Judul Buku: Erdogan: Muadzin Istanbul Penakluk Sekularisme Turki
Penulis: Syarif Taghian
Penerbit: Pustaka Al-Kautsar
Suaramuslim.net – Seluruh dunia terkejut dengan apa yang terjadi pada konferensi internasional di Davos, Swiss pada bulan Januari 2009. Seorang pemimpin muslim berani mengkritik Israel dengan pernyataan pedas serta menuduh pemimpinnya licik dan pembohong. Ia dengan tegas mengatakan Perdana Menteri Israel telah membunuh anak-anak dan wanita tidak berdosa di Gaza, Palestina. Setelah berbicara, ia melakukan aksi walk out dari konferensi tersebut.
Sepulang dari konferensi, ia disambut rakyatnya. Ia berdiri di depan massa dan berpidato, “Aku suka berterus terang dan mempertahankan kemuliaan dan harga diri Turki, seperti yang diungkapkan penyair Muhammad ‘Akif yang mengatakan, “Aku bisa lembut, akan tetapi aku bukan domba, dan aku tahu bahwa rakyatku menungguku melakukan hal tersebut.”
Itulah salah satu keberanian yang ditunjukkan Perdana Menteri Turki. Ia dijuluki “singa kecil” dari Turki, Negara Abdul Hamid II, khalifah muslim terakhir yang memimpin Kekhalifahan Utsmaniyah. Dialah Recep Tayyip Erdogan, atau lebih dikenal dengan nama Erdogan.
Tempaan Masa Kecil
Erdogan dilahirkan di sebuah desa kecil di Istanbul pada 26 Februari 1954. Ayahnya bernama Ahmed, seorang penjaga pantai Laut Hitam di Kota Rize. Di lingkungan tersebut Erdogan terbiasa menghadapi gelombang laut sehingga ia belajar kesabaran dan keberanian.
Kota Qasim Pasha merupakan tempat Erdogan mengenyam bangku pendidikan dasar. Kota Qasim Pasha terkenal dengan penduduknya yang kuat, temperamen, memiliki dialek yang menjadi kebanggan dan kehormatan. Di sanalah Erdogan belajar tentang tantangan dan kekuatan. Hal ini terlihat dari setiap pernyataan dan pidato resminya.
Erdogan melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Imam Hatib. Di sekolah tersebut, Erdogan belajar fikih, akidah, dan tajwid. Di sekolah ini, sedikit demi sedikit ia dapat meningkatkan kemampuannya dalam berbicara dan berpikir. Jenjang pendidikan inilah yang banyak mempengaruhi pola pikirnya, di mana ia selalu menyelaraskan antara iman, akhlak islamiyah, dan selalu mengikuti sunnah Rasulullah. Inilah yang menjadi kunci suksesnya.
Setelah lulus dari Sekolah Menengah Imam Hatib, Erdogan melanjutkan jenjang pendidikan tinggi di Universitas Marmara Istanbul untuk belajar ekonomi dan bisnis. Pada jenjang ini, ia membuka cakrawala pengetahuannya. Ia belajar berbagai pengetahuan yang membuat wawasannya tentang ekonomi, bisnis, dan politik bertambah.
Menjadi pedagang merupakan profesi yang telah digeluti Erdogan sejak ia mengenyam pendidikan dasar. Saat belajar di sekolah dasar dan menengah, Erdogan membantu kedua orang tua mencari nafkah dengan berjualan jus lemon dan semangka di jalan-jalan Kota Istanbul. Kemudian di tingkat sekolah menengah atas, Erdogan berjualan kue Semolina. Dan saat mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, bekerja di pasar kota. Kemudian setelah menyelesaikan wajib militer, bekerja sebagai penasihat keuangan di beberapa perusahaan finance.
Sejak bergabung pada Milli Salamet Partisi (Hizb Salamah Al Wathani), Erdogan bertemu dengan Necmettin Erbakan, seorang Bapak Partai Konservatif yang menjadi Perdana Menteri Muslim pertama Islami. Pertemuan inilah yang membuka cakrawala berpikir Erdogan tentang politik dan banyak menginspirasi Erdogan dalam hal kepemimpinan.
Politisi yang memiliki julukan sebagai “Muadzin Istanbul Penakluk Sekularisme Turki” ini mampu mengembalikan masa keemasan Turki.
Dengan kepiawaiannya berpolitik, Erdogan mampu meyakinkan rakyatnya bahwa dengan identitas Islam, Turki bisa mengembalikan kejayaan Kekhilafahan Utsmani, kekhilafahan yang tidak hanya kuat dalam segi pertahanan, tapi juga dalam perekonomian.
Dengan keyakinan bahwa “Islam adalah Solusi” (Al-Islam huwa Al-Hall), Erdogan yang dibesarkan dalam lingkungan keislaman, mampu membangkitkan kembali Turki dari julukan “The Sick Man In Europe” menjadi negara yang sehat dan tumbuh berkembang, bahkan diperhitungkan sebagai negara yang mampu memberikan kontribusi dalam menciptakan perdamaian.
Dengan kesantunannya, Erdogan mampu menumbangkan “berhala sekularisme Attaturk” tanpa melakukan kudeta dan tanpa melesatkan peluru sebutir pun. Sekularisme yang disucikan oleh militer dan dijaga oleh kekuatan senjata, mampu ditumbangkan dengan ‘kudeta tanpa senjata’ oleh Erdogan.
Keraguan kelompok sekular Turki yang menyebut Erdogan sebagai sosok “islamis reaksioner” dijawab olehnya dengan kerja nyata dalam menyejahterakan rakyat Turki dan menjadikan negaranya sebagai kekuatan penyeimbang dalam kancah globalisasi. Erdogan mampu membawa Turki menjadi negara dengan stabilitas ekonomi yang kuat, mandiri, dan mampu bersaing di dunia internasional.
Pelajaran dari Erdogan
Pelajaran yang sangat berharga dari Erdogan tentang bagaimana menjadi seorang pemimpin, pengembangan amanah, dan rasa tanggung jawab. Pemimpin sejati adalah pemimpin yang mampu menciptakan generasi yang akan menjadi pemimpin di kemudian hari dan pemimpin yang selalu memperbaharui urat nadi umatnya dengan keutamaan dan kemuliaan.
Erdogan adalah contoh politisi dan pemimpin yang tidak larut dalam kekuasaan sehingga melupakan identitas keislamannya. Jejak rekamnya dalam membela kaum muslimin yang tertindas, terutama di Palestina, sudah tidak diragukan lagi. Ketika kekuasaan sudah di tangan, maka tak ada alasan untuk tidak berkhidmat pada Islam. Inilah teladan dari sosok Erdogan.
Peresensi: Jumie Sephy Rahayu