Suaramuslim.net – Fitrah seorang guru akan senang apabila melihat muridnya berprestasi. Dan kebanyakan guru akan lebih dekat dan senang bersama muridnya yang berprestasi. Bangga melihat muridnya pintar. Apalagi prestasinya sudah melambung, tidak hanya di lokal sekolah, mungkin tingkat regional, nasional, bahkan internasional. Dan “mungkin” fitrah seorang guru juga, sebel melihat muridnya yang bebal, sulit menerima materi pelajaran, dan sulit dinasihati. Semoga kita tidak termasuk guru seperti ini.
Kenyataan di lapangan guru akan memuji-muji muridnya yang berprestasi, “anak ibu menonjol dibidang ini dan itu dibanding teman-temannya.” cerita di hadapan wali murid. Atau, ” Alhamdulillah, sekolah kita terangkat karena prestasi fulan atau fulana, tahun depan pasti lebih banyak yang mendaftar.” pembicaraan sesama guru.
Sebaliknya dengan anak yang bebal (maaf penulis menyebut istilah seperti ini supaya lebih mudah dipahami), ” kok bisa ya anak ibu bersikap seperti ini dan itu? Padahal teman-teman yang lain sudah bisa begini dan begitu?” pasti wali murid yang diajak bicara akan tertohok dan malu. Anaknya dianggap alien atau manusia aneh yang tidak sama dengan teman-temannya. “Mohon diberi perhatian lebih ya pak/ustad, sebenarnya anak saya punya potensi.” bujuk wali murid. ” murid saya lebih dari 60 anak, kalau hanya ngurusi anak ibu gimana dengan anak lain????” speacelesss orang tuanya.
Atau guru akan berbicara, “pegel aku ngurusi arek iki (capek aku ngurusi anak ini!!!)” ngobrol sesama guru. Bahkan kalau timbul masalah yang lebih besar akan muncul kata-kata, ” gara-gara arek siji, repot!!! (Gara-gara satu anak jadi repot)” dengan nada tinggi.
Fenomena seperti ini masih sering terjadi di dunia pendidikan kita.
Kenapa ini bisa terjadi???
Jawabannya adalah kurangnya pemahaman guru tentang keberagaman peserta didik. Ada murid yang memang potensinya sudah menonjol jauh sebelum anak masuk dalam sekolah tersebut. Pada umumnya dibilang anak cerdas atau pintar. Ada juga anak yang masih perlu sedikit dipoles. Dia memiliki potensi dan bisa melejit potensinya apabila mendapat bimbingan pendidik atau guru. Ini bisa digolongkan sebagai murid berkemampuan standar. Tapi ada juga peserta didik yang potensinya ada tapi masih jauh tertimbun, Butuh energi dan kreatifitas guru untuk memunculkannya.
Ibaratnya barang tambang, dia berada jauh di dalam tanah, dan perlu digali lebih dalam supaya dia bisa berkilau. Bahkan bisa jadi barang tambang yang berada jauh di dalam tanah tersebut akan lebih berkilau dibanding yang berada di permukaan.
Dengan memahami tiga jenis tipe peserta didik tersebut, guru akan lebih optimis dan bersemangat dalam melejitkan potensi yang dimiliki semua peserta didiknya, bagaimanapun kondisinya.
Selain memahami keberagaman tipe peserta didik, Guru juga harus memahami tugas-tugasnya. Apa saja tugas seorang guru? Yang pertama adalah mendidik. Sebagai penerus risalah Rasululloh yaitu berdakwah, maka guru bertugas membentuk akhlak, akhlakul karimah tentunya. Melalui ilmu yang disampaikan dan terutama teladan, guru merubah akhlak yang belum baik menjadi baik. Menjadikan anak didiknya manusia yang berkepribadian tangguh, berakhlakul karimah dan memiliki motivasi tinggi untuk menghadapi masa depannya.
Yang kedua adalah mengajar atau melejitkan kemampuan akademis peserta didik. Di sini guru tidak hanya mengajar metode ceramah tapi juga bisa menjadi fasilitator sementara peserta didik menggali beragam ilmu yg perlu mereka dapatkan, mungkin melalui internet atau tugas kelompok. Bisa juga menggunakan metode-metode lain yang banyak bermunculan di era modern ini. Semua kembali kepada guru, bagaimana kreatifitas dan inovasinya.
Dan yang ketiga adalah personal approaching atau pendekatan personal kepada peserta didik. Sebagai guru, hindari keberpihakan. Contohnya lebih dekat dengan anak yang pintar atau berprestasi dan menjauhi anak yang malah butuh perhatian. Ramah pada anak yang pintar dan garang pada anak yang masih sulit menerima pelajaran. Ibaratnya tentara, pinginnya yang aman. Teriak menang tapi belum berjuang. Pinginnya menang tapi tidak berani pasang badan.
Waduh….!!!! Semoga guru-guru kita tidak seperti ini. Padahal anak didik kalau didekati secara personal dari hati kehati hasilnya akan luar biasa.
Yang keempat adalah jalin komunikasi dengan wali murid. Ini bertujuan untuk menyamakan visi misi dalam pendidikan, berdiskusi tentang anak, mencari solusi terbaik untuk permasalahan anak, dan membuat komitmen-komitmen yang bertujuan untuk kebaikan bagi anak.
Yang kelima adalah mendoakan anak didiknya. Sebagai penerus risalah Rasululloh, guru masih memiliki banyak tugas lagi. Berat ya jadi guru??? Asal ikhlas insyaAlloh ringan dan menyenangkan. Beda loh dengan guru yang hanya pingin dapat gaji bulanan…ups!!!
Semoga kita digolongkan sebagai guru pejuang, yang mau pasang badan untuk meraih kemenangan bagi masa depan anak didik kita, Agama Islam, serta Bangsa dan Negara Indonesia.
Penulis: Nur Syamsiyah Fithroni, Spd
Pemerhati dunia anak & pendidikan
Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net