Dunia Yang Terus Berubah, Bagaimana Sikap Kita?

Dunia Yang Terus Berubah, Bagaimana Sikap Kita?

Dunia Yang Terus Berubah, Bagaimana Sikap Kita?
Ilustrasi dunia dalam pandangan manusia

Suaramuslim.net – Dunia telah semakin berubah sangat cepat, saat ini dunia tidak lagi menjadi sebuah desa global (global village) menurut Marshall McLuhan yang menganalogikan bahwa interaksi manusia ibarat berada dalam sebuah desa global dengan teknologi informasi yang sangat terbuka dan dapat diakses semua orang, namun saat ini dan ke depan, dunia ini telah dan akan berubah berkali lipat dan hanya berada dalam satu genggaman tangan, meminjam istilah telkom yaitu the world in your hand, kita bisa mengakses apapun hanya melalui tangan kita dengan smart phone.

Segala kebutuhan hidup kita hanya cukup sekali klik. Saat kita ingin makan, maka cukup klik tombol pencarian apa yang akan kita makan. Ke manapun kita akan melangkah, maka cukup klik saja jenis transportasi apa yang kita mau. Bahkan ingin membeli apapun cukup sekali klik melalui smart phone yang kita genggam.

Semua serba menggunakan aplikasi teknologi informasi komunikasi yang dikontrol dari smart phone yang kita miliki. Semua sumber pekerjaan yang padat karya nantinya akan tergantikan dengan aplikasi yang dijalankan oleh kita sendiri. Pada saat itulah manusia tidak hanya berada dalam sebuah perkampungan, namun berada dalam sebuah genggaman. Inilah dunia yang telah berubah, dunia telah berada di era baru industri 4.0

Perubahan dunia industri di dunia setidaknya bermula dari adanya revolusi industri yang terjadi pada akhir abad 18 setelah terjadinya revolusi Perancis yang mendorong untuk menghadirkan kebebasan berpikir (liberty), persamaan (equality) dan persaudaraan (fraternity) di awal abad 18.

Revolusi industri pertama atau yang dikenal dengan revolusi 1.0 ini ditandai dengan penggunaan mekanik atau penemuan mesin dalam berbagai produksi. Selanjutnya adalah revolusi kedua pada abad 19 yang dicirikan dengan proses industri dilakukan secara massal dengan mengandalkan sumber energi bertenaga listrik.

Pada revolusi industri ketiga yang terjadi di abad 20, perubahan terjadi dalam proses industri yang sudah mulai terotomatisasi dengan mengunakan kekuatan elektronik berbasis Information Technology.

Perubahan dunia ternyata tidak berhenti di situ, perubahan terus bergerak cepat pada abad 21 ini, mengubah berbagai cara pandang manusia melalui proses produksi sangat canggih yang memberikan dampak sangat signifikan bagi perubahan kehidupan dan proses interaksi manusia.

Proses pemenuhan berbagai pemenuhan manusia sudah tidak lagi hanya sebatas diproduksi oleh otomatisasi mesin, namun semua interaksi sudah terkoneksi dengan internet bahkan sumber-sumber produksi dan simpul-simpul interaksi telah terhubung dengan internet dalam sebuah model aplikasi yang menjadikan manusia lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya cukup hanya dalam sekali klik saja yang telah terkoneksi dalam satu genggaman tangannya melalui smart phone.

Inilah yang kemudian dikenal dengan era industri 4.0. Era ini ditandai dengan robotic automation, 3D printer untuk semua kepentingan, koneksi internet untuk memenuhi semua apapun kebutuhan manusia (internet of things), dan individu terkoneksi seluruh dunia dalam satu data sehingga siapa pun bisa mengenal dan berinteraksi dengan siapa pun melalui data yang sudah tersedia di internet (data of things).

Dalam perubahan yang demikian, perilaku manusia pun berubah. Jika dahulu standar penilaian kebaikan berdasarkan kepada kebenaran yang bersumber dari sumber utama kebenaran (Al-Qur’an), maka hari ini kebenaran berdasarkan pada penilaian baik buruknya pandangan manusia, bahkan tidak jarang kemudian kebenaran dinilai atas banyak sedikitnya para pendukung (voting kebenaran) dengan menjadikan media massa sebagai penimbang baik dan buruk tersebut.

Sehingga saat ini batas kebaikan dan keburukan amatlah tipis, bahkan sulit dibedakan, mana kebaikan dan mana keburukan.

Pada masa seperti ini maka kebaikan dianggap sebagai keburukan dan keburukan dianggap sebagai sebuah kebaikan. Para penyuara keburukan bernasib buruk selayaknya pelaku keburukan, sementara penyuara keburukan diperlakukan selayaknya pembela kebaikan. Inilah jaman fitnah itu.

Nabi bersabda, “Bagaimana jika telah melampaui batas (berani) para wanita dari kalian dan telah rusak para pemuda kalian dan kalian telah meninggalkan jihad? Mereka (sahabat) bertanya: apakah hal itu akan terjadi ya Rasulullah? Nabi menjawab, demi jiwaku yang ada dalam genggaman tangan-Nya. Ada hal yang lebih hebat lagi akan terjadi.

Sahabat bertanya, apa yang lebih hebat itu ya Rasulullah? Nabi menjawab, bagaimana kalian jika sudah tidak lagi menyeru pada kebaikan dan tidak mencegah dari kemungkaran. Sahabat bertanya, apakah hal itu akan terjadi ya Rasulullah? Nabi menjawab, demi jiwaku yang ada dalam genggaman tangan-Nya. Ada hal yang lebih hebat lagi akan terjadi.

Sahabat bertanya, apa yang lebih hebat itu ya Rasulullah? Nabi menjawab, bagaimana jika kalian melihat kebaikan telah dianggap sebagai sebuah kemungkaran dan kemungkaran telah dianggap sebuah kebaikan. Sahabat bertanya, apakah hal itu akan terjadi ya Rasulullah? Nabi menjawab, demi jiwaku yang ada dalam genggaman tangan-Nya. Ada hal yang lebih hebat lagi akan terjadi.

Sahabat bertanya, apa yang lebih hebat itu ya Rasulullah? Nabi menjawab, bagaimana kalian jika telah mengajak/menyeru pada kemungkaran dan mencegah dari (terlaksananya) kemakrufan. (Abu Ya’la dan Ibnu Abi Dunya).

Maka pada masa seperti saat ini bersikap diam akan lebih baik daripada berteriak kebaikan karena buruknya keadaan. Sebagaimana Maryam menghadapi fitnah berzina dengan diam (Q.S. 19:26), sampai Allah memperlihatkan mukzijat-Nya (Q.S. 19:29-30).

Bahkan Rasulullah pun mengingatkan, “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, hendaklah berkata baik, benar dan sopan, kalau tidak mampu, maka diam.”

Menjauhkan diri dari hiruk pikuk fitnah khususnya yang saat ini telah menjadikan media sosial sebagai alat untuk saling memfitnah. Karena itulah, diam dan jauhkan diri dari hiruk pikuk media sosial yang saling fitnah tersebut, kurangi menanggapi hal yang dapat berpeluang memperuncing masalah atau fitnah, serta beralihlah untuk saling mengingatkan tentang kebaikan dalam bermedia sosial.

Jadi, diam bukan berarti takut untuk menyuarakan kebenaran melainkan menyelamatkan diri dari buruknya jaman fitnah yang sedang terjadi dengan mengalihkannya pada kebaikan.

29 Juli 2020
Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment