Fikih Iktikaf

Fikih Iktikaf

Fikih Iktikaf
Seseorang membuka Al Quran.

Suaramuslim.net – Secara bahasa iktikaf (i’tikaf) berarti menetap, mengurung diri atau menahan diri (QS. 2:187). Dan menurut pengertian syariat iktikaf diartikan: menetapnya seorang muslim/muslimah yang berakal sehat yang tidak sedang berhadats besar di dalam masjid untuk melakukan ketaatan kepada Allah dengan cara-cara tertentu.

Para ulama telah sepakat, bahwa iktikaf adalah salah satu bentuk ketaatan dan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah yang sangat dianjurkan, baik bagi laki-laki maupun perempuan, khususnya di bulan Ramadan (QS. 2:187, Al-Bukhari dan Muslim).

Hukum iktikaf

Mengenai hukum iktikaf, para ulama membaginya menjadi dua macam: wajib dan sunnah. Iktikaf wajib ialah iktikaf yang disertai dengan nadzar, hal itu disebabkan karena menepati nadzar itu adalah wajib (QS. 22: 29, Al-Bukhari, An-Nasai dan yang lain).

Sedangkan iktikaf sunnah ialah iktikaf yang dilakukan oleh seorang muslim secara sukarela dalam rangka bertaqarrub kepada Allah dan dalam rangka berqudwah pada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Adapun iktikaf di bulan Ramadan, khususnya di sepuluh hari terakhir, hukumnya adalah sunnah muakkadah.

Apa hukum iktikaf bagi wanita muslimah?

Iktikaf disunnahkan bagi muslim maupun muslimah. Namun bagi muslimah jika hendak beriktikaf di masjid hendaknya dilakukan bersama suaminya atau mendapat izin darinya. Jika belum punya suami, maka harus mendapat izin dari orang tua atau mahramnya. Dan dalam pelaksanaannya tidak menimbulkan fitnah.

Syarat dan rukun iktikaf:

  • Beragama Islam
  • Berakal/mumayyiz
  • Suci dari hadats besar (junub, haidh dan nifas)
  • Berniat
  • Dilaksanakan di masjid

Berapa lama kita melakukan iktikaf?

Iktikaf wajib harus dilaksanakan sesuai dengan nadzar yang telah diucapkan. Sedangkan iktikaf sunnah, tidak ada batasan waktu tertentu untuk pelaksanaannya, seberapa pun lamanya seseorang berada di masjid untuk menetap dalam batas yang wajar (yakni yang cukup untuk dikatakan sebagai menetap) dengan niat untuk iktikaf, maka hukumnya sah sebagai iktikaf yang insya Allah berpahala, selama ia tetap berada dalam masjid.

Adapun cara memulai iktikaf, maka kapan pun ia masuk masjid dengan niat untuk iktikaf, maka sejak saat itu berarti ia telah mulai iktikaf sampai ia keluar dari masjid. Adapun yang hendak beriktikaf selama sepuluh akhir Ramadan, maka seyogyanya ia mulai masuk masjid sebelum waktu terbenamnya matahari pada hari kedua puluh Ramadan, dan mengakhirinya dengan keluar dari masjid setelah terbenamnya matahari pada hari terakhir bulan tersebut.

Yang disunnahkan dalam iktikaf

  • Banyak melakukan ibadah sunnah, seperti salat, membaca Al-Qur’an, bertasbih, bertahmid, bertahlil, bertakbir, beristigfar, berdoa dan bentuk-bentuk ketaatan lainnya.
  • Mengkaji dan mengikuti kajian ilmu-ilmu syar’i
  • Seyogyanya melakukan ibadah-ibadah tersebut di atas dengan sendiri

Yang dimakruhkan dalam iktikaf

  • Banyak melakukan hal-hal yang tidak terkait dengan kepentingan iktikaf
  • Banyak berkumpul untuk bersenda gurau dan semacamnya
  • Berdiam diri dengan menganggap hal tersebut adalah suatu bentuk kegiatan iktikaf

Yang mubah (boleh dilakukan) dalam iktikaf

  • Menemui keluarga yang menjenguk
  • Keluar masjid untuk melakukan keperluan yang tidak mungkin dihindari
  • Makan, minum dan tidur di dalam masjid dengan keharusan untuk menjaga kebersihan dan kerapiannya

Yang membatalkan iktikaf

  • Keluar dari masjid dengan sengaja tanpa ada keperluan yang diperbolehkan
  • Melakukan hubungan suami istri
  • Hilangnya akal karena mabuk atau gila
  • Haidh atau nifas
  • Murtad

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment