Fikih Kurban (Definisi, Hukum, dan Ketentuan Hewan Kurban)

Fikih Kurban (Definisi, Hukum, dan Ketentuan Hewan Kurban)

Fikih Kurban (Definisi, Hukum, dan Ketentuan Hewan Kurban)
Ilustrasi hewan ternak.

Suaramuslim.net – Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِن يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنكُمْ

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (Al Hajj: 37).

1. Definisi Kurban

Kurban bahasa Arabnya adalah الأضحية (al-udhiyah) diambil dari kata أَضْحَى (adh-ha). Adapun الأضحية (al-udhiyah/kurban) menurut syariat adalah sesuatu yang disembelih dari binatang ternak berupa unta, sapi dan kambing untuk mendekatkan diri kepada Allah yang disembelih pada hari raya Iduladha dan Hari Tasyriq. Hari Tasyriq adalah hari ke 11, 12, dan 13 Dzulhijah.

Keutamaan berkurban:

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ ابْنُ نَافِعٍ حَدَّثَنِي أَبُو الْمُثَنَّى عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلًا أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

“Tidak ada amalan yang dikerjakan anak Adam ketika hari (raya) kurban yang lebih dicintai oleh Allah dari mengalirkan darah, sesungguhnya pada hari kiamat ia akan datang dengan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya dan bulu-bulunya. Dan sesungguhnya darah tersebut akan sampai kepada Allah sebelum jatuh ke tanah, maka perbaguslah jiwa kalian dengannya.” (Ibnu Majah No. 3117).

2. Hukum Kurban

Dalam kajian fikih Islam, para ulama berbeda pendapat tentang hukum kurban. Sebagian ulama berpendapat wajib, berdasar hadis:

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ, فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا” – رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَابْنُ مَاجَه, وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ, لَكِنْ رَجَّحَ اَلْأَئِمَّةُ غَيْرُهُ وَقْفَه ُ

“Barangsiapa yang memiliki kelapangan (rezeki) dan tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat salat kami.” (Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah. Al Hakim mensahihkannya. Akan tetapi ulama lainnya mengatakan bahwa hadis ini mauquf, yaitu hanyalah perkataan sahabat).

Namun sekalipun mauquf, statusnya tetap valid (sahih).

Berdasar hadis itu, sebagian ulama mewajibkan kurban, karena di hadis itu, orang yang ada rezeki lapang tidak boleh dekat-dekat tempat salat. Di antara yang berpendapat itu adalah Imam Abu Hanifah dan sebagian Imam Ahmad.

Namun mayoritas ulama, Syafi’iyah, Malikiyah, Hanabilah menyatakan hukum kurban adalah sunah muakkadah (sunah yang sangat dianjurkan). Hal ini berdasar hadis:

إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ

“Jika masuk bulan Dzulhijah dan salah seorang dari kalian ingin menyembelih kurban, maka hendaklah ia tidak memotong sedikitpun dari rambut dan kukunya.” (Muslim, 1977).

Dari hadis tersebut ada kata ‘arooda/اراد, siapa yang berkehendak, menunjukkan berkurban tidak wajib, alias sunah muakkadah, bagi yang diberi kelapangan rezeki.

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menukil perkataan Ibnu Hazm bahwa tidak ada seorang sahabat pun yang menyatakan bahwa hukum kurban itu wajib. Yang ada, mayoritas ulama menganggap bahwa hukum kurban itu sunah. Namun kurban tetaplah disyariatkan. Dinukil dari Adhwaul Bayan, 5: 617.

3. Hewan yang Bisa Menjadi Kurban

Yang harus dijadikan sebagai hewan sembelihan adalah بَهِيْمَةُالْأَنْعَمِ (hewan ternak), di antaranya adalah:

  1. Unta (minimal umur 5 tahun)
  2. Sapi (minimal 2 tahun)
  3. Kambing (minimal 1 tahun)
  4. Domba (minimal 6 bulan)

Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ

“Dan bagi setiap umat, telah kami syariatkan ibadah kurban supaya mereka menyebut nama Allah terhadap apa yang telah Allah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.” (QS Al Hajj: 34).

4. Ketentuan Berkurban Kambing dan Sapi

Berdasarkan kesepakatan para ulama (lihat Al Qowaninul Fiqhiyyah, Bidayatul Mujtahid, Mughnil Muhtaj, Assyarhul Kabir) bahwa satu ekor kambing untuk satu orang, sementara berdasarkan hadis Rasulullah, satu ekor unta atau satu ekor sapi bisa untuk tujuh orang. Berdasarkan riwayat ini:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ

“Dari Jabir bin Abdullah ia berkata; “Kami pernah menyembelih kurban bersama Rasulullah di tahun perjanjian Hudaibiyah, untuk kurban seekor unta atau seekor sapi, kami bersekutu tujuh orang.” (Muslim).

Namun para ulama membolehkan seorang muslim berkurban dengan seekor kambing atau dengan seekor sapi atau dengan seekor unta atas nama dirinya dan keluarganya (yang di bawah tanggung jawabnya, yaitu istri dan anak-anaknya meskipun lebih dari tujuh orang).

Dalil yang mendukung pernyataan di atas, dari Atha bin Yasar, ia berkata:

سَأَلْتُ أَبَا أَيُّوبَ الأَنْصَارِيَّ كَيْفَ كَانَتْ الضَّحَايَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فَقَالَ : كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ ، فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ

“Aku pernah bertanya pada Ayyub Al Anshari, bagaimana kurban di masa Rasulullah?” Beliau menjawab, “Seseorang biasa berkurban dengan seekor kambing (diniatkan) untuk dirinya dan satu keluarganya. Lalu mereka memakan kurban tersebut dan memberikan makan untuk yang lainnya.” (Tirmizi No. 1505).

5. Cacat di Hewan Kurban

  1. Cacat yang membuat batalnya kurban

Rasulullah bersabda:

أَرْبَعٌ لاَ تَجُوزُ فِى الأَضَاحِى الْعَوْرَاءُ بَيِّنٌ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ بَيِّنٌ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ بَيِّنٌ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرُ الَّتِى لاَ تَنْقَى

“4 perkara yang tidak boleh ada di dalam hewan-hewan kurban; yaitu buta sebelah matanya yang jelas kebutaannya, pincang yang jelas pincangnya, sakit yang jelas sakitnya, dan patah kakinya yang tidak dapat disembuhkan.” (Ibnu Majah, No. 2545).

Kesimpulan dari hadis di atas adalah, yang tidak boleh dijadikan sebagai hewan kurban:

  • Buta meskipun sebelah mata
  • Pincang
  • Sakit
  • Patah yang tidak dapat disembuhkan (cacat)

 

  1. Cacat yang Menyebabkan Makruh Berkurban

Kategori ini ada dua macam:

  • Sebagian atau keseluruhan telinganya terpotong
  • Tanduknya pecah atau patah (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/373).

 

Cacat yang tidak berpengaruh pada hewan kurban (boleh dijadikan untuk kurban) namun kurang sempurna.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment