Suaramuslim.net – Dalam sebuah perbincangan dengan para mahmud (mamah-mamah muda) dan pahmud (papah-papah muda) mengenai perilaku Gen Z di keluarga mereka, saya seolah berdiri di sebuah tepi jurang, yang jika tak hati-hati, akan tergelincir dan tenggelam dalam pusaran.
Gen Z ini unik. Gaya komunikasi mereka sangat khas, apa adanya, to the point dan tanpa beban dengan jemari tak lepas dari gadget dan telinga tertutup headset. “Dunia” ada di tangan mereka.
Sesuatu yang sangat berbeda dengan ayah bunda mereka yang berada di generasi kolonial awal.
Perkembangan teknologi yang pesat linier dengan perkembangan platform media sosial yang kemudian membawa semua manusia di muka bumi ini, di tahun yang sama, di waktu yang sama, seolah memiliki “derajat” dan level yang sama untuk bisa terkenal dan ngeksis.
Muncul banyak selebgram, para exhibisionist dalam jutaan video yang begitu mudah diakses dalam hitungan detik. Dan “riuhnya” like serta subscriber berpengaruh juga pada pundi-pundi kekayaan mereka.
Apakah semua ini terjadi secara kebetulan saja? Ataukah ini sesuatu yang terencana dan terstruktur?
Perkembangan K-Pop, K-Drama adalah bagian dari akibat perkembangan teknologi yang sedemikian pesat. Anime yang tak pernah surut jumlah penggemarnya, Instagram dan juga Tiktok. Kesemuanya menjungkirbalikkan segala teori pengasuhan dan parenting yang selama ini dianut oleh hampir semua keluarga dan lembaga pendidikan.
Pertanyaannya adalah bagaimana peran para muslimah ini untuk menjaga para gen Z di keluarganya agar tetap berada dalam jamaah dari tujuan utama tugas kekhalifahan kita yaitu kuntum khairu ummah (menjadi sebaik-baik umat)?
Pertama, ingatkah kita perbincangan Iblis dengan para anak buahnya tentang “SOP” menghancurkan nilai-nilai sebuah keluarga?
Yaitu dengan cara merusak sang ibu. Bagaimana caranya?
- Beri perempuan ini rasa lelah bertubi-tubi sehingga merasa lemah dan habis energi
- Ambil rasa syukurnya
- Ambil rasa kurang percaya pada dirinya sendiri
- Buatlah agar ia selalu kurang dari sisi materi dan mudah mengeluh
- Sibukkan pandangan matanya untuk melihat “rumput tetangga lebih hijau”
- Ambil rasa sabarnya, gaduhkan hatinya
- Goda lisannya agar berkata kasar hingga anak-anaknya mencontohnya dan tak lagi menghargainya
- Tambahkan amarah demi amarah agar segera hilang aura surga di rumah tersebut
Itulah SOP para tetua jin dalam meruntuhkan marwah sebuah keluarga. Melalui sang ibu. Sang perempuan.
Kedua, orkestrasi kehidupan modern yang amat sangat cepat telah mengambil masa anak-anak generasi Z dan Alfa yang sangat berharga dengan cara yang lebih cepat.
Perlu terus diingatkan pada para perempuan muslimah bahwa ghayatu al-ghayah (tujuan utama) dari sebuah pernikahan adalah mewujudkan kehidupan yang berkah, sakinah mawaddah dan rahmah, menghindarkan diri dan keluarga dari api neraka (lihat Q.S. At-Tahrim: 6).
Pernikahan adalah sebuah mitsaqan ghaliza (perjanjian yang berat), antara suami istri dalam pemenuhan hak dan kewajiban masing-masing.
Perempuan sebagai madrasah pertama dan utama, hendaknya melekat pula rasa malu dalam dirinya sehingga penanaman akidah, akhlak dan penegakan shalat menjadi materi pengajaran mendasar dan utama pada anak-anaknya.
Di sinilah kecerdasan, keuletan serta watak seorang ibu akan tercermin dan menjadi dominasi kesuksesan anak-anaknya di masa depan.
Benarlah kata sang bijak, jika ada lelaki yang menjadi ulama yang disegani, cendekia cerdas nan bijak, tokoh ternama atau ksatria terpandang, maka lihatlah siapa ibu mereka.
Tantangan di masa ini bukan perkara sederhana
Kembali kepada pengajaran Islam, kepada Al-Qur’an dan mengambil hikmah atas kisah para Nabi dalam Al-Qur’an serta meneladani para sahabat Rasulullah adalah “cara termudah” membekali diri di era “multi semesta (multiverse) Dr. Strange (film Spiderman)” saat ini.
Allah telah mengingatkan kita di Q.S. Annisa ayat 9, agar khawatir jika meninggalkan anak-anak dalam kondisi lemah dan Allah memberikan solusi atas kekhawatiran tersebut yaitu bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar.
Inilah bagian dari pendidikan dan pengajaran yang menjadi tantangan serta peluang bagi seorang muslimah di keluarganya di era ini.
Semoga di Hari Ibu, 22 Desember 2021 ini, para perempuan muslimah dijauhkan dari hembusan jahat jin sebagaimana di bagian atas tulisan ini dan dimudahkan melihat peluang-peluang terbaik dalam pendidikan dan pengajaran pada anak-anaknya sehingga keluarganya semakin berkah, senantiasa sakinah, mawaddah dan penuh rahmah. Aamiin.
Salam takzim saya untuk seluruh perempuan.