Suaramuslim.net – Interaksi manusia pada umumnya terhadap alam masih cendrung eksploitatif dan memperlakukannya tak lebih dari benda mati. Akibatnya, kerusakan alam baik di darat maupun laut -sebagaimana disinyalir surah Ar-Rum (30) ayat 41- tak bisa dihindarkan.
Berbeda dengan mukmin sejati, mereka memperlakukan alam dengan penuh rahmat sebagaimana misi diutusnya para Rasul -seperti kandungan surah Al-Anbiya (21) ayat 107- laksana saudara sendiri, tidak mengeksploitasi mereka demi kepentingan hawa nafsu tapi berintetaksi dengan penuh kasih sayang.
Tidak mengherankan -jika melihat pada hadits-hadits dan sirah Nabi Muhammad saw.- ada banyak contoh baik yang ditunjukkan nabi seperti: menjaga kelestarian alam, tidak asal menebang pohon bahkan dalam perang sekalipun (kecuali terpaksa) dan lain sebagainya. Ini menunjukkan bahwa umat Islam harus berinteraksi dengan alam secara baik bukan semaunya sendiri.
Kalau dilihat dari Al Quran dan Hadits, diketahui bahwa alam pun juga bisa merasa dan menangis, bukan sebagai benda mati yang dianggap kebanyakan orang. Ketika Fir’aun dan bala tentaranya ditenggelamkan di laut merah, Al Quran menggambarkan respon langit dan bumi: “Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka”. (QS. Ad Dukhān: 10)
Ayat ini dengan begitu jelas menunjukkan bagaimana reaksi langit dan bumi ketika menyikapi bencana yang terjadi terhadap orang–orang yang durhaka. Keduanya enggan mengeluarkan air mata. Ayat ini mengindikasian bahwa –sebagaimana manusia-, mereka juga memiliki bahasa dan perasaan. Mereka bisa gembira dan geram kepada manusia. Mereka akan geram ketika melihat orang-orang durhaka, dan akan merasa bergembira jika melihat orang-orang shalih.
Mereka bahkan menurut Al Quran adalah makhluk yang taat dan senantiasa bertasbih kepada Allah subhanahu wata’ala: “Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi”. (QS. Al-Jumu`ah: 1)
Di ayat lain Allah berfirman: “Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik taat (dengan kemauan sendiri) ataupun terpaksa” (QS. Al-Ra`du: 15) sehingga sangat wajar jika geram dengan ulah manusia yang tak taat kepada Allah.
Dalam hadits pun disebutkan bahwa: “Jika seorang mukmin meninggal, maka penjuru wilayah bumi bergembira. Di setiap wilayah sangat mengharapkan ia dikebumikan ditempatnya, adapun jika yang mati orang kafir, bumi menjadi kelam (geram), tidak ada satu pun yang sudi untuk menjadi tempat kuburannya”. (HR. Dailami dari Ibnu Umar).
Senada dengan hal tersebut, ketika Imam Ali bin Abi Thalib ditanya: “Apakah bumi dan langit akan menangis jika ada orang shalih meninggal?”, beliau pun menjawab: “Ya. Jika orang mukmin meninggal, ada dua tempat yang menangisi, (yaitu) tempat di langit dan tempat dibumi. Adapun tempat yang di bumi, ialah tempat ia shalat. Sedangkan yang dilangit, ialah tempat naik amalnya”. (baca: Tafsir al-Sya`rawi, 1741)
Hadits lain mengungkapkan:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ
“Sesungguhnya Allah, para malaikat-Nya, penduduk langit dan bumi sampai pun semut di sarangnya dan ikan di lautan turut mendoakan kebaikan untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia”. (HR. Tirmidzi)
Di sini disebutkan bahwa penduduk langit dan bumi berikut alam bahkan hewan pun berdoa untuk kebaikan manusia yang berbuat baik. Ayat dan hadits di atas memberikan sedikit gambaran pada manusia bahwa alam pun memiliki perasaan.
Maka, seyogianya setiap mukmin berinteraksi dan memperlakukannya dengan penuh kasih sayang laksana saudara sendiri, bukan sekadar mengeksploitasi. Kita bisa belajar pada mereka mengenai ketaatan. Kegembiraan mereka adalah apa yang membuat Allah gembira dan kegeraman mereka adalah apa yang membuat Allah murka.
Kontributor: Mahmud Budi Setiawan*
Editor: Oki Aryono