ‘2 periode’. Kerap dicitrakan pemerintahan yang selalu diskreditkan Islam, membuat pemerintah melakukan politik belah bambu dengan merangkul kelompok Islam lain dan memberikan instruksi pada mereka membuat stigma kelompok Islam negatif pada mereka yang hadir di 212.

Berbagai upaya pelemahan citra 212 dilakukan. Semisal Habieb Riziq Shihab (HRS) dibuat buruk citranya dengan kasus chat yang aneh. HRS harus hijrah dari tanah kelahiran sendiri Indonesia untuk melawan arogansi pemerintah saat ini. Bahkan, seminggu lalu HRS yang tinggal di Makkah bersama keluarganya jadi bahan berita yang ternyata fitnah. Entah siapa pelakunya. Tapi, bisa ditebaklah.

Setelah HRS, berikutnya berturut-turut daftar ulama yang terlibat 212 pun dicitrakan buruk dengan tuduhan makar. Namun tidak satu pun dari mereka yang masuk persidangan dengan tuduhan makar.

Semua Upaya Dilakukan untuk Membentuk Opini Publik

Namun publik saat ini sudah cerdas, kerap membuka ruang diskusi membuat publik semakin paham permainan pemerintah saat ini. Niat pemerintah ingin gembosi 212, apa daya malah makin memperkuat persatuan umat dengan nama 212.

Kebangkitan ekonomi Islam juga sudah mulai dirintis dengan keberadaan koperasi 212 yang banyak bidang usaha dikuasainya. Mungkin dalam 5 tahun ke depan, kita akan lihat hasilnya, bidang usaha koperasi 212 akan menguasai ekonomi retail Indonesia. Bukan lagi dikuasai oleh para taipan yang selama ini memberikan kuota pada penguasa.

Di saat bisnis retail kepala naga bertumbangan, di saat itu lahir usaha sejenis di tengah masyarakat membawa nama 212.

Inilah semangat 212 yang dikerdilkan oleh seorang tokoh. Mungkin ia masih terpengaruh bicara dengan jabatan saat itu sebagai staf khusus Jokowi. Bagaimana pun juga, beliau adalah tokoh yang menghindari perdebatan. Beliau hanya bicara dalam kacamata pribadi.

Acara yang bawa nama 212, bukanlah acara kumpul-kumpul, teriak, ikrar dan pulang seperti aksi jaman dulu.

Ini jaman now, karena kita punya kualitas, maka acara ini adalah sebuah pertunjukkan pada orang sombong di sana. Mereka yang sombong mengatakan tidak butuh umat Islam di negara ini, mereka yang selalu mencari keruh pada umat Islam. Kita ingin menunjukkan pada mereka, bahwa ketika umat bersatu kalianlah yang akan jadi pengemis di negara ini.

ITU PASTI ..!!

Catatan pinggir, Kamis 7 Rabiul Awal 1440 H – 15 Nov 2018

Penulis: Ferry Is Mirza

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment