Di Balik Kematian Ulama, Ada Pesan Untuk Umat

Di Balik Kematian Ulama, Ada Pesan Untuk Umat

Di Balik Kematian Ulama, Ada Pesan Untuk Umat

Suaramuslim.net – Kiamat makin dekat!! Demikian teriakan anak-anak muda berkaos hitam di lorong-lorong gang itu, sambil terus menghisap rokok di jemari tangannya. Namun itulah kata yang mungkin tepat untuk menjelaskan hari-hari yang sedang kita lalui.

Masa yang sedang kita lalui saat ini adalah masa sangat persis dengan apa yang disabdakan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada saat menjelaskan tentang ciri-ciri akhir zaman.

Banyak dari hadis tersebut yang pada masa ini semakin menjadi kenyataan. Salah satu dari tanda dekatnya hari kiamat adalah diangkatnya ilmu dan semakin jauhnya akhlak sehingga manusia berada dalam kegelapan kebodohan.

ﻣﻦ ﺃﺷﺮﺍﻁ ﺍﻟﺴﺎﻋﺔ ﺃﻥ ﻳُﺮْﻓَﻊَ ﺍﻟﻌﻠﻢ، ﻭﻳَﺜْﺒُﺖَ ﺍﻟﺠﻬﻞُ

“Termasuk tanda-tanda hari kiamat adalah diangkatnya ilmu dan tetapnya kebodohan.” (Al-Bukhari).

Salah satu cara Allah mencabut ilmu dari muka bumi adalah dengan diwafatkannya para ulama, penyangga dan penyebar ilmu. Sehingga penyebaran ilmu terhenti, pemahaman umat terhadap kedalaman ilmu semakin berkurang, dan keteladanan sikap serta perbuatan semakin jauh dari umat. Sehingga mereka mendapatkan ilmu bukan dari guru secara langsung melainkan dari media, ustaz Google.

Untuk itu dengan meninggalnya ulama berarti kualitas ilmu telah diangkat Allah, sehingga yang tersisa bukanlah ilmu, melainkan sebatas aksesorisnya semata.

ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪ ﻻ ﻳَﻘْﺒِﺾُ ﺍﻟﻌِﻠْﻢَ ﺍﻧْﺘِﺰَﺍﻋَﺎً ﻳَﻨْﺘَﺰِﻋُﻪُ ﻣﻦ ﺍﻟﻌِﺒﺎﺩِ ﻭﻟَﻜِﻦْ ﻳَﻘْﺒِﺾُ ﺍﻟﻌِﻠْﻢَ ﺑِﻘَﺒْﺾِ ﺍﻟﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ ﺣﺘَّﻰ ﺇﺫﺍ ﻟَﻢْ ﻳُﺒْﻖِ ﻋَﺎﻟِﻢٌ ﺍﺗَّﺨَﺬَ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺭﺅﺳَﺎً ﺟُﻬَّﺎﻻً ، ﻓَﺴُﺌِﻠﻮﺍ ﻓَﺄَﻓْﺘَﻮْﺍ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﻋِﻠْﻢٍ ﻓَﻀَﻠُّﻮﺍ ﻭَﺃَﺿَﻠُّﻮﺍ

“Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak menggangkat ilmu dengan sekali cabutan dari para hamba-Nya, akan tetapi Allah menanggkat ilmu dengan mewafatkan para ulama. Ketika tidak tersisa lagi seorang ulama pun, manusia merujuk kepada orang-orang bodoh. Mereka bertanya, maka mereka (orang-orang bodoh) itu berfatwa tanpa ilmu. mereka sesat dan menyesatkan.” (Al-Bukhari).

Di awal hingga pertengahan tahun 2020 tercatat banyak ulama yang diwafatkan oleh Allah swt. Memang Dialah sang pemilik segala rahasia kehidupan namun di balik itu semua ada pesan yang dapat kita pahami bahwa zaman ini telah semakin dekat dengan akhir.

Sabtu 4 Juli 2020 Malang Raya telah kehilangan ulama kharismatiknya, Gus Wahid yang dikenal dengan julukan Kyai Arema. Seorang ulama muda yang bisa diterima oleh semua kalangan mampu merajut berbagai komponen yang berbeda, pejuang ukhuwah umat Islam, yang tidak hanya sekadar berwacana dalil dan argumentasi dialektika, tapi beliau mewujudkannya dalam kenyataan melalui kebersamaan ukhuwah dengan kelompok yang berbeda.

Semangatnya semakin membara saat menjelang kematiannya dalam menyuarakan kebenaran dan pembelaannya terhadap perjuangan umat Islam di negeri tercinta ini melalui penolakannya atas RUU HIP, yang telah jelas-jelas merongrong dasar negara dan kedaulatan NKRI.

Gus Wahid adalah seorang teman sekaligus sahabat yang dekat dengan siapapun, suka bercanda, renyah diajak bicara. Wafatnya telah membuat semua orang kehilangan. Namun ada ada pesan penting yang ditinggalkannya dan patut menjadi teladan bagi umat ini, khususnya para ulama dan pejuang agama Allah, yaitu:

1. Seorang ulama itu harus mampu mempersatukan semua komponen yang berbeda, mampu bergandengan tangan dengan siapa pun dan merajut ukhuwah dengan yang berseberangan jalan karena itulah hakikat silaturahim

Seorang ulama jangan menjadi pemecah belah umat, yang disebabkan oleh sikap fanatik (ashobiyah) atas kelompoknya sendiri, dan menganggap hanya kelompoknya sajalah yang benar dan kelompok yang lain adalah salah.

2. Seorang ulama ibarat cahaya yang mampu menerangi setiap ruang gelap. Masuk melalui celah-celah sekecil apapun dan memberikan seberkas cahaya sebagai penunjuk jalan

Seorang ulama harus mampu masuk ke semua kalangan. Dari masyarakat bawah hingga pejabat tinggi, dari yang berdasi hingga yang berkaos oblong, dari mereka yang berbaju parlente hingga yang bersandal jepit sekalipun, dari orang tua yang di masjid-masjid hingga anak muda yang di cafe-cafe. Semua mereka perlu merasakan indahnya dakwah dari para ulama.

3. Teguh dalam dakwah amar makruf nahi mungkar

Amar ma’ruf membutuhkan kelembutan dalam mengajak pada perubahan ke arah kebaikan agar orang merasa nyaman dan semua kalangan dapat menikmati ajakannya tanpa merasa terpaksa.

Sementara nahi mungkar membutuhkan ketegasan dan keberanian untuk menyuarakannya bahkan jika perlu berteriak lebih kencang agar semua orang mendengarnya, memberikan perhatian hingga bersedia untuk menjauhinya.

Penolakan atas kemungkaran dimaksudkan agar manusia tidak terjatuh dalam kehancuran dan kenistaan.

4. Berdakwah sampai mati

Berdakwah tidak berbatas waktu kecuali kematian yang menghentikannya. Seorang dai harus terus istiqamah menyuarakan kebenaran tanpa mengenal lelah hingga kematian yang menjemputnya untuk menghentikan langkahnya.

Gus Wahid telah memberikan pelajaran berharga atas semangat dakwah yang demikian. Kematiannya menyisakan kesedihan di kalangan umat dan terlebih bagi para sahabatnya. Namun nilai-nilai kebaikan dan pesannya akan terus dikenang.

Semoga ada yang melanjutkan dalam dakwah penuh ukhuwah dan silaturrahim ini. Akhirnya, semoga Allah swt meridhai langkah dan menerima jejak kebaikan selama ini. Selamat jalan Gus Wahid.

4 Juli 2020
Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment