Suaramuslim.net – Semua manusia pasti menginginkan kebahagiaan, apakah dia seorang raja ataukah rakyat jelata. Dan hari ini kesibukan manusia modern satu harinya hampir diisi penuh dengan kegiatan mencari kesuksesan (baca: kebahagiaan). Sebenarnya, di manakah letak kebahagiaan?
Sebuah ilustrasi imajinatif berikut ini mungkin bisa menjadi panduan kita untuk mencari letak kebahagiaan itu. Ilustrasi ini dimulai ketika Tuhan menciptakan kebahagiaan. Lalu Tuhan memperlihatkannya kepada tiga malaikat seraya berkata, “Ini adalah makhlukKu. Dia sangat bernilai. Manusia sangat membutuhkannya dan selalu mencarinya. Maka simpanlah di suatu tempat. Biarkan manusia sendiri yang menemukannnya. Jangan di tempat yang terlalu mudah ditemukan nanti dia akan disia-siakan. Tapi jangan disimpan tempat yang susah, nanti dia tak bisa ditemukan. Yang penting, letakkan makhluk ini di tempat yang bersih (sumber: esqtraining.com).”
Kemudian ketiga malaikat ini bergegas turun ke Bumi untuk mencari tempat untuk menyimpan kebahagiaan. Mereka berdiskusi untuk menentukan di manakah letak kebahaagiaan akan disimpan. Malaikat pertama mengatakan, “Kita letakkan saja di puncak gunung.” Malaikat lainnya tidak setuju. Malaikat kedua mengusulkan, “Kita letakkan saja di dasar laut.” Usulan ini pun tidak disepakati.
Lalu malaikat ketiga membisikkan usulannya kepada keduanya. Dan mereka pun bersepakat meletakkan makhluk bernama kebahagiaan itu. Setelah itu mereka kembali kepada Tuhan.
Sejak itu manusia sibuk mencari kebahagiaan. Sehari-hari mereka menghabiskan waktunya untuk mendapatkan kebahagiaan dan kesuksesan. Manusia yang tinggal di perkotaan menghabiskan waktu lebih dari 8 jam sehari untuk mencari kebahagiaan. Ada yang sampai 10 bahkan 15 per hari. Bahkan bisa lebih daripada itu.
Ada orang yang mencari kebahagiaan dengan bertamasya di pegunungan. Ada yang berlibur di laut. Objek wisata di gunung dan di laut pun ramai dikunjungi orang pada momen liburan. Ada yang mencari di kesunyian. Ada yang mencarinya di keramaian. Ada yang bekerja keras. Ada yang malas-malasan.
Namun, ternyata kebahagiaan tidak ada pada tempat-tempat itu. Lalu manusia membuat klaim-klaim tertentu tentang penyebab kebahagiaan. Ada yang merujuk pada harta, jabatan, ketenaran, kecantikan, ketampanan, gelar kebangsawanan, dsb. Ada juga yang mengira kebahagiaan pada pernikahan. Padahal tidak selalu demikian.
Lalu di manakah malaikat meletakkan kebahagiaan? Malaikat tidak meletakkan di atas gunung atau di dasar laut. Tidak di lereng gunung maupun di tepi pantai. Tidak di keramaian maupun di kesunyian. Tidak pada kekayaan, popularitas, pangkat atau lainnya. Malaikat meletakkan pada tempat yang dekat pada diri manusia. Sangat dekat malah. Namun jarang terlihat. Malaikat meletakkan di tenpat yang bersih sesuai perintah Tuhan. Tempat itu adalah di hati yang bersih.
Ya, ternyata malaikat meletakkan KEBAHAGIAAN manusia di dalam hati kita.
“(Yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih” (QS. Asy Syua’ra 88-89). Hati yang selamat atau hati yang bersih-lah tempatnya kebahagiaan.
Orang yang hatinya bersih dan ridha pada takdir Tuhan-lah yang mampu merasakan dan menemukan letak kebahagiaan hakiki. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta benda, tetapi kekayaan (yang hakiki) adalah kekayaan/kecukupan (dalam) jiwa (hati)” [HR al-Bukhari (no. 6081) dan Muslim (no. 1051)].
Karena itu, Nabi Muhammad mengajarkan zikir kepada kita setiap pagi dan petang.
، الْجَنَّةُ لَهُ وَجَبَتْ ، رَسُولً وَبِمُحَمَّدٍ ،دِينًا وَبِالْإِسْلَامِ رَبًّا بِاللَّهِ رَضِيتُ :قَالَ مَنْ
Yang dibaca sebanyak 3 (tiga) kali tiap pagi dan petang.
Siapa yang berkata, “Aku ridha kepada Allah sebagai Rabb, Islam sebagai diin, Muhammad sebagai Rasul” niscaya surga itu wajib untuknya. (Hadits Abu Said al-Khudri radhiallahu anhu, riwayat Abu Daud, dishahihkan al-Albaniy rahimahullah)
Dari zikir ini, kita bisa memaknainya seperti ini: “Aku ridha dengan takdir yang Allah beri; aku ridha dengan rezeki yang Allah beri; aku ridha dengan anugerah yang Allah beri kepadaku; dan aku ridha dengan semua keputusan Allah padaku. Aku juga ridha pada jalan yang Islam dan ridha jalan hidup Nabi Muhammad.” Maka, hati seperti inilah yang mampu merasakan kebahagiaan.
Ada ilustrasi yang diceritakan Laurence Brown, dokter angkatan udara Amerika Serikat yang masuk Islam setelah melakukan perenungan sesaat pascamusibah pada saat anaknya lahir dalam keadaan gagal jantung. Dia menuturkan tentang keridhaan hati sebagai berikut :
Banyak orang gagal melihat aspek kehidupan yang mereka anggap “tidak bersifat Ketuhanan.” Mereka berkata “Bagaimana mungkin jika Tuhan itu ada, tragedi ini dan itu masih saja terjadi?” Tapi siapa diri kita sehingga berani mempertanyakan metode dari Pencipta kita? Ya, ada sebagian bayi yang mati.
Dan juga ada pepatah yang mengatakan “Siapa yang dicintai Tuhan, akan mati muda.” Dapatkah seseorang mengerti pepatah ini? Aku mengerti. Hal itu masuk akal bagiku. Jika ada siapapun yang ditanya “Apa yang lebih kau inginkan, untuk melanjutkan hidup ini atau langsung pergi ke surga?” Mereka tentu langsung ingin menuju surga. Jadi apakah kematian seorang bayi adalah tragis? Menurutku, itu bukanlah kematian, itu adalah tahap menuju kehidupan selanjutnya (sumber: situs lampuislam.org).
Banyak orang ateis angkat mengatakan, “Bagaimana mungkin tragedi ini terjadi dan kau masih menganggap Tuhan ada?” Dan aku hanya ingin memberitahukan bahwa tidak semuanya merupakan tragedi bagi orang yang mengalaminya. Seorang anak kecil yang mati, dia (akan) pergi ke surga. Jika dia ditanya ketika mereka di surga, apakah itu merupakan sebuah tragedi atau nikmat Tuhan, tentunya mereka akan mengatakan, “Ini adalah nikmat dari Tuhan.” Jadi semua ini hanyalah menurut sudut pandang (keridhaan hati, Red.) masing-masing orang.