Suaramuslim.net – Masyarakat umum sering kali ingin berbuat baik kepada keluarga yang ditinggal mati. Cara-cara yang dilakukan kaum muslimin terlihat sangat menggembirakan, di antaranya datang bertakziah dan menyatakan bela sungkawa serta berusaha menghiburnya dengan berpesan agar sabar. Bahkan tidak sedikit yang memberikan uang duka atau bahan makanan pokok.
Tradisi ini bisa meringankan beban bagi keluarga yang ditinggal mati. Namun yang seringkali terjadi, keluarga yang ditinggal mati justru sibuk menjamu tamu yang datang, khususnya yang datang dari luar kota untuk menjamu makan dan minum.
Tulisan ini hendak menunjukkan bagaimana yang ditunjukkan oleh Rasulullah ketika menghadapi keluarga yang ditinggal mati, dan beliau mengajarkan sesuatu yang terbaik kepada keluarga yang ditinggal mati.
Salah satu contoh yang bisa ditampilkan di sini ketika Nabi Muhammad memperlakukan keluarga Ja’far bin Abi Thalib yang gugur saat perang Mu’tah. Saat meninggal di medan perang, Ja’far meninggalkan istri dan dua anak. Sehingga Rasulullah datang kepada keluarga Ja’far, yang kisahnya bisa kita ambil pelajaran.
Meringankan Beban Keluarga yang Ditinggal Mati
Ja’far bin Abu Thalib adalah sepupu Nabi yang masuk Islam sejak awal Islam hingga hijrah ke Habasyah. Tentu saja kematiannya membuat sedih, dan akhirnya Nabi mendatangi keluarga Ja’far. Ja’far bin Abu Thalib begitu dicintai istrinya, sehingga ketika mendengar kematiannya, sang istri yakni Asma’ binti Umais langsung menangis. Dikabarkan Nabi bahwa Ja’far meninggal dalam perang Mu’tah bersama dengan dua panglima setelahnya, yakni Zaid bin Haritsah dan Abdullah bin Rawahah.
Dalam suasana duka itu, Nabi mendatangi keluarga Asma’ bin Umais dan memerintahkan kepada para sahabatnya untuk memberi makan kepada keluarga Ja’far. Setelah itu Nabi memerintahkan kepada keluarga Ja’far untuk tidak meratapi kematian Ja’far karena dia sudah dijamin kehidupannya oleh Allah.
Setelah itu, Nabi memerintahkan kepada para sahabat untuk memperhatikan dua anak. Perkawinan Ja’far bin Abu Thalib dan Asma’ binti Umais melahirkan dua anak, Muhammad dan Abdullah. Ternyata Nabi saw. mengambil Abdullah, untuk dirawat, dan sahabat yang lain mengambil Muhammad.
Setelah itu Nabi memerintahkan kepada sahabat Nabi untuk bertanggung jawab terhadap janda Ja’far. Maka Abu Bakar menikahi Asma’ binti Umais. Hasil perkawinan bersama Abu Bakar itu lahir Muhammad bin Abu Bakar. Setelah kematian Abu Bakar, Asma’ binti Umais ini menikah dengan Ali bin Abi Thalib. Sehingga Ali hidup bersama dengan Asma’ dengan membawa anak yang bernama Muhammad bin Abu Bakar dan Abdullah bin Ja’far.
Rentetan kisah ini memberi penjelasan sekaligus petunjuk yang gamblang bahwa orang yang meninggal itu harus digembirakan, dan tidak boleh diberi beban. Mereka dikurangi bebannya karena dalam suasana sedih dan duka. Nabi tidak mengajarkan agar keluarga yang ditinggal mati disibukkan dengan menerima dan menjamu tamu dengan makanan dan minuman.
Petunjuk Nabi itu bisa diambil beberapa pelajaran penting, sehingga bisa menjadi panduan kita ketika menghadapi kematian dari saudara sesama muslim.
Pertama, Nabi memerintahkan kepada kita untuk memberi makan kepada keluarga yang ditinggal mati. Hal itu bisa dilihat dari respon para sahabat yang demikian cepat setelah mendengar perintah Nabi untuk membuat makanan untuk keluarga Ja’far. Memberi makan kepada keluarga yang ditinggal mati sangat membantu meringankan beban setelah ditinggal mati salah satu anggota keluarganya. Keluarga Ja’far tidak disibukkan untuk memasak untuk melayani tamu, tetapi orang lainlah yang menyediakan makanan untuk keluarga yang ditinggal mati.
Kedua, menanggung beban dari anak yang dimiliki oleh keluarga itu. Hal ini bisa dilihat dari kepedulian Nabi untuk memerintahkan kepada para sahabatnya untuk menanggung dua anak Ja’far, yakni Abdullah dan Muhammad. Bahkan Nabi memberi contoh dengan merawat Abdullah, sementara sahabat yang lain merawat Muhammad.
Ketiga, membantu istri yang ditinggal dengan menikahinya. Hal itu bisa dilihat dari perintah Nabi kepada para sahabatnya untuk menikahi janda mendiang Ja’far. Mendengar perintah itu, sahabat yang mulia, Abu Bakar langsung mengambil peran dan menikahinya.
Itulah petunjuk Nabi dalam memperlakukan keluarga yang ditinggal mati oleh anggota keluarganya, dengan mengurangi beban dan membahagiakan mereka. Nabi sendiri memiliki tujuh anak sebanyak 3 laki-laki, Qashim, Abdulah, Ibrahim, dan 4 anak perempuan, yakni Ruqaiyyah, Zainab Umu Kultsum, dan Fathimah. Namun dalam sejarah, Nabi tidak pernah mengadakan acara-acara seperti berkumpul dan mengadakan jamuan makan, sebagaimana banyak yang dilakukan oleh masyarakat.
Berkumpul setelah kematian hanyalah akan mengingatkan kepada keluarga yang ditinggal mati untuk terus menerus dalam duka dan mengingat-ingat kematian anggota keluarganya. Sementara menjamu makanan yang dibebankan kepada keluarga yang sudah mati justru memberi beban baru dan itu tidak sesuai dengan akal sehat. Karena orang akan sedih karena kematian anggota keluarganya, dan akan lebih sedih lagi ketika harus menyediakan makanan untuk orang lain yang tidak memperoleh musibah kematian.