Keteguhan Hati Sepasang Kekasih yang Saling Menguatkan dalam Nestapa

Keteguhan Hati Sepasang Kekasih yang Saling Menguatkan dalam Nestapa

Keteguhan Hati Sepasang Kekasih yang Saling Menguatkan dalam Nestapa
Ilustrasi sepasang kekasih yang menua bersama. (Foto: Kenny L/Unsplash)

Suaramuslim.net – Kesabaran dan keteguhan hati adalah perkara yang memang mudah untuk diucapakan, tetapi tak mudah untuk dilakukan. Tetapi tidak dengan sepasang kekasih yang tak lagi muda yang tetap saling menguatkan satu sama lain, walau dalam nestapa.

Di siang hari yang cukup terik, di tengah perjalanan pulang dari kantor pimpinan wilayah Muhammadiyah Jatim, saya menemukan sepasang suami-istri yang sedang meminta-minta di pinggir jalan. Mereka berdua nampak letih, membutuhkan uluran tangan, dan sepertinya tak tahu harus pulang kemana. Pakaian yang mereka kenakan pun nampak kumal.

Si bapak nampak tua renta dibandingkan dengan istrinya yang lebih muda, mungkin umur mereka terpaut 3-5 tahun, nampak jelas kerutan di wajah si bapak. Sedangkan si ibu, dia selalu berada di samping bapak. Di sela-sela menjulurkan tangannya, sesekali mereka mengobrol sesuatu, entah apa yang mereka obrolkan. Boleh jadi, si ibu menguatkan hati si bapak, agar tidak lelah untuk berjuang, mengumpulkan pundi-pundi kehidupan.

Melihat mereka berdua dari kejauhan, saya merasa iba, dan seketika itu pula hati saya -secara otomatis- tergerak untuk segera menolong mereka. Rasa iba ini boleh jadi, bukan hanya saya saja yang merasakannya, tetapi mungkin juga orang-orang yang berlalu-lalang pun demikian halnya. Saya meyakini itu, dan benar saja, ada beberapa orang yang mengurangi laju kendaraannya untuk kemudian memberikan uluran tangan kepada mereka.

Bagaimana tidak, raut wajah mereka sangat terlihat jelas dan menegaskan bahwa mereka sangat membutuhkan bantuan dari orang-orang yang berlalu-lalang, apapun itu bentuknya.

Tidak sedikit orang yang masa bodoh terhadap mereka, boleh jadi orang-orang yang berlalu-lalang itu tergesa-gesa menuju tempat tujuan. Sehingga tak ada waktu untuk sekadar berjalan pelan lantas memberikan beberapa rupiah kepada mereka.

Ketika saya telah melewati mereka beberapa meter sembari menatap mereka, hati saya tak kuasa jika amplop yang sedari kosan sudah saya persiapkan bagi mereka yang membutuhkan, tidak saya salurkan kepada mereka. Saya pun berputar kembali kendaraan menuju mereka.

Sesampainya saya di hadapan mereka, saya langsung membuka dan merogoh tas hitam saya untuk segera menyerahkan amplop.

Niki pakk, buu..wonten sekedik bantuan mugi-mugi barokah nggeehh..”. (Ini Pak, Bu, ada sedikit bantuan semoga barokah..), Mereka sangat sumringah ketika saya menyerahkan amplop tersebut dan menerimanya dengan wajah penuh syukur.

Lantas mereka berterima kasih, serta mendoakan saya sebagai balasannya. Tapi kurang jelas doa yang mereka ucapkan. Sebab, banyaknya kendaraan yang berlalu-lalang juga helm yang masih terpasang. Tapi tidak masalah, toh doa yang mereka panjatkan pasti doa yang terbaik.

Usai memberikan beberapa rupiah kepada mereka, saya pun kembali ke tempat kos. Di sepanjang perjalanan, saya tak bisa berkata apa-apa lagi, mata saya mulai berkaca-kaca. Membayangkan jika mereka berdua adalah kakek nenek saya dan hidup di perantauan yang entah di mana akan meneduhkan diri.

Di samping itu, hati saya sangat merasa gembira -walau tidak jingkrak-jingkrak di atas motor karena itu sungguh kelewat lebay– saya jelas turut berbahagia setelah memberi mereka.

Memang benar, ada perkataan yang menyatakan bahwa, jika kita menolong orang yang membutuhkan, sejatinya kita telah menerima kebahagiaan dari mereka yang membutuhkan. Rasa kebahagiaan itu secara otomatis hadir di setiap relung hati, pun menyertai kita di tiap hembusan napas.

Oh iya, amplop yang saya berikan kepada mereka sebenarnya dari seseorang yang mendermakan sebagian hartanya untuk mereka yang sangat membutuhkan. Boleh dikatakan, saya hanyalah penyalur dari dana tersebut.

Sungguh, ini adalah salah satu pengalaman spiritual saya yang begitu berharga dan sayang jika tak saya tuliskan untuk kemudian saya bagikan. Dan saya semakin menyadari bahwa, dalam urusan dunia, kita harus selalu memandang ke bawah. Betapa masih banyaknya saudara-saudara kita yang serba kekurangan dan sangat membutuhkan uluran tangan, kasih sayang, dan perhatian kita yang masih memiliki daya atas mereka.

Oleh karenanya, doa yang terus dipanjatkan, kesabaran serta keteguhan hati atas kegetiran maupun cobaan hidup yang kadang kala membuat kita semakin terpuruk dan putus asa, tentu menjadi penawar ampuh bagi setiap kekalutan hidup.

Fashbir shabran jamiilaa. Begitu firmanNya dalam Al Quran (QS Al Maarij 5) yang menegaskan bahwa, kita diminta untuk sabar dengan kesabaran yang paripurna, dalam menghadapi berbagai permasalahan hidup.

Sungguh, betapa sabar dan teguhnya mereka dalam menyambung tali kehidupan di tengah kota metropolitan ini. Tetapi, di balik itu semua, mereka tetap romantis, membuat saya iri hati terhadap perlakuan mereka berdua.

“Tuhan mencintai dengan cinta, mengirimkan seseorang yang mencintai untuk dicintai dengan cinta, ada Tuhan di setiap cinta”.

Mungkin seperti itulah jika dilukiskan dengan kata-kata.

Maha Sempurna kasih dan sayangNya kepada seluruh hambaNya yang selalu menebarkan benih kasih sayang dan cinta terhadap sesama, di bumi cintaNya.

Kontributor: Rusydan Fauzi
Editor: Oki Aryono

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment