Suaramuslim.net – Era Digital yang menyediakan begitu banyak kemudahan teknologi informasi bagi orang pada umumnya pada kenyataannya lebih banyak menimbulkan bahaya daripada manfaatnya. Informasi begitu cepat dan pesat berikut aplikasi-aplikasi pendukungnya, namun tak diiringi dengan upaya tabayyun yang tinggi.
Demi mencari untung (baik pribadi atau kelompok tertentu), ada banyak orang yang memotong (memutilasi) video tokoh, dai ataupun public figure untuk diviralkan dan dipisahkan dari konteksnya tanpa ada tabayyun terlebih dahulu.
Dampak yang ditimbulkan begitu dahsyat dan cepat. Sebagai contoh yang lagi santer sekarang ini adalah video yang sedang viral tentang statemen ustadz yang dikenal gaul menyatakan dalam salah satu ceramahnya bahwa berat badan wanita salehah yang tidak lebih dari 55 kg (sebagaimana Aisyah Radhiyallahu ‘anha).
Video yang tersebar hanya berupa potongan dan diberikan keterangan sesuai dengan selera peng-uploud sehingga menimbulkan kegaduhan di internal umat Islam. Padahal, video yang dipotong versinya lebih panjang, memiliki konteksnya sendiri dan disampaikan pada momen tertentu untuk orang-orang tertentu.
Sebenarnya kasus semacam ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Bagi yang aktif mengikuti perkembangan berita baik di media cetak dan media sosial, begitu banyak kasus yang diviralkan tanpa ada upaya tabayyun. Video salah satu ustadz misalnya dipotong seenaknya sendiri kemudian disebar melalui FB atau Youtube kemudian menjadi viral dan berdampak adu domba.
Bagi umat Islam, seyogianya kecanggihan teknologi dan informasi di era digital diiringi semangat untuk tabayyun. Sebagaimana anjuran surah Al-Hujurat [49] ayat 6 bahwa jika ada orang yang fasik atau yang tidak jelas identitasnya membawa berita, maka harus ditabayyun atau diklarifikasi kebenarnnya. Jika tidak, maka akan menimbulkan dampak fitnah yang besar tanpa disadari sebelumnya.
Kisah antara Nabi Sulaiman dan burung hud-hud dalam Surah An-Naml [27] ayat 20-27 bisa dijadikan pelajaran. Ketika hud-hud absen lalu kemudian memberi kabar tentang seorang ratu di kota Saba dan rakyatnya yang menyembah matahari, Nabi Sulaiman tidak tergesa-gesa dalam menelan berita dari hud-hud.
Pada ayat ke-27 beliau berkata, “Akan kami lihat, apa kamu benar, ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta”. Apa yang dilakukan Nabi Sulaiman bisa dijadikan teladan. Mendengar kabar penting dari hud-hud, beliau tidak langsung reaksioner dan gegabah dalam memutuskan sesuatu. Beliau masih menunggu dan berupaya untuk mengklarifikasinya. Itu dilakukan bahkan kepada hewan sekalipun agar tidak salah dalam menerima berita.
Dampak dari kehati-hatian dalam menerima berita ini begitu dahsyat. Ratu Saba yang sebelumnya penyembah berhala pada akhirnya beriman bersama Nabi Sulaiman. Menariknya, ketika sang ratu mendapat surat yang dikirim Hud-Hud atas nama Allah dari Sulaiman, dia juga melakukan klarifikasi dan begitu hati-hati, berembuklah ia dengan para pembesar istana dan mengirim utusan kepada Sulaiman, yang pada akhirnya ia bersama pengawal datang langsung menemui Sulaiman.
Kedua-duanya sangat hati-hati dalam menerima berita dan akhirnya berbuah manis yaitu keimanan kepada Allah Subahanahu wata’ala. Sebuah teladan luhur yang perlu dicontoh umat manusia di era digital.
Pada waktu itu, tidak diragukan lagi betapa canggihnya teknologi yang dimiliki Nabi Sulaiman. Memiliki pasukan dari berbagai makhluk (manusia, jin dan hewan). Bisa membangun istana dari kaca yang di bawahnya ada kolam. Kendaran yang cepat. Bahkan mampu memindahkan singgasana Ratu Saba dengan hanya sekedipan mata. Semua kecanggihan teknologi yang dimilikinya menimbulkan dampak manfaat yang besar.
Rahasianya, semua kecanggihan itu tidak membuatnya lupa diri. Anugerah besar itu justru membuatnya selalu bersyukur kepada Allah. Dan yang tak kalah penting, beliau sangat hati-hati dan melakukan tabayyun dalam menerima berita.
Kontributor: Mahmud Budi Setiawan
Editor: Oki Aryono