Corona dan Kewajiban Pemerintah Menanggung Rakyat Miskin

Corona dan Kewajiban Pemerintah Menanggung Rakyat Miskin

Corona dan Kewajiban Pemerintah Menanggung Rakyat Miskin
Ilustrasi para pengendara ojek online. (Foto: techinasia.com)

Suaramuslim.net – Dunia sedang mengalami musibah yang besar. Virus Corona telah menyebar di seluruh dunia hingga menjadi pandemi. Demikian pula di Indonesia. Setelah sebelumnya pemerintah menyatakan zero case, akhirnya dua pasien positif corona ditemukan di Depok Jawa Barat. Perkembangan kasus corona begitu cepat hingga kemudian merambah seantero nusantara.

Untuk mengurangi penyebaran virus corona pemerintah kemudian mengumumkan kebijakan social distancing. Selain itu beberapa kepala daerah kemudian menutup sekolah dan melakukan kegiatan belajar mengajar dengan metode jarak jauh atau online. Setelah keputusan menutup sekolah, pemerintah kemudian mengumumkan bagi ASN dan PNS untuk melaksanakan kerja dari rumah (work form home).

Kebijakan ini tak ayal memberikan efek bagi pekerja informal di Indonesia. Yaitu bagi pengemudi ojek online juga para pedagang kaki lima. Mereka harus kehilangan 50% dari penghasilan mereka tiap harinya.

Semakin lama kebijakan ini dilakukan tentu akan semakin berimbas pada perekonomian mereka. Bahkan tidak hanya pekerja informal, lebih jauh kebijakan WFH ini jika tidak diiringi dengan kebijakan yang tepat dari penguasa akan berimbas kepada melemahnya roda perekonomian bagi masyarakat secara umum. Hal ini selanjutnya akan meningkatkan angka kemiskinan di kalangan masyarakat Indonesia.

Dalam menghadapi wabah corona ini pemerintah cenderung lamban dan abai. Selama ini penyelesaian wabah corona dan imbasnya dipasrahkan kepada pemerintahan daerah. Hingga beberapa daerah akhirnya memutuskan untuk mengkarantina wilayahnya untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19. Kebijakan ini kemudian juga ditentang oleh pemerintah dengan mengatakan bahwa lock down adalah keputusan pusat dan bagi pelanggarnya akan ada sanksi.

Sebenarnya keputusan kepala daerah untuk melakukan karantina wilayahnya adalah reaksi wajar mengingat pemerintah yang tidak segera memberlakukan lock down. Pemerintah sendiri sangat enggan untuk melakukan lock down dikarenakan takut akan berimbas buruk pada perekonomian Indonesia.

Di sisi lain kita melihat bahwa kebijakan lock down akan membawa implikasi lain bagi pemerintah. Sesuai amanat dari UU nomor 6 tahun 2018 BAB VII pasal 55 bahwa ketika pemerintah melakukan karantina kesehatan maka pemerintah pusat bertanggung jawab atas kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina.

Ini tentu berat bagi pemerintah Indonesia. Mengingat dalam sistem Kapitalisme yang dianut oleh pemerintah, penguasa hanya berfungsi sebagai regulator saja. Tidak benar-benar memikirkan dan mengurusi rakyatnya. Bahkan terkait sumber daya alam yang merupakan milik rakyat pemerintah menyerahkan pengurusannya pada asing. Seperti tambang emas di Papua, diserahkan kepada Freeport yang notabene perusahaan Amerika.

Jika pemerintah terus bersikap demikian bukan tidak mungkin kemiskinan akan semakin meningkat di tengah wabah corona ini. Rakyat tidak mampu mencukupi kebutuhannya karena kebijakan WFH dari pemerintah, sementara pemerintah tidak menjamin kebutuhan mereka.

Padahal Allah SWT telah menjadikan tanggung jawab pengurusan umat pada penguasa. Tidak hanya pada masa krisis saja tapi juga dalam kesehariannya. Rasulullah SAW bersabda,

“Imam adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia akan bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Bukhari).

Imam bertanggung jawab menjamin setiap rakyatnya untuk bisa terpenuhi kebutuhan hidupnya. Memberikan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi kepala keluarga agar bisa melaksanakan kewajibannya menafkahi keluarga dan tanggungannya. Selain itu untuk mengentaskan kemiskinan negara memiliki pos zakat yang diperuntukkan salah satunya bagi orang fakir dan miskin.

Adapun dalam kondisi merebaknya wabah seperti yang terjadi saat ini, maka pemerintah bertanggung jawab penuh terhadap kebutuhan rakyatnya. Negara menyediakan kebutuhan warganya dengan menggunakan dana dari Baitul Mal. Dana tersebut bisa diambil dari pos kepemilikan umum. Jika dalam pelaksanaannya kas Baitul Mal mengalami kekurangan maka negara boleh meminjam dana dari masyarakat untuk dikembalikan pada waktu yang lain.

Oleh: Ummu Hafshoh (Praktisi Pendidikan Surabaya)

Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment