Dusta Pemimpin

Dusta Pemimpin

Dusta Pemimpin
Setya Novanto saat safari ramadan di Jombang, Jawa Timur. (Foto: aktual.com)

Suaramuslim.net – Kegandrungan tim polos citra penguasa untuk menampilkan diri junjungannya sebagai figur religius dan mumpuni tampil bak imam dan umara islamis, sejatinya simulakra belaka. Kegandrungan ini lahir dari alam bawah sadar anggota tim yang tak jarang pernah menjadi bagian gerakan dakwah. Bila di waktu lain mereka anti-politisasi simbol agama, maka kini mereka permisif dan masif pergunakan modus operandi politisasi secara liar dan binal.

Orang-orang yang (pernah) di celupan dakwah tapi kini fanatikus homo-politicus yang hanya letakkan politik arena bermain-main dalil agama tapi kosong pemaknaan dan keikhlasan. Mereka hanya kais ingatan ritual untuk selanjutnya diterapkan pada sang junjungannya.

Polah mereka itu jelas biadab. Sungguh kasihan penguasa lemah yang bukan diberi masukan tulus sebagai hamba-Nya agar hadir apa adanya di depan-Nya. Tapi gandrung pada citra sudah semacam totem ritual yang harus diterapkan demi kekuasaan yang menguntungkan para barisan di lajur dakwah tadi.

Tetiba patik ingat satu nukilan hadits dalam riwayat Imam Ahmad dalam Musnad beliau yang begitu bawa barokah.

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far berkata, telah menceritakan kepada kami Syu’bah berkata; aku mendengar Qotadah menceritakan dari Sulaiman atau Abu Sulaiman dan Hajjaj berkata; telah menceritakan kepadaku Syu’bah, dan seorang laki-laki dari Quraisy berkata, dari Abu Sa’id Al Khudri dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwasanya beliau bersabda: “Akan ada para pemimpin yang dikelilingi oleh para pendamping dari manusia, mereka berlaku zalim dan dusta, maka barangsiapa menolongnya dalam kezaliman dan mempercayai kedustaannya ia bukanlah dari golonganku dan aku bukan darinya. Dan barangsiapa tidak mempercayai atau tidak menolong mereka atas kezalimannya, maka ia dari golonganku dan aku dari golongannya.” (HR Ahmad nomor 11439)

Patik berharap, khususnya pada kawan yang setia mencari fulus demi anak istri sebagai juru sanjung penguasa, agar normalkan sang idola. Agar menjadi lelaki biasa dan bukan sarat rekayasa. Agar hal biasa tetap biasa. Tak jadikan keterbatasan seolah komoditas penuh mulia. Ini agar kemuliaan dia dijaga oleh-Nya.*

*Opini yang terkandung dalam artikel ini adalah milik penulis sendiri, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial suaramuslim.net.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment